Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

80% Dana Karhutla Masih Berfokus pada Pemadaman

Atalya Puspa
28/6/2021 14:14
80% Dana Karhutla Masih Berfokus pada Pemadaman
Ilustrasi(Antara)

DIREKTUR Eksekutif Kemitraan Laode M. Syarif mengungkapkan, dalam mengatasi masalah kebakaran hutan dan lahan, pemerintah semestinya berfokus pada gerakan pencegahan. Ia menyebut, bahkan saat ini 70%-80% dana penanganan karhutla masih dialokasikan untuk pemadaman.

"Dana dari BNPB bersifat oncall maka dana tersebut akan turun kalau sudah terjadi bencana karhutla. Fakta di lapangan, jika karhutla sudah terjadi dan meluas terutama di lahan gambut sangat sulit untuk dipandamkan. Untuk itu, kita harus fokus pada pencegahannya bukan pemadamannya," tegas La Ode dalam Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Komsi IV DPR yang diselenggarakan secara virtual, Senin (28/6).

Ia membeberkan, pemerintah harus meningkatkan secara signifikan langkah pencegahan karhutla dengan menyediakan peralatan, memperkuat patroli, membuat sistem deteksi dini, dan membuat moratorium pembukaan lahan gambut.

"Di sini elemen masyarakat juga harus diperkuat," ucap Laode.

Pada kesempatan tersebut, Greenpeace Indonesia Country Director Leonard Simanjuntak mengungkapkan, berdasarakan data yang dihimpun oleh Greenpeace Indonesia, pemerintah masih belum optimal dalam melakukan penegakan hukum bagi perusahaan pemegang izin yang melanggar ketentuan di lapangan.

Ia menyatakan, dalam aturan HGU yag ada pada aturan ATR/BPN nomor 15 tahun 2016 tentang Pembatalan HGU dan Hak Pakai pada Lahan Terbakar, salah satu poinnya jelas menegaskan bahwa pemegang HGU wajib membayar kas negara sebesar Rp1 miliar per hektar atau dibatalkan HGU-nya apabila terbukti terdapat kebakaran lahan lebih dari 50% di areanya.

"Di tahun 2019 kami melihat ada sejumlah perusahaan HGU yang terbakar luasnya lebih dari 50%. Dan berdasarkan denda yang disebutkan dalam peraturan ATR/BPN bahwa ternyata ada potensi perusahaan-perusahaan tersebut mendapatkan sanksi Rp5,7 triliun bagi pemeirntah. Dan denda ini sampai saat ini tidak ada kabar apakah ini dilakukan atau tidak," bebernya.

Untuk itu, Leonard meminta agar pemerintah melakukan penegakan hukum yang tegas bagi pemegang izin dan membuka askes ke publik terhadap data penegakan hukum sehingga masyarakat bisa membantu monitoring kejadian kebakaran lahan di Indonesia.

Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Bambang Hero mengungkapkan bahwa kebakaran hutan dan lahan bukanlah bencana alam. Pasalnya, 99% kejadian karhutla disebabkan oleh ulah manusia. Kebakaran hutan akibat alam hanya dapat disebabkan oleh dua hal, yakni guguran larva dari gunung merapi dan petir.

"Kebakaran adalah perbuatan manusia. Kalau masih dikatakan sebagai bencana alam, ini tidak bisa diproses pidahanya. Banyak korporasi yang akhirnya berlindung di balik kata bencana alam itu," ucap Bambang.

"Sjatinya karhutla terjadi akibat ulah manusia, maka upaya pengendaliannya dapat dilakukan," pungkasnya.

Baca juga : Keterisian Pasien Covid di RSD Wisma Atlet Capai 88%

Di sisi lain, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya menyatakan, pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk menjaga keberlangsungan hutan di Indonesia. Hal itu dibuktikan dalam berbagai capaian yang ada.

Dalam pengelolaan hutan, kata Siti, deforestasi dan degradasi hutan menjadi perhatian banyak negara. Indonesia mulai menghitung tingkat deforestasi sejak tahun 1990. Faktanya,deforestasi tertinggi terjadi pada periode tahun 1996 sampai 2000, sebesar 3,5 juta ha per tahun, periode 2002 sampai 2014 menurun, dan mencapai titik terendah laju deforestasi pada tahun 2020 sebesar 115 ribu ha.

Kebakaran hutan di tahun 2015 dengan luas areal terbakar 2,6 juta ha dari interpretasi citra satelit serta 1,6 juta hektar pada tahun 2019, memberikan pelajaran sangat berharga dan kemudian terus diupayakan dengan kerja keras untuk mengatasinya. Pada tahun 2020 ditetapkan kebijakan dan dilaksanakan langkah pencegahan secara permanen dan dilaksanakan ekstra hati-hati melalui upaya-upaya monitoring hotspot dan patroli, sistem paralegal untuk membangun kesadaran bersama masyarakat, teknik modifikasi cuaca, tata kelola gambut, dan penegakkan hukum.

“Tidak mudah dan penyelesaian selama beberapa tahun, dan dalam turbulensi interaksi yang cukup berat antar berbagai elemen stakeholders, teurtama dengan dunia usaha. Dan ditahun 2020 kemarin kita berhasil menekan areal kebakaran hutan hanya menjadi sekitar 290 ribu hektar,” ungkapnya.

Gambaran itu bisa juga kita lihat pada konteks emisi karbon yang bisa dihitung. Emisi GRK pada 2015 sebesar 1,5 Gton CO2 eq, pada tahun 2019 menjadi 0,9 Gton CO2eq, Diantara 0,9 Gton CO2eq tersebut, yang berasal dari kebakaran hutan dan lahan tercatat sebesar 0,45 Gton CO2 eq; dan pada tahun 2020 turun menjadi emisi hanya 0,03 Gton CO2 eq. Ini artinya bahwa kebijakan Yth Presiden Bapak Jokowi untuk pengendalian kebakaran hutan dan lahan, dengan pencegahan permanen, telah menunjukkan hasil kerja dan harus dipertahankan dan untuk terus ditingkatkan.

“Dalam kaitan itu, maka paradigma pembangunan bidang kehutanan yang dikembangkan di era Presiden Jokowi, menjadi realistis dan cukup relevan menjawab permasalahan yang ada. Yang penting bagaimana selanjutnya ke depan yang harus dilakukan,” pungkasnya. (OL-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Baharman
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik