Sertifikasi Penetapan Produk Halal Hasil Sinergi Berbagai Pihak

Ferdian Ananda Majni
19/3/2022 09:28
Sertifikasi Penetapan Produk Halal Hasil Sinergi Berbagai Pihak
Wapres Ma'aruf Amin dalam acara Penncanangan Ekosistem Global Halal Hub di Kebon Nanas, Tangerang, Banten, Kamis (27/1/2022).(ANTARA/MUHAMMAD IQBAL)

PERUBAHAN mendasar dalam proses sertifikasi halal setelah terbitnya Undang Undang No 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal (JPH) salah satunya, proses sertifikasi halal tidak hanya dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tetapi sinergitas para pihak.

"Yang jelas bahan-bahannya ada sertifikat halal atau bahan itu masuk ke dalam bahan yang dikecualikan dari kualifikasi halal, tentu ada ikrar halal atau akad halal, dan ada persyaratan lainnya dilakukan verifikasi serta validasi oleh pendamping PPH melalui pelatihan," kata Kepala Pusat Registrasi Sertifikasi Halal Mastuki dalam konferensi pers secara virtual Jumat (18/3).

Pihaknya juga menetapkan biaya yang berbeda-beda untuk proses sertifikasi produk halal terhadap usaha menegah besar dan produk dari luar negeri, meliputi biaya administrasi berkisar Rp5 juta hingga Rp12,5 juta.

Baca jugaKadar Proteksi Antibodi Masyarakat Terhadap Covid-19 Cukup Tinggi

"Juga dikaitkan dengan jenis produk yang diajukan oleh pelaku usaha menengah, dan besar atau luar negeri . Ini kategori berbeda-beda bahkan ada yang sampai Rp21 juta seperti vaksin," sebutnya.

Dia memastikan bahwa batas biaya tertinggi yang ditetapkan BPJPH itu digunakan lembaga pemeriksaan halal seperti LPH LPPOM MUI sebagai lembaga yang sudah eksis sejak sebelum adanya UU Nomor 33 Tahun 2014. 

"Mereka juga sudah masuk ke ekosistem BPJPH dalam penerbitan sertifikat halal. Unit cost yang dibutuhkan LPH dan rinciannya digabungkan dengan biaya administrasi yang nanti akan dikeluarkan invoice single payment BPJPH," terangnya.

Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Ni'am Sholeh menjelaskan pihaknya sepakat untuk saling menguatkan dalam mengakselerasi sertifikasi halal.  

"MUI dan BPJPH sepakat untuk saling menguatkan dalam mengakselerasi proses sertifikasi halal dengan saling berbagi informasi dan membangun sinergi," jelasnya

Menurutnya MUI dan BPJPH menjalan sinergi hubungan keagamaan dan fungsi administrasi kenegaraan. Sehingga MUI menjalankan tugas lembaga keagamaan di dalam menetapkan hukum keagamaan yaitu penetapan kehalalan. 

Negara melalui BPJPH mengadministrasikan urusan agama. Mulai dari pendaftaran sertifikasi halal, penetapan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), sampai penerbitan sertifikat halal. 

"Dalam rangkaian sertifikasi halal, MUI bertindak menetapkan kehalalan suatu produk yang pemeriksaan saintifiknya dilakukan oleh LPH," lanjutnya.

Baca juga: KPAI: Perlu ada Payung Hukum Pengasuhan Anak

Sedangkan LPH melalui auditor halal bertindak sebagai saksi dan ahli di dalam proses fatwa halal. Sehingga tugas audit yang dilakukan oleh LPH hakikatnya adalah proses penetapan fatwa halal melalui perspektif keahlian yang dimiliki oleh auditor dan LPH

Tentunya BPJPH merepresentasi peran negara mengadministrasikan urusan keagamaan terkait halal. Pendaftaran sertifikasi halal, sertifikat halal, dan label halal itu bagian dari fungsi administrasi negara yang dijalankan oleh BPJPH berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). 

"Sertifikat halal yang juga diterbitkan oleh BPJPH juga bentuk administrasi hukum agama ke dalam hukum negara, juga label halal," pungkas Asrorun.

Sebelumnya, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag), Muhammad Aqil Irham mengatakan, setidaknya ada tiga pihak yang terlibat dalam proses sertifikasi halal sebuah produk usaha yang diajukan oleh para pelaku usaha.

“Ada tiga aktor yang diatur dalam UU No 33 Tahun 2014, terlibat dalam proses sertifikasi halal, yaitu BPJPH, Lembaga Pemeriksa Halal atau LPH, dan MUI,”kata Aqil Irham dalam keterangannya Jumat (18/3).

Dia menambahkan, masing-masing pihak sudah memiliki tugas dan tanggung jawabnya dalam tahapan sertifikasi halal, sejak dari pengajuan pemilik produk hingga terbitnya sertifikat.

Dia memberikan contoh seperti BPJH, yang memiliki tugas untuk menetapkan regulasi, menerima dan memverifikasi pengajuan produk yang akan disertifikasi halal dari pelaku usaha, dan menerbitkan sertifikat halal beserta label halal.

Sementara LPH, kata Aqil, bertugas melakukan pemeriksaan dan atau pengujian kehalalan produk yang diajukan untuk sertifikasi halalnya.

“Pemeriksaan ini dilakukan oleh auditor halal yang dimiliki oleh LPH,” sambungnya.

Baca jugaAtasi Saraf Kejepit, Raffi Ahmad Jalani Tindakan Endoskopi

Sementara pihak ketiga, kata Aqil, adalah MUI yang memiliki wewenang untuk menetapkan kehalalan produk melalui sidang fatwa halal yang dilakukan oleh Komisi Fatwa MUI. Ketetapan halal ini, lanjutnya, baik yang terkait dengan standar maupun kehalalan produk.

“Sertifikat halal yang diterbitkan BPJPH didasarkan atas ketetapan halal MUI,” tegasnya.

Kepala Pusat Registrasi Sertifikasi Halal BPJPH, Mastuki menuturkan, BPJPH tidak bisa mengeluarkan sertifikasi halal kalau tidak ada ketetapan halal dari MUI melalui sidang fatwa.

Sebab, lanjutnya, ketetapan halal MUI merupakan aspek hukum agama (syariah Islam). Sedangkan sertifikasi halal yang diterbitkan BPJPH adalah bentuk pengadministrasian hukum agama ke dalam hukum negara.

“Label Halal Indonesia baru bisa dicantumkan dalam kemasan produk setelah mendapat sertifikasi halal dari BPJPH,” tuturnya.

Terkait LPH, Mastuki menjelaskan bahwa saat ini ada tiga LPH yang telah menjalankan tugasnya dalam melakukan kegiatan pemeriksaan dan pengujian kehalalan produk di dalam proses sertifikasi halal.

Ketiga LPH tersebut yaitu LPH LPPOM MUI, LPH Sucofindo, dan LPH Surveyor Indonesia. Selain itu, ada sembilan institusi yang pengajuan akreditasinya sudah lengkap dan terverifikasi menjadi LPH.

Sembilan institusi tersebut yaitu Yayasan Pembina Masjid Salman ITB Bandung, Balai Pengembangan Produk dan Standarisasi Industri Pekanbaru Riau, Dewan Pengurus Pusat Hidayatullah Jakarta, Kajian Halalan Thayyiban Muhamadiyah Jakarta.

Balai Sertifikasi Direktorat Standarisasi dan Pengendalian Mutu Kementerian Perdagangan, Universitas Hasanuddin Makassar, Yayasan Bersama Madani Kota Tengah Padang Sumatera Barat, Universitas Brawijaya, dan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

Dari jumlah itu, kata Mustaqi, sebanyak delapan institusi sudah selesai proses integrasi sistem, sedang satu institusi masih dalam proses integrasi sistem.

Selain itu, Mastuki mengungkapkan bahwa BPJPH telah membentuk tim akreditasi LPH sejak 10 November 2021 untuk memproses permohonan tersebut.

“Sejumlah Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) juga sudah mulai mengajukan permohonan untuk menjadi LPH,” pungkasnya. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya