Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
UPAYA pemerintah dalam menurunkan bahaya rokok di Indonesia dinilai belum cukup. Strategi yang dilakukan sejauh ini dilakukan pemerintah, salah satunya melalui pendekatan ekonomi dengan menaikkan tarif cukai.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Satria Aji Imawan mengungkapkan, pemerintah berharap konsumsi rokok menjadi turun lewat penetapan tarif cukai. Namun kebijakan tersebut tidak cukup efektif. Sebab, daya beli terhadap produk tersebut masih tetap tinggi.
“Perlu adanya intervensi sosial yang dapat merubah kebiasaan para perokok ini dengan sebuah insentif sosial ketimbang ekonomi,” kata Satria, Selasa (30/8).
Pemerintah, menurutnya, perlu melakukan riset untuk memperoleh bukti-bukti penyebab kenapa perokok tetap membeli rokok meski harga dan cukainya tinggi. Hasil riset kemudian selanjutnya diadvokasikan kepada para pemangku kepentingan.
“Pendekatan-pendekatan sosial ini penting sebagai pelengkap pendekatan ekonomi yang sering dilakukan pemerintah selama ini,” kata Satria.
Strategi pengurangan jumlah perokok dapat dilakukan dengan masif dan persuasif. Masif, lanjutnya, menggunakan media konvensional dan media online. Sementara persuasif lebih bersifat ringan.
“Tidak mendikte dan melibatkan banyak kreator agar kampanye bersifat mengimbau ketimbang melarang,” ucapnya.
Baca juga : Masyarakat Tolak Rencana Pemerintah Revisi PP 109/2012
Dalam kegiatan Global Forum on Nicotine (GFN) 2022 yang belum lama ini diselenggarakan secara daring dari Warsawa, Polandia, membahas tentang produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau dipanaskan, rokok elektrik, dan kantong nikotin, sebagai opsi bagi perokok dewasa yang kesulitan untuk berhenti dari kebiasaan merokok. Isu tersebut menjadi pembahasan dalam tema “Misinformation: who can we trust?”
Salah satu narasumber dalam diskusi tersebut, Cother Hajat, Dokter Kesehatan Masyarakat dan Ahli Epidemiologi sekaligus Anggota Royal College of Physicians dan Fakultas Kesehatan Masyarakat di Inggris, menyampaikan produk tembakau alternatif efektif dalam menurunkan prevalensi merokok.
Contohnya adalah Swedia. Negara Skandinavia ini mendukung penggunaan kantong nikotin sehingga memiliki prevalensi perokok pria yang terendah di Uni Eropa dengan besaran 5 persen.
Rendahnya angka tersebut juga berkorelasi dengan sedikitnya jumlah kematian yang diakibatkan oleh konsumsi rokok pada pria usia 30 tahun atau lebih.
“Swedia telah menunjukkan melalui regulasi, produk tembakau alternatif telah meminimalkan bahaya,” kata Cother.
Atas dasar itu, Cother mendorong penggunaan produk tembakau alternatif untuk membantu negara-negara yang selama ini kesulitan dalam menurunkan prevalensi merokok.
“Bersama dengan bukti ilmiah yang telah berkembang dari peran mereka dalam mengurangi tingkat merokok dan tidak adanya pelarangan, kanton nikotin dan produk tembakau alternatif lainnya sebagai opsi yang lebih baik, produk ini harus diizinkan di Asia Tenggara,” kata Cother. (RO/OL-7)
tidak ada bukti yang mendukung secara jelas bahwa produk rokok bebas asap merupakan alternatif yang lebih baik, bahkan terhadap rokok konvensional.
Produk seperti rokok elektronik atau tembakau yang dipanaskan memiliki profil risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan rokok konvensional.
Pelatihan ini dilaksanakan untuk menegakkan Keputusan Wali Kota Padang Nomor 560 Tahun 2024 tentang Satgas Pengawasan KTR.
Kemenkes mengimbau masyarakat untuk mulai berhenti kebiasaan merokok konvensional maupun elektrik, karena rokok dapat meningkatkan risiko penyakit tidak menular.
Penelitian terbaru dari University College London mengungkapkan setiap batang rokok dapat mengurangi harapan hidup sekitar 20 menit.
KETUA Centre for ASEAN Autism Studies (CAAS), Institut Komunikasi dan Bisnis LSPR Hersinta mengungkapkan ada kelompok disabilitas yang sangat rentan terkena paparan rokok.
Pentingnya regulasi yang proporsional, khususnya di sektor kesehatan. Salah satu contohnya adalah perlunya pendekatan berbasis bukti dalam mengatur produk tembakau alternatif.
WAKIL Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek), Stella Christie optimis terhadap masa depan riset Indonesia.
DORONG pemanfaatan hasil riset dalam upaya meningkatkan kinerja industri yang diharapkan mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Kunjungan tersebut bertujuan memperkuat kolaborasi di bidang riset dan teknologi pertanian dan mencari solusi terhadap tantangan pangan di Tanah Air.
IndoStrategi merilis hasil evaluasi kinerja Kabinet Merah Putih setelah enam bulan masa kerja pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
PKR Material Karbon Berbasis Biomassa UNRI diharapkan menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan yang berdampak nyata bagi kemandirian energi Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved