Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Perkuat Peran Pers Hadapi Digitalisasi dan Tahun Politik, Dewan Pers Sambangi Media Group

Faustinus Nua
20/6/2022 17:35
Perkuat Peran Pers Hadapi Digitalisasi dan Tahun Politik, Dewan Pers Sambangi Media Group
KUNJUNGAN KERJA: Pengurus Dewan Pers yakni Azyumardi Azra (kiri), Ninik Rahayu (tengah) berkunjung ke kantor Media Group di Kedoya, Jakarta(MI/ Agus Mulyawan)

PIMPINAN baru Dewan Pers hari ini, Senin (20/6) melakukan kunjungan ke Media Group di Kedoya, Jakarta Barat. Dalam lawatan tersebut, Dewan Pers mengajak Media Group yang terdiri dari Media Indonesia, Metro TV,  Medcom dan Lampung Post untuk memperkuat peran pers dalam menghadapi isu-isu aktual saat ini.

Ketua Dewan Pers, Azyumardi Azra mengungkapkan bahwa ada dua isu utama yang menjadi tantangan insan pers dan lembaga medianya. Kedua isu tersebut adalah digitalisasi yang telah mengubah pola lama dan juga isu menjelang tahun politik 2024.

"Media kita saat ini di tengah serbuan digitalisasi yang menyebabkan perubahan-perubahan, tidak hanya tingkat nasional tapi juga lokal. Selain itu, media asing pun hadir hingga platform digital yang merambah pasarannya di kita," ujarnya saat bertemu pimpinan Media Group, Senin (20/6)

Menurut Azyumardi, media konvensional saat ini tengah terdesak di era disrupsi teknologi. Banyak media abal-abal memberi informasi yang tidak bertanggung jawab. Platform digital pun makin marak dan menjadi konsumsi publik tanpa ada regulasi mengaturnya.

Lantas, tantangan itu harus direspons secara cepat oleh media konvensional. Perlu terobosan dan inovasi untuk bisa bertahan, sekaligus terus berkembang mengadapi derasnya arus digitalisasi.

Terkait tahun politik, Dewan Pers ingin Media Group dan insan pers nasional memperkuat perannya. Mengingat, mulai sekarang hingga 2024 nanti, isu-isu politik akan terus meningkat. "Di tahun-tahun politik, pers lebih berperan menjaga keutuhan bangsa karena era politik bisa menimbulkan kegaduhan, perpecahan di masyarakat. Untuk itu dikso yang digunakan tidak memecah belah, kita ingin hal itu tidak digunakan di media mainstream kita," kata Ketua Dewan Pers.

"Kita juga menginginkan pers kita memainkan peran lebih besar lagi untuk kekuatan check and balance. Karena kita tahu kekuatan check and balance dari kampus dan masyarakat sipil juga berkurang. Sehingga perkembangan politik bisa lebih sehat, lebih terkonsolidasi," lanjut Azyumardi.

Sementara itu, Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Pers, Ninik Rahayu menyampaikan isu lain yang juga menjadi perhatian Dewan Pers. Saat ini pihaknya tengah bahas isu gender sensitive journalism.

"Kita punya harapan besar lembaga pers mulai membuat pedoman-pedoman penanganan, pencegahan kekerasan terhadap perempuan karena kita juga sudah mengesahkan UU TPKS," terang mantan Komisioner Ombudsman RI itu.

Ninik mendorong lembaga pers untuk mengupayakan berbagai bentuk pelatihan penguatan kapasitas. Selain itu, lembaga pers juga perlu mendorong afirmasi 30% perempuan baik di lembaga legislatif, eksekutif hingga di lembaga pers itu sendiri.

Penguatan kapasitas insan pers juga berlaku untuk semua gender. Secara khusus dalam menghadapi isu-isu kekerasan terdapan pewarta yang saat ini sudah marak terjadi di daerah.

Direktur Pemberitaan Media Indonesia, Gaudensius Suhardi mengapresiasi langkah-langkah yang dilakukan Dewan Pers. Media Group, khususnya Media Indonesia terus beradaptasi mengahadapi disrupsi teknologi yang benar-benar terasa dalam dua tahun pandemi covid-19. "Pandemi justru menjadi berkah bagi kami. Work from home di Media Indonesia yang berlanjut dan ini menjadi lebih efektif," terangnya.

Bersama platform lain di Media Grup, Media Indonesia kini melalukan konvergensi. Hal itu merupakan respons Media Grup untuk tetap survive dan terus berkembang menghadapi tantangan digitalisasi.

Gaudensius mendorong Dewan Pers untuk terus melakukan sosialisasi terkait UU Pers. Menurutnya, fenomena yang terjadi saat ini, pejabat cenderung lebih memilih menjadi nara sumber di platform digital seperti podcast. Padahal amanah UU seharusnya mengutamakan media konvensional yang memiliki izin atau tergabung dalam Dewan Pers.

"Kami mendorong Dewan Pers melakukan edukasi kepada pemerintah dan juga perlu dipikirkan setiap penerbit yang juga punya YouTube-nya itu masuk produk jurnalistik yang bisa dipertanggungjawabkan," ungkapnya.

Hingga saat ini, semua berita di Media Indonesia selalu melewati tim bahasa. Sehingga, kata Gaudensius, kesalahan penulisan atau potensi pelanggaran kode etik bisa diminimalisir.

Media Indonesia juga aktif memberi edukasi kepada masyarakat khususnya generasi muda. Mulai dari pelatihan reporter cilik hingga siswa sekolah menengah maupun mahasiswa diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan menulis mereka.(H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya