Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

HIV Ganggu Tumbuh Kembang Anak

M. Iqbal Al Machmudi
09/9/2022 09:30
HIV Ganggu Tumbuh Kembang Anak
Ilustrasi(MI/Litbang)

KABAR tak sedap datang dari Cianjur. Enam orang anak berusia antara 1-14 tahun meninggal karena mengidap HIV/AIDS selama 2021-2022. Anak-anak ini, diketahui sudah mengidap penyakit tersebut sejak mereka lahir dan biasanya tertular dari orang tua mereka yang juga mengidap HIV-AIDS. 

Selain itu, diketahui terdapat 12 anak SD tertular HIV setelah menjalani pemeriksaan VCT (Voluntary Counseling and Testing).
Sekretaris Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kabupaten Cianjur, Hilman, menjelaskan, mereka tidak mengetahui jika terkena HIV dan saat ini dalam kondisi sehat.

Namun, anak dengan HIV akan mudah sakit berat. Ketua Satgas HIV IDAI Dr Endah Citraresmi, SpA(K) menjelaskan virus HIV menyerang berbagai sel, salah satunya sel CD 4 yang menyerang sistem imun sehingga mudah sakit. HIV akan mengganggu tumbuh kembang anak karena anak akan mudah mengalami banyak fase infeksi. "Ya karena terinfeksi, pas lahir atau pas (ibunya) hamil, banyak infeksi terjadi sehingga menggaggu tumbuh kembang," kata dia.

Baca jugaPagu Anggaran Kemendikbud-Ristek Rp80,2 T dan Tambahan Rp10 T

Baca juga: Latar Belakang Pemberontakan PRRI Permesta

Penyakit yang tergolong ringan seperti batuk dan pilek yang biasa diderita anak bisa berubah menjadi pneumonia yang mengancam jiwa. 
Anak juga rentan terinfeksi kuman yang ringan, contohnya jamur, parasit, atau mungkin paling sering Toxoplasmosis dari parasit, hingga Tuberkulosis berat. 

"Patokannya adalah anak sering sakit dengan penyakit yang tidak lazim dengan penyakit lain itu harus curiga. Akibatnya sering banget terkena gizi kurang atau gizi buruk. Anak itu masuk dengan masuk (rumah sakit) dengan kondisi lebih berat, lebih mudah dipahami karena kekebalan tubuhnya menurun," kata dr Endah dalam konferensi pers secara daring, Jumat (2/9).

Anak dengan HIV sering diketahuai saat memasuki masa sekolah karena adanya gangguan motorik sehingga harus tinggal kelas, atau kelas khusus. Berbeda dengan dewasa yang baru tertular HIV, karena orang dewasa itu otaknya sudah jadi. Neurologi dari manifestasi HIV ini juga jadi yang jadi perhatian bersama. 

"Pemantauan yang sama seperti dewasa, karena virusnya masih ada di dalam tubuh, teorinya akan menimbulkan peradangan di pembuluh darah meningkatkan risiko jantung, itu yang jadi concern," ujarnya.

Mutasi
Penyakit HIV belum bisa disembuhkan sehingga yang bisa dilakukan adalah dengan menurunkan jumlah virus dan menghambat replikasi virus dengan pemberian antiretroviral (ARV), obat anti infeksi. ARV dibutuhkan agar sel virus HIV tidak mudah berkembang dan pasien harus mengonsumsi obat ini terus menerus sepanjang hidup.

Pengobatan untuk pasien anak pada dasarnya sama namun berbeda formulasinya. “Sama seperti orang dewasa, (diberikan) obat ARV, obat antiinfeksi, jika sudah stabil, diberikan imunisasi,” sambungnya.

Dokter Endah menyayangkan, formulasi jenis obat untuk anak terbatas. "Yang masuk ke Indonesia, akhir-akhir ini Kemenkes sudah banyak melakukan perbaikan, bukan bentuk sirup, tapi bentuk granol.  Fasilitasi dari kemenkes sudah membaik, meskipun kami masih memerlukan lebih banyak ragam obat ARV untuk anak karena virus ini cepat bermutasi,” kata dia. 

Dalam banyak kasus, anak dengan HIV terlambat mendapatkan pengobatan. "Banyak orang tua terlambat dalam melakukan cek medis, sehingga anak tidak mendapatkan obat ataupun terapi, imbuhnya.

Selain itu, ia menyayangkan banyak anak dan remaja ini tidak minum obat dengan teratur sehingga mengalami putus obat. "Jadi sebenarnya ada PR bagi kami dokter yang menangani ini. Bagaimana kita menyampaikan atau membuka kasus (disclosure) untuk memberitahukan pentingnya meminum obat," ungkapnya. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya