Headline
KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.
SEBUAH studi terbaru yang dilakukan oleh University of Bonn, di Jerman, menunjukkan bahwa, untuk mencapai tujuan iklim dan mengamankan kelangsungan pangan global, konsumsi daging harus dikurangi setidaknya sebesar 75% dari sekarang.
Para peneliti dari Universitas Bonn meninjau studi terbaru mengenai beberapa aspek konsumsi dan produksi daging, mulai dari pengaruhnya terhadap lingkungan dan dampak terhadap iklim, hingga terhadap kesehatan masyarakat serta dampak ekonominya.
Menurut kesimpulan studi mereka, khususnya di negara-negara dengan konsumsi daging yang banyak, pengurangan secara signifikan bukan hanya disarankan, namun juga penting untuk mengurangi dampak dari industri peternakan.
“Memulai pola makan sehari-sehari kita dengan berbasis nabati, terutama dengan biji-bijian, kacang-kacangan, sayuran dan polong-polongan, merupakan salah satu cara paling efisien untuk melindungi kesehatan kita, planet kita, dan ketahanan pangan global”, ungkap Among Prakosa, Manajer Program Nutrisi Esok Hari.
Program Nutrisi Esok Hari adalah sebuah program yang memberi bantuan gratis dan kolaboratif kepada institusi yang ingin menyajikan menu berbasis nabati di tempat mereka..
Berpacu dengan waktu
“Pada tahun 2050, kita harus memberi konsumsi makan untuk 10 miliar orang di seluruh dunia, dan hal tersebut tidak mungkin dicapai dengan sistem pangan yang kita miliki saat ini”, jelasnya. dalam keterangan pers, Jumat (27/5)
Menurut laporan Komisi EAT-Lancet, sistem pangan yang selaras dengan tujuan lingkungan dan nutrisi manusia, bersumber lebih dari 90%-nya berbasis nabati.
“Sekitar 80% dari semua lahan pertanian secara global digunakan untuk industri peternakan. Namun, produk hewani hanya mewakili 37% protein dan 20% kalori yang dikonsumsi orang di seluruh dunia," jelasnya.
"Tentu hal tersebut sama sekali tidak efisien, terutama untuk industri yang menyumbang 57% dari emisi gas rumah kaca dari semua produksi pangan”, ungkap Among, mengutip laporan tersebut.
Untuk mencapai rekomendasi pengurangan konsumsi daging sebanyak 75%, para peneliti dari studi yang berasal dari Universitas Bonn ini merekomendasikan inisiatif seperti pajak untuk produk daging dan mengadopsi pelajaran mengenai "konsumsi berkelanjutan" dalam kurikulum sekolah.
"Di Indonesia, program Nutrisi Esok Hari membantu lembaga swasta dan publik meningkatkan kesadaran di kalangan siswa dan guru untuk mendorong mereka mengurangi konsumsi daging atau produk hewani," ujarnya.
"Hal ini kami lakukan secara gratis dengan bantuan ahli gizi dan juga juru masak profesional", jelas Among. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang program ini, dapat diakses di www.nutrisiesokhari.org," tutur Among. (Nik/OL-09)
Makanan yang menjadi tren dan digemari anak muda biasanya tinggi gula dan gorengan dengan tepung mengandung AGEs dan bisa merusak kolagen, sehingga pengaruh ke kondisi kulit
Upaya untuk membiasakan anak menerapkan pola makan sehat bisa mulai dilakukan pada masa pengenalan MPASI, ketika anak berusia sekitar enam bulan.
Banyak yang bertanya, “Jika orang tua saya menderita diabetes, apakah saya juga akan mengalaminya?” Jawabannya: belum tentu.
Pola makan mencerminkan gaya hidup seseorang dan sangat memengaruhi kesehatan tubuh secara keseluruhan.
Sebuah studi menunjukan makanan ultraproses dapat meningkatkan risiko kanker paru sebesar 41% bagi yang sering mengonsumsinya.
Penelitian selama 15 tahun di Swedia membuktikan pola makan sehat dapat memperlambat penuaan dan mengurangi risiko penyakit kronis pada lansia.
Sayur merupakan sumber penting serat, vitamin, mineral, dan antioksidan yang dibutuhkan tubuh untuk menjaga kesehatan.
Mengkonsumsi sayuran secara konsisten dapat mengurangi kemungkinan timbulnya uban, menurut temuan terbaru dari peneliti internasional.
Laporan 2025 Shopper's Guide to Pesticides in Produce mengungkapkan lebih dari 90% sampel buah dan sayuran mengandung sisa pestisida berbahaya.
Setiap aspek memiliki bobot penilaian sebesar 20%, yang mencerminkan pentingnya aspek keberlanjutan dan kolaborasi antarwarga.
Kolesterol tinggi merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering kali disebabkan oleh penumpukan lemak berlebihan dalam tubuh.
Bukannya membantu tubuh menjadi lebih sehat, konsumsi sayuran ini malah bisa menurunkan kondisi Anda.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved