Mahasiswa UPI Bandung Teliti Kearifan Lokal Kampung Adat Kasepuhan Ciptagelar

Naviandri
07/7/2022 20:55
Mahasiswa UPI Bandung Teliti Kearifan Lokal Kampung Adat Kasepuhan Ciptagelar
Mahasiswa UPI dan dosen pembimbing berdiskusi terkait penelitian di Kampung Adat Kasepuhan Ciptagelar(DOK/HUMAS UPI)

 

KAMPUNG Adat Kasepuhan Ciptagelar yang berada di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, merupakan satu dari sedikit kampung adat yang bertahan hingga saat ini. Warganya bertahan dengan kearifan lokal, mempertahankan tradisi leluhur dan menjaga keseimbangan alam.

kekuatan itulah yang mendorong Tim Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, meneliti Seren Taun Leuit Si Jimat di Kampung Adat Kasepuhan Ciptagelar.

Tim berhasil menemukan resiliensi dalam mewujudkan Indonesia menjadi poros agraris dunia.

Penelitian ini dilakukan oleh Gilang Arya Alghifari sebagai ketua pelaksana, Mia Desiany dan Trisha Fauziah Zahra sebagai anggota. Penelitian dibimbing oleh dosen Muhammad Iqbal, dan berhasil meraih pendanaan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
(Kemendikbudristek) pada Program Kreativitas Mahasiswa bidang Riset
Sosial Humaniora (PKM-RSH).

"Kami melihat, petani merupakan aspek penting dalam perkembangan bangsa Indonesia. Karena pada dasarnya setiap individu memerlukan berbagai kebutuhan hidupnya, dalam hal ini petani berperan penting bagi penyedia kebutuhan primer," kata Gilang.

Di setiap bangsa di penjuru dunia, lanjut dia, petani telah membantu memenuhi kebutuhan primer berupa pangan bagi kebutuhan negaranya. Pada sisi lain, terlihat berbagai fenomena dalam masalah petani dan pertanian di Indonesia.

Merujuk pada Data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah petani di Indonesia mengalami penurunan setiap tahunnya selama 10 tahun terakhir. Jika tren ini terus berlanjut maka tidak menutup kemungkinan pada 50 tahun mendatang Indonesia akan berpotensi kehilangan petani akibat krisis regerenasi petani. Krisis petani berbanding terbalik dengan kondisi geografis Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris.

"Berdasarkan fakta tersebut, kami mengangkat permasalahan pada regerenasi petani dengan menggaungkan kearifan lokal Seren Taun Leuit Si Jimat. Penelitian ini berupaya menjawab pada resiliensi dalam mewujudkan program pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai poros agraris dunia," tambah Mia Desiany.


Sumbangsih pemikiran


Penelitian ini dilakukan di Kampung Adat Kasepuhan Ciptagelar yang memiliki budaya lokal yang unik karena berpegang teguh pada filosofi "yang menanam yang akan bertahan". Ungkapan itu dimaknai sebagai rambu kewaspadaan untuk seluruh elemen kehidupan bangsa yang saat ini menghadapi masalah krisis petani serta berbagai masalah pangan lainnya.

Lebih jauh Ketua Tim Pelaksana Penelitian, Gilang Arya Alghifari menjelaskan, secara umum tujuan penelitian ini untuk memberikan sumbangsih pemikiran mahasiswa terkait kajian tentang ethnoscience. Ini upaya mewujudkan Indonesia sebagai poros agraris dunia dengan mengacu kepada nilai kearifan lokal pada Kampung Adat Kasepuhan Ciptagelar, yang ada pada salah satu kebudayaan Seren Taun Leuit Si Jimat.

Secara khusus, lanjut dia, tujuan penelitian ini untuk mengetahui makna filosofi dari Seren Taun Leuit Si Jimat yang ada pada Kampung Adat Kasepuhan Ciptagelar. "ini upaya menjawab krisis sumber daya petani, mengetahui bentuk dari adaptasi krisis pangan dan petani
sebagai bentuk dari perwujudan Indonesia menjadi poros agraris dunia."

Menurut dia, manfaat penelitian ini secara teoritis diharapkan untuk menambah wawasan atau pengetahuan masyarakat luas terkait bentuk dari filosofi Seren Taun Leuit Si Jimat. "Secara praktis, penelitian ini diharapkan untuk memberikan jawaban atas krisis petani dengan berbasis kearifan lokal Sunda."


Panen sekali setahun


Selama tiga bulan melakukan penelitian, para mahasiswa dan dosen pembimbing, mendapatkan hasil dan temuan penelitian pada aspek
ekonomi dan aspek pendidikan. Pada aspek ekonomi masyarakat, untuk mewujudkan hal tersebut Indonesia perlu mandiri secara pangan sehingga dapat mengurangi impor beras.

"Terdapat beberapa filosofi dari kearifan lokal Seren Taun
Leuit Si Jimat yang ada di Kampung Adat Kasepuhan Ciptagelar, yang dapat membantu Indonesia dalam mewujudkan hal tersebut. Di antaranya sistem kepemilikan tanah yang dikelola bersama, sehingga semua lahan pertanian terjaga dengan baik dan tidak terjadi pengalihfungsian lahan," tandas Gilang.

Selanjutnya, siklus panen padi berbeda dari pola pertanian
intensifikasi yaitu dengan melakukan panen satu kali dalam setahun dalam waktu 5-6 bulan. Selebihnya lahan pertanian diistirahatkan.

Hal tersebut dilakukan untuk menjaga keseimbangan dan keselarasan alam
sehingga dapat kualitas hasil pertanian terjamin. Setiap anggota
keluarga memiliki lumbung padi (leuit) sendiri yang berada di depan
rumah masing-masing sehingga masyarakat tidak pernah mengalami
kelaparan.

"Mereka memiliki bank genetik dari berbagai varietas padi yang terawetkan di dalam lumbung yang ada di seluruh wilayah Kasepuhan Ciptagelar," ujarnya.

Selain pada aspek ekonomi, kata Gilang, penelitian ini memberikan
manfaat terhadap aspek pendidikan. Dengan mengangkat topik ini
dapat mengedukasi bahwa kearifan lokal Seren Taun Leuit Si Jimat sebagai modal sosial masyarakat Kampung Adat Kasepuhan Ciptagelar mampu menjadi solusi dalam mengatasi permasalahan pangan.

"Selain itu, prosesi yang dilaksanakan dalam tradisi Seren Taun dapat menjadi sumber belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mengenai kekayaan dan pluralitas masyarakat Indonesia," tandasnya. (N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : NUSANTARA
Berita Lainnya