Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
INDONESIA masih darurat stunting terutama di daerah terpencil. Berdasarkan data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), daerah dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Indonesia adalah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mencapai 48,3%.
Sebagai organisasi yang peduli terhadap kesehatan masyarakat termasuk stunting, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mengatakan pola asuh yang buruk merupakan penyebab utama tingginya angka stunting di daerah. Direktur Program CISDI Egi Abdul Wahid mengatakan, penyebab terjadinya stunting di sejumlah daerah didominasi akibat pola asuh yang buruk.
Menurut Egi, pola asuh sangat penting dan berdampak terhadap stunting. Penemuan di lapangan oleh CISDI, ada beberapa daerah atau kelompok keluarga yang secara finansial cukup namun tidak memberikan pola asuh yang baik sehingga sumber daya yang mereka miliki tidak bisa meningkatkan status gizi anak yang kemudian menyebabkan stunting.
“Menurut kami paling berdampak adalah pola asuh. Ada beberapa daerah yang mungkin secara supply makanannya tidak ada dan biasanya daerah tersebut juga memiliki pola asuh yang buruk. Lalu ada juga daerah yang cukup ketersediaannya, tapi pola asuhnya buruk. Ini rentan stunting. Apalagi daerah yang pola asuhnya buruk dan tidak memiliki persediaan makanan,“ kata Egi, Rabu (27/4).
Egi mengatakan, pola asuh yang buruk ini juga dipengaruhi oleh letak geografis, seperti daerah-daerah terpencil sehingga warganya mendapatkan informasi dan edukasi mengenai pola asuh yang terbatas. Karena ketersediaan sumber daya manusia di bidang kesehatan minim dan saat itu belum banyak jaringan internet yang masuk sehingga masyarakat merasa tidak ada masalah dengan anaknya.
“Anaknya kurus atau anaknya tidak sesuai tinggi badan di usianya itu mereka anggap biasa atau karena keturunan,” jelas Egi.
Egi juga mengatakan bahwa stunting adalah permasalahan yang kompleks. Selain faktor kesehatan, banyak faktor non-kesehatan yang menyebabkan tingginya kasus stunting di daerah seperti tingkat ekonomi rendah dan ketersediaan bahan pangan.
Baca juga: Padang Panjang Luncurkan Dapur Sehat untuk Atasi Stunting
Menurut Egi dibutuhkan solusi yang melibatkan masyarakat dan sesuai dengan kearifan lokal seperti memberikan pelatihan kepada warga lokal untuk menjadi kader posyandu yang mumpuni sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan dengan baik. Selain itu, optimalisasi bahan pangan lokal di setiap daerah juga menjadi penting mengingat stunting terjadi karena kurangnya asupan gizi yang cukup.
“Salah satu contoh keberhasilan CISDI menerapkan pendekatan ini di daerah Sumbawa NTB, melalui pemanfaatan daun kelor sebagai salah satu upaya untuk mengatasi stunting,” tambah dia.
Pada kesempatan terpisah, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan, langkah pertama yang dilakukan untuk mempercepat penurunan stunting di Indonesia berhubungan dengan nutrisi anak, yaitu memastikan mereka mendapatkan asupan protein hewani yang cukup dan terhindar dari penyakit infeksi. Sejumlah makanan yang diketahui menjadi sumber protein hewani antara lain telur, susu, ikan, daging ayam dan daging sapi.
Di sisi lain, Budi juga memandang penting pemahaman orangtua dalam pencegahan stunting, khususnya pemahaman ibu akan pemberian nutrisi yang tepat bagi anak. Budi meyakini semua orangtua akan memberikan hal terbaik agar anaknya tumbuh sehat. Untuk itu penyuluhan oleh tenaga medis dibutuhkan dalam membantu orangtua memahami dan menerapkan pola pengasuhan yang memperhatikan nutrisi bagi anak.
Penanggulangan masalah stunting juga sangat penting didasarkan pada data dan kajian yang komprehensif sehingga eksekusi strateginya tepat sasaran dan efektif saat diimplementasikan. Alur kegiatan, edukasi dan sosialisasi penanggulangan juga harus didukung pemahaman tentang budaya masyarakat sehingga semua elemen masyarakat dapat berperan dalam mendukung penanggulangan stunting. (R-3)
Balita berumur kurang dari dua tahun menjadi kelompok paling berisiko terhadap dampak dari screen time (paparan waktu layar).
Antara 25%–50% anak mengalami masalah tidur saat masa tumbuh kembang, yang dapat berdampak signifikan terhadap fungsi kognitif, perilaku, dan kesehatan fisik maupun mental.
Data juga menunjukkan 1,4 juta perempuan hamil dan menyusui mengalami malnutrisi.
Orangtua korban baru mengetahui selama ini baby sitternya suka memukul dan menganiaya anaknya.
Orangtua bisa mengajarkan anak yang sudah berusia di atas 2 tahun untuk membuang ingusnya sendiri.
MEMBELI sepatu untuk balita bisa menjadi hal yang menantang. Tak jarang, sepatu balita yang dibelikan orangtuanya kebesaran atau kekecilan.
Tidak hanya menyenangkan, bermain juga diakui sebagai sarana penting untuk menumbuhkan berbagai keterampilan hidup yang esensial.
Langkah yang dapat dilakukan orangtua dalam mendorong anak supaya terbiasa mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi antara lain melalui pembelajaran dari kebiasaan sehari-hari.
Kebiasaan makan bergizi seimbang beragam dan aman pada anak bukan semata tentang apa yang disajikan, namun juga penanaman nilai gizi secara konsisten dalam keluarga.
Orangtua dianjurkan untuk menyajikan camilan sehat seperti buah potong segar, jagung rebus, ubi kukus, bola-bola tempe, puding susu tanpa gula tambahan, atau dadar sayur mini.
Pertanian tetap menjadi sektor terbesar untuk pekerja anak, menyumbang 61% dari semua kasus, diikuti oleh jasa (27%), seperti pekerjaan rumah tangga.
Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia Gita Kamath mengatakan bidan merupakan inti dari sistem perawatan kesehatan primer, terutama bagi perempuan dan anak perempuan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved