Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Presiden Sebut Krisis Pangan Semakin Parah

Andhika Prasetyo
23/8/2022 11:23
Presiden Sebut Krisis Pangan Semakin Parah
Presiden Joko Widodo(MI/SUMARYANTO)

PRESIDEN Joko Widodo mengungkapkan kondisi ketahanan pangan dunia akan semakin sulit ke depan. Banyak negara saat ini sudah mengalami keambrukan dan tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.

"Kondisi tidak semakin gampang, tapi semakin rumit. Dulu, diperkirakan oleh lembaga-lembaga internasional, ada 9 negara akan ambruk. Ternyata tambah lagi 25 negara, tambah lagi jadi 42 negara. Terakhir, ada 66 negara yang akan ambruk dan satu per satu sudah mulai. Ini sebuah keadaan yang yang sangat sulit. Krisis kesehatan, krisis pangan, krisis energi, masuk ke krisis keuangan. Untuk pangan saja sangat mengerikan," ujar Jokowi dalam acara pengarahan kepada Kadin Indonesia di Jakarta, Selasa (23/8).

Ia mengatakan permasalahan itu tidak terlepas dari konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina sejak awal tahun ini. Perang tersebut membuat pasokan komoditas yang berasal dari kedua negara itu, terutama gandum, terhenti hingga membuat stok dunia semakin menipis.

Baca juga: Jokowi Serahkan 3 Ribu Sertifikat Tanah Warga Jatim

"Ketika saya ke Ukraina, Presiden Zelenskyy menyampaikan di sana ada stok gandum 22 juta ton. Ditambah ada panen baru 55 juta ton. Artinya ada 77 juta ton gandum di Ukraina," tutur mantan wali kota Solo itu.

Kemudian di Rusia, Jokowi mendapati jumlah stok gandum mencapai 130 juta ton.

"Total di dua negara itu sudah 207 juta ton. Kita makan beras setahun hanya 31 juta ton. Ini sampai 207 juta ton tidak bisa keluar. Bisa dibayangkan bagaimana negara-negara yang mengimpor dari sana, terutama Afrika, saat ini. Mereka berada dalam kondisi sangat sulit," ucapnya.

Kondisi tersebut semakin diperparah dengan banyaknya negara yang mulai menyetop ekspor komoditas pangan mereka ke luar negeri. Langkah itu dilakukan demi memenuhi kebutuhan dalam negeri terlebih dulu.

"Dulu hanya ada 6 negara yang membatasi ekspor pangan. Sekarang sudah 23 negara. Semua menyelamatkan negara masing-masing," tandasnya. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya