Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
PEMBAHASAN RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) telah diusung sejak 2016, namun tidak kunjung disahkan. Hal itu menjadi suatu urgensi legislasi untuk merekonstruksi pembangunan hukum Indonesia.
Perhimpunan Profesi Hukum Kristiani (PPHKI) dan Jaringan Peduli Anak Bangsa (JPAB) pun mengadakan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Menggali Pemikiran & Masukan Untuk RUU TPKS”. Narasumbernya ialah Guru Besar Antropologi UI Sulistyowati Irianto dan mantan Komisioner Komnas Perempuan Sri Nurherwati.
FGD yang dihadiri perwakilan Aras Gereja, yaitu Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Konferensi Wali GerejaIndonesia (KWI), Bala Keselamatan, Persekutuan Baptis Indonesia (PBI), Gereja Ortodoks Indonesia, Persekutuan Gereja-Gereja & Lembaga Injili Indonesia(PGLII).
Dari pertemuan itu menunjukkan kepedulian umat Kristiani dan Katolik untuk menyampaikan seruan bersama. Sehingga, pemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU TPKS menjadi UU, sekaligus menggali masukan yang konstruktif.
Baca juga: Menteri PPPA Bintang Sebut Perempuan Masih Alami Beban Ganda
Sulistyowati menilai pengentasan kemiskinan masyarakat bukan hanya lewat pembangunan ekonomi, namun juga lewat reformasi hukum. Berikut, penguatan literasi, pengakuan identitas dan akselerasi bantuan hukum.
Adapun Sri Nurherwati berpandangan RUU TPKS berpotensi dipolitisasi, sehingga agak sulit untuk disahkan. Padahal, dalam RUU ini banyak pembaruan hukum acara pidana khusus, serta pemulihan yang difokuskan bagi korban.
Pengesahan rancangan beleid yang dinantikan masyarakat sebagai respons kedaruratan seksual, mengatur lima tindak pidana khusus. Rinciannya, perbuatan seksual nonfisik dan fisik, penyebarluasan gambar atau rekaman bermuatan seksual di luar kehendak, serta pemaksaan kontrasepsi.
Baca juga: Panja Telah Selesaikan 75 Dari 251 DIM Substansial RUU TPKS
Kemudian, memanfaatkan tubuh orang terkait keinginan seksual dan perbuatan memaksa saksi/korban. Menariknya, di tengah sulitnya pengungkapan dan pembuktian kasus kekerasan seksual, RUU ini menawarkan pembaharuan hukum acara pidana.
Salah satunya: Keterangan saksi korban sudah cukup membuktikan bahwa terdakwa bersalah, apabila disertai salah satu bukti sah lainnya (Pasal 19 ayat 1). Perwakilan PGI Rida Damanik menyatakan agar pembahasan Daftar Inventaris Masalah RUU TPKS dapat diselesaikan. Serta, perlu didukung peraturan pemerintah agar dapat diimplementasikan.
Adapun dari KWI, Azas Tigor Nainggolan, menyampaikan bahwa RUU TPKS merupakan rekonstruksi dari aturan hukum yang ada (KUHP). Selanjutnya, Jevry Ambitan dari Bala Keselamatan, menekankan kerinduan gereja sebagai bagian dari bangsa untuk mendukung pengesahan RUU TPKS. Diharapkan, dapat mengembalikan hukum pada tujuannya.(RO/OL-11)
Hingga kini, baru 4 dari 7 peraturan pelaksana dari UU TPKS yang ditetapkan pemerintah.
Komnas Perempuan mendorong Presiden Joko Widodo mengesahkan lima dari tujuh peraturan pelaksana UU TPKS yang tersisa.
CALON presiden (capres) nomor urut 1 Anies Baswedan memastikan tidak akan membiarkan pemerkosa melenggang bebas tanpa dihukum.
Proses penyusunan dan pembentukan peraturan turunan UU TPKS berupa Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) sudah memasuki tahapan proses akhir
Kekerasan seksual merupakan isu krusial yang masih rawan terjadi di tempat kerja.
Jelang dua tahun pengesahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), pemerintah belum juga mengesahkan aturan pelaksanaan undang-undang tersebut
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menilai pencegahan terhadap saksi termasuk tindakan upaya paksa. Bahkan, tidak semestinya diberlakukan kepada seseorang yang belum menjadi tersangka.
Surat usulan pemakzulan terhadap Gibran telah dikirimkan Forum Purnawirawan TNI kepada MPR/DPR RI sejak bulan lalu.
WAKIL Ketua Badan Legislasi DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengkritik Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah melampaui kewenangan konstitusional karena menetapkan pemisahan pemilu nasional dan lokal
Ketua Komisi II DPR itu mengatakan saat ini DPR juga belum menentukan sikap resmi. Soal putusan MK masih jadi topik diskusi antarfraksi.
KOMISI VI DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Spesifik ke salah satu sub Holding Perkebunan PTPN III (Persero), PTPN IV PalmCo.
duta besar (dubes) luar negeri Indonesia tidak boleh mengalami kekosongan sebab posisi dubes memiliki peran yang strategis bukan hanya sebagai simbol resmi representasi Indonesia
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved