Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
PERHELATAN G20 menjadi momentum bagi Indonesia mendorong negara maju berkomitmen untuk membantu negara berkembang dalam hal pengelolaan lingkungan dan perubahan iklim.
"Untuk Indonesia dukungan dan kemitraan dari G20 menjadi penting. Sebagaimana kita tahu sebagian dari negara-negara G20 adalah negara2 maju. Ada negara berkembang tapi sebagian besar adalah negara maju yang memang berada dalam posisi yang lebih memungkinkan untuk memobilisasi pendanaan, capacity building pengembangan teknologi, teknologi transfer kepada negara-negara termasuk Indonesia," kata Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian LHK (KLHK) Laksmi Dewanthi di Hotel Shangri La, Jakarta Pusat, Selasa (22/6).
Ia menyatakan, hal itu akan tertuang dalam dokumen bertajuk Communique yang disepakati menteri-menteri lingkungan hidup G20. Dalam dokumen itu nantinya negara-negara G20 akan bersepakat membuat aksi bersama untuk pengelolaan lingkungan dan pengendalian iklim.
Dokumen tersebut telah menjadi pembahasan dalam pertemuan Environment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group (EDM-CSWG) yang berlangsung di Jakarta pada 19-22 Juni 2022. Saat ini, cikal bakal dokumen tersebut telah ada dan akan disepakati pada pertemuan tingkat menteri G20 pada Agustus 2022.
Dokumen itu memuat sejumlah poin yang merupakan isu prioritas EDM-CSWG pada Presidensi G20 Indonesia kali ini. Poin-poin tersebut yakni mendukung pemulihan yang berkelanjutan, peningkatan aksi berbasis daratan dan lautan untuk mendukung perlindungan lingkungan hidup dan tujuan pengendalian perubahan iklim dan peningkatan mobilisasi sumber daya untuk mendukung perlindungan lingkungan hidup dan tujuan pengendalian perubahan iklim.
Laksmi belum bisa menjabarkan poin-poin apa saja yang ada dalam dokumen itu. Namun ia menyatakan salah satu yang penting ialah dorongan kepada negara-negara maju untuk memobilisasi pendanaan, capacity building, pembangunan teknologi dan transfer teknologi kepada negara berkembang termasuk Indonesia, untuk memenuhi target pengelolaan lingkungan dan pengendalian iklim.
"Berikutnya kita dorong agar communique dan hasil G20 ini bisa mendorong Indonesia untuk memastikan agar agenda adaptasi menjadi agenda yang sama pentingnya dengan mitigasi. Karena selama ini kita fokusnya hanya mitigasi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Padahal upaya untuk meningkatkan daya tahan atau resiliensi kita kepada perubahan iklim menjadi sangat penting," beber dia.
"Untuk Indonesia, sekarang kita ingin memperkenalkan sentra mangrove dan meminta dukungan kemitraan dari berbagai anggota G20 untuk mendukung rencana atau konkret project dari Indonesia," lanjutnya.
Baca juga: EDM-CSWG Kedua, Bahas Komitmen Kolektif G20 Di Bidang Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim
Ia berharap, gelaran G20 kali ini bukan hanya menghasilkan dokumen kesepakatan di atas kertas. Lebih dari itu, harus ada hasil konkret berupa project kerja sama antara Indonesia dan negara-negara anggota untuk mencapai target NDC 2030.
Pada kesempatan itu, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan(PPKL) KLHK Sigit Reliantoro mengungkapkan salah satu yang didorong pada agenda G20 di bidang lingkungan yakni pembuktian Indonesia akan keberhasilan rehabilitasi gambut dan mangrove kepada dunia.
"Itu mendapat sambutan baik dari negara-negara. Kita akan mendorong apa yang sudah dimiliki Indonesia. Kita memiliki regulasi, kita memiliki kemampuan teknis dan juga bukti-bukti kerja lapangan yang akan kita share ke negara-negara," ucap dia.
Seperti diketahui, pertemuan EDM-CSWG dihadiri sebanyak 20 negara anggota G20 dan lima negara sahabat. Adapun, sebanyak 196 delegasi hadir dalam pertemuan kedua ini yang berasal dari negara anggota G20, negara undangan, dan organisasi internasional.(OL-5)
Studi terbaru mengungkap populasi burung tropis turun hingga 38% sejak 1950 akibat panas ekstrem dan pemanasan global.
Dengan cara mengurangi emisi gas rumah kaca, beradaptasi perubahan iklim, dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Perubahan iklim ditandai dengan naiknya suhu rata-rata, pola hujan tidak menentu, serta kelembaban tinggi memicu ledakan populasi hama seperti Helopeltis spp (serangga penghisap/kepik)
PEMERINTAH Indonesia menegaskan komitmennya dalam mempercepat mitigasi perubahan iklim melalui dukungan pendanaan dari Green Climate Fund (GCF).
Indonesia, dengan proposal bertajuk REDD+ Results-Based Payment (RBP) untuk Periode 2014-2016 telah menerima dana dari Green Climate Fund (GCF) sebesar US$103,8 juta.
Periset Pusat Riset Hortikultura BRIN Fahminuddin Agus menyatakan lahan gambut merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar, terutama jika tidak dikelola dengan baik.
Indonesia, dengan proposal bertajuk REDD+ Results-Based Payment (RBP) untuk Periode 2014-2016 telah menerima dana dari Green Climate Fund (GCF) sebesar US$103,8 juta.
KLH/BPLH resmi meluncurkan konsep Adipura Baru, sistem evaluasi pengelolaan sampah nasional yang menekankan pendekatan tegas, objektif, dan terintegrasi.
Pantai Ungkea, yang merupakan salah satu kawasan wisata dan habitat alami di Morowali Utara, menjadi fokus utama pembersihan dari sampah plastik dan berbagai jenis sampah lainnya.
DI tengah krisis iklim yang kian nyata dan ketidakadilan sistemis terhadap perempuan yang terus menganga, Indonesia membutuhkan lebih dari sekadar kepemimpinan yang cerdas dan tegas.
Ketika wilayah jelajah buaya menyempit akibat alih fungsi lahan dan pembangunan permukiman, buaya cenderung masuk ke lingkungan manusia untuk mencari makan.
PT Nusa Halmahera Minerals (NHM) menyelenggarakan serangkaian kegiatan lingkungan bertema Beat Plastic Pollution atau Hentikan Polusi Plastik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved