Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Dorong Komitmen Berkelanjutan Industri di Tanah Air

Mediaindonesia.com
29/3/2022 11:11
Dorong Komitmen Berkelanjutan Industri di Tanah Air
Acara inisiatif keberlanjutan yang strategis bernama Apical 2030.(Ist)

INDONESIA menunjukkan komitmennya pada pembangunan berkelanjutan melalui agenda Presidensi G-20 Indonesia yang tengah berlangsung. Hal itu ditunjukkan dengan penetapan tiga isu prioritas Presidensi G-20 Indonesia, salah satunya ialah transisi energi berkelanjutan.

Presidensi ini dinilai menjadi platform yang sangat penting bagi Indonesia sebagai warga global untuk mendukung energi bersih dan penanganan iklim dunia. Pilar transisi energi ini diharapkan menghimpun komitmen-komitmen global yang lebih kuat untuk mencapai target Agenda 2030 sebagai tujuan pembangunan berkelanjutan, meningkatkan pemanfaatan teknologi bersih, dan mengintensifkan pendanaan transisi energi.

Melalui Presidensi G-20 kali ini, Indonesia juga ingin menunjukkan komitmen industri berkelanjutan di Tanah Air. Hal itu antara lain akan dibahas melalui agenda The First Meeting Trade, Industry, and Investment Working Group (TIIWG) G-20 di Surakarta, Jawa Tengah, beberapa waktu mendatang.

“Kami ingin menunjukkan kepada dunia bahwa kita sudah mengadopsi dan menerapkan standar keberlanjutan yang memang sudah menjadi komitmen,” kata Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kementerian Perindustrian Eko SA Cahyanto pada konferensi pers virtual, Jumat (25/3).

Di sisi lain, komitmen berkelanjutan juga harus datang dari pelaku industri. Menurut Eko, industri merupakan salah satu sektor pengguna energi terbesar sehingga penting bagi industri untuk bisa lebih efisien dalam penggunaan energinya.

Salah satu sektor industri vital di Indonesia ialah industri sawit. Komoditas kelapa sawit berkontribusi terhadap 3,5% produk domestik bruto (PDB) nasional serta 13% dari total ekspor nonmigas sebesar US$11,5 miliar hingga Mei 2021 dan US$18,4 miliar pada 2020.

Seperti diketahui, produk sawit juga berperan pada pengembangan biodiesel (B30) sebagai salah satu alternatif bahan bakar minyak (BBM) untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Inovasi itu merupakan bagian dari upaya mengurangi emisi karbon dan mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan rendah karbon.

Komitmen berkelanjutan dari pelaku industri sawit antara lain datang dari salah satu produsen minyak sawit terbesar di Indonesia, Apical Group. 

Sebagai produsen dan pendistribusi produk minyak kelapa sawit berkelanjutan, Apical Group.  meluncurkan sebuah inisiatif keberlanjutan yang strategis bernama Apical 2030. Inisiatif ini terdiri atas komitmen pada empat pilar strategis, yaitu kemitraan transformatif, aksi iklim, inovasi hijau, dan kemajuan inklusif dalam 10 tahun ke depan.

Target yang ditetapkan Apical Group.  terkait erat dengan filosofi bisnis dari grup, yaitu 5C (good for community, country, climate, customer, company), tujuan lingkungan, sosial dan tata kelola (LST), dan sembilan dari tujuan pembangunan berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNSDG).

Dengan pendekatan inklusif dan rencana strategis untuk mencapai akuntabilitas dan dampak yang lebih besar, Apical 2030 akan mendorong upaya grup perusahaan dalam membangun rantai pasokan yang lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab serta mengatasi tantangan LST saat ini.

“Berfokus untuk menciptakan dampak sosial, lingkungan, dan bisnis yang positif, Apical 2030 mempercepat komitmen keberlanjutan kami. Melalui target yang berfokus pada keberlanjutan, kami berkomitmen menjalankan filosofi bisnis kami dengan melakukan apa yang baik bagi masyarakat, negara, iklim, dan pelanggan. Dengan demikian, hal itu akan berdampak baik juga bagi perusahaan,” kata President of Apical Group Dato’ Yeo How.

Pada pilar pertama Apical 2030, yakni kemitraan transformatif, Apical memiliki empat target yang bertujuan untuk berkolaborasi dengan pemangku kepentingan di sepanjang rantai pasokan. Hal ini untuk memacu perubahan positif terkait kepatuhan akan kebijakan tanpa deforestasi, tanpa gambut, dan tanpa eksploitasi (NDPE), ketertelusuran, dan konservasi.

Hal yang dilakukan antara lain berkolaborasi dengan pemasok untuk mencapai 100% rantai pasokan yang sesuai kebijakan NDPE. Kedua, melibatkan 100% pemasok untuk verifikasi ketertelusuran yang independen pada 2025.

Selanjutnya, berkolaborasi dengan pemasok untuk mendorong penggunaan energi bersih melalui 20 pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBG). Terakhir, bermitra dengan pemasok untuk melestarikan hutan dan lahan gambut seluas 150.000 ha di dalam lanskap area Apical pada 2030.

Untuk pilar kedua, yakni aksi iklim, ada dua target yang bertujuan mengambil tindakan mendesak untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya. Pertama, mengurangi 50% intensitas emisi gas rumah kaca (GRK) dalam produksi kami pada 2030. Kedua, mencapai netral karbon pada 2050.

Pilar selanjutnya, inovasi hijau, juga memiliki dua target yang bertujuan memanfaatkan inovasi mencapai operasi yang semakin berkelanjutan. Pertama, 38% dari total penggunaan energi berasal dari sumber energi terbarukan dan bersih. Kedua, meningkatkan intensitas penggunaan air hingga 30% melalui solusi sirkular.

Terakhir soal pilar kemajuan inklusif, ada dua target yang bertujuan memberdayakan masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan melalui inisiatif yang disesuaikan. Pertama, mendukung masyarakat melalui 30 desa berkelanjutan atau sustainable living villages (SLV) pada 2030. Kedua, mendukug 5.000 petani swadaya untuk mencapai sertifikasi pada 2030.

“Membangun rantai pasokan dan industri yang lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab membutuhkan komitmen dan upaya bersama dari semua pihak termasuk mitra industri, perusahaan kelapa sawit, petani swadaya dan LSM di antara yang lainnya,” tambah Yeo How.

Target keberlanjutan

Lebih jauh, Apical 2030 dibangun dengan berbagai upaya yang ada serta menambahkan target keberlanjutan yang ambisius untuk perubahan yang transformatif dan berkelanjutan di sektor minyak sawit.

Menguraikan perjalanan menuju Apical 2030, Executive Director of Apical Group Pratheepan Karunagaran mengatakan pihaknya menyadari tantangan yang akan terjadi pada iklim, lingkungan, dan masyarakat.

“Sebagai bisnis dengan rekam jejak global, kami memahami kontribusi dan peran penting kami di pasar tempat kami beroperasi. Dengan demikian, upaya dan target keberlanjutan kami juga dimaksudkan untuk mendukung agenda LST nasional,” jelas Pratheepan.

Apical pun mengambil pendekatan yang komprehensif untuk membangun rantai pasokan minyak sawit yang transparan, tertelusur, dan berkelanjutan. Hal itu antara lain dengan mengembangkan serta merilis kebijakan keberlanjutan pada 2014, publikasi tahunan laporan keberlanjutan sejak 2016, dan peluncuran implementasi keberlanjutan Apical (Kerangka A-SIMPLE) pada 2020, sebuah mekanisme untuk memastikan implementasi yang efektif dari kebijakan keberlanjutan.

Bagian hulu

Untuk mendukung industri hilir, sister company Apical Group, Asian Agri, yang bergerak di hulu, mendukung pembangunan sustainable development goals (SDGs) sebagai rangkaian menuju industri kelapa sawit berkelanjutan.

Director of Sustainability and Stakeholder Relations Asian Agri Bernard Riedo menyebut komitmen ini ditunjukkan melalui program Asian Agri 2030.

“Terintegrasinya strategi bisnis Asian Agri dengan prinsip-prinsip SDGs akan berdampak positif bagi kinerja Asian Agri sampai 2030. Kami berkomitmen untuk melakukan program-program keberlanjutan yang lebih besar dari yang seharusnya atau beyond sustainability,” ungkapnya.

Empat pilar strategis

Asian Agri 2030 terdiri atas empat pilar strategis. Pilar pertama ialah kemitraan dengan petani. Bernard menjelaskan, ada keterlibatan intensif dengan petani untuk meningkatkan kehidupan lebih baik.

Ada empat target yang ingin dicapai dalam pola kemitraan dengan petani. Itu antara lain meningkatkan pendapatan petani mitra hingga dua kali lipat melalui program penanaman kembali atau replanting, 100% pencapaian program replanting petani mitra, 100% pencapaian sertifikasi Indonesia sustainable palm oil (ISPO) untuk petani mitra, dan 5.000 petani swadaya mendapatkan sertifikasi roundtable on sustainable palm oil (RSPO).

Pilar kedua ialah pertumbuhan inklusif. Targetnya antara lain mengatasi kemiskinan ekstrem di sekitar area operasional perusahaan, mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di desa-desa sekitar area operasional perusahaan seluas lebih dari 500.000 ha, menyediakan akses pendidikan berkualitas melalui pemberian 5.000 paket beasiswa, dan mengoptimalkan pengutipan minyak residu.

“Terkait minyak residu sekarang ini pabrik kami telah menerapkan teknologi memisahkan minyak yang kotor dengan main oil. Upaya ini supaya dapat sejalan dengan target untuk food. Adapun minyak yang dipisahkan (kotor) mendukung policy ke renewable energy,” ujar Bernard.

Pilar ketiga ialah iklim positif. Bernard menjelaskan perusahaan ingin menuju komitmen net zero. Melalui pilar ini diharapkan dapat mempromosikan minyak sawit berkelanjutan melalui praktik pengelolaan terbaik.

“Target dari pilar ini, yaitu one to one area restorasi ekosistem, mencapai tingkat emisi netral dari penggunaan lahan, mengoptimalkan pembangunan fasilitas penangkap gas methane untuk seluruh pabrik pengolahan kelapa sawit milik perusahaan, dan 100% penggunaan energi terbarukan di seluruh operasional perusahaan,” jelasnya.

Pilar keempat, yaitu produksi yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Upaya ini dilakukan melalui tindakan terintegrasi untuk membangun produk berkelanjutan.

Ada empat target dalam pilar ini, antara lain tidak membuka lahan baru untuk menjadi area perkebunan kelapa sawit, menerapkan praktik yang ramah lingkungan untuk operasional berkelanjutan, mengimplementasikan ekonomi sirkular melalui praktik operasional terbaik, dan mengurangi 50% penggunaan pestisida. (Ifa/Ant/S3-25)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya