KEMENTERIAN Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) menganggap vaksinasi anak atau siswa bukan syarat pembelajaran tatap muka (PTM). Hal itu mengacu pada surat keputusan bersama (SKB) empat menteri terbaru.
"Sesuai SKB 4 Menteri, vaksinasi siswa bukan syarat PTM," ujar Dirjen PAUD Dikdasmen, Jumeri kepada Media Indonesia, Rabu (5/1).
Hal itu berbeda dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Kedua lembaga itu menyatakan, PTM baru bisa dilakukan jika dosis penuh vaksinasi telah tuntas diberikan kepada guru, tenaga pendidik dan siswa.
"Anak yang dapat masuk sekolah ialah anak yang sudah diimunisasi covid-19 lengkap dua kali tanpa komorbid," kata Ketua Umum IDAI Piprim Basarah Yanuarso.
Saat dikonfirmasi, Jumeri menyampaikan, masyarakat mesti paham bahwa wajib PTM tidak diterapkan di semua daerah. "Hanya daerah atau wilayah tertentu dengan level PPKM 1 dan 2 serta cakupan vaksinasi lengkap sudah memadai bisa menggelar PTM 100%," tanpa menjabarkan berapa angka pastinya.
Menurutnya, masih ada daerah yang level PPKM 1 dan 2, namun cakupan vaksinasi belum memadai diizinkan PTM 50% dan bergantian. Semua itu sudah tertera dalam SKB 4 Menteri yang dijelaskan berdasarkan kategori daerah. "Tidak semua 100%, ada yang 50%," tegasnya.
Diketahui, saat ini baru 58% dari 26,73 juta siswa berusia 6 tahun ke atas yang divaksinasi dosis pertama dan hanya 37% siswa yang sudah divaksinasi lengkap.
Sementara itu, untuk pendidik dan tenaga kependidikan, 81% atau 3,66 juta dari 4,5 juta telah mendapatkan vaksinasi dosis pertama. Untuk vaksinasi lengkap mencapai 3,26 juta atau 72%.
Dalam rekomendasinya, IDAI menyatakan PTM 100% bisa dilakukan pada anak usia 12-18 tahun, dengan syarat apabila tidak ada peningkatan baik kasus covid-19 maupun transmisi lokal omikron di daerah tersebut. Selain itu, positivity rate harus di bawah 8%.
Sementara itu, pada anak usia 6-11 tahun, IDAI merekomendasikan agar PTM dilakukan dengan hibrida, yakni 50% luring dan 50% daring. Sekolah dan pemerintah harus memberikan kebebasan kepada orangtua dan keluarga untuk memilih pembelajaran tatap muka atau daring. Tidak boleh ada paksaan. (H-2)