Headline

Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan

Fokus

Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah

Gandeng Korea Selatan, BPPT Percepat Penyebaran Teknologi Hijau

Faustinus Nua
27/5/2021 14:40
Gandeng Korea Selatan, BPPT Percepat Penyebaran Teknologi Hijau
Kepala BPPT Hammam Riza(MI/Andri Widiyanto )


Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sejak tahun 2019 telah menjalin kerja sama Green Technology Center (GTC) Korea Selatan untuk mencari solusi teknologi terbaik dan tercepat dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Hal itu merupakan upaya untuk menangani krisis iklim global yang dampaknya sudah terjadi di Indonesia.

Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan bahwa sinergi kedua negara terbentuk dalam sebuah wadah bernama Green Technology Partnership Initiative (GTPI). GTC mendukung alih teknologi untuk mempercapat penyebaran teknologi hijau di Indonesia.

"Kita berharap GTC dan GTPI dapat memberikan dukungan kepada BPPT untuk dapat berperan dalam pengembangan teknologi hijau sebagai respons terhadap perubahan iklim global di berbagai sektor seperti pertanian, energi dan lingkungan di Indonesia," ungkapnya dalam keterangan resmi, Kamis (27/5).

Baca juga: Kemenag: Belum Ada Perkembangan Informasi Ibadah Haji

Hammam menyebut, dalam kurun waktu 2015-2019, upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim telah ditingkatkan pemerintah, terlebih untuk target pengurangan gas rumah kaca. Berdasarkan RPJMN 2020-2024, Indonesia menargetkan dapat meningkatkan penurunan emisi GRK sebesar 27,3% pada tahun 2024.

Dirinya menilai untuk menghadapi dan meminimalisasi dampak perubahan iklim, Indonesia harus memusatkan kegiatan berdasarkan beberapa strategi. Salah satunya dengan mengembangkan dan menggunakan teknologi yang mendukung upaya adaptasi dan meningkatkan keberlanjutan masyarakat dalam menghadapi dampak perubahan iklim Secara khusus teknologi untuk meningkatkan keberlanjutan pangan dan kualitas kesehatan.

Semua penelitian dan inovasi teknologi di bidang perubahan iklim menurutnya harus dikolaborasikan dalam sebuah ekosistem inovasi yang melibatkan pemerintah, industri, akademisi, hingga komunitas, atau yang lebih dikenal dengan istilah quadruple helix.

"Sinergi quadhelix ini akan meningkatakan kapasitas dan kualitas penelitian, serta mempercepat penyebaran teknologi hijau di Indonesia melalui alih teknologi dari Korea Selatan," imbuhnya.

Baca juga: Menparekraf Sandiaga Ajak Desa Wisata Ikuti Ajang ADWI 2021

Dia menambahkan bahwa Indonesia rentan terhadap perubahan iklim. Tahun 2020 merupakan tahun yang penuh tantangan bagi Indonesia. Pada awal tahun Indonesia dikejutkan oleh banjir di Jabodetabek dan Banten yang mencatat curah hujan tertinggi dalam 150 tahun dengan korban jiwa yang tinggi.

Menurut laporan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada bulan September 2020 Indonesia berada pada perubahan iklim ekstrim. Berdasarkan pengumpulan data dari 89 stasiun pengamatan BMKG, suhu udara rata-rata bulan September 2020 adalah 27,2°C.

Suhu ini naik 0,6 C dibandingkan dengan suhu rata-rata bulan September periode 1981-2010 di Indonesia yaitu sebesar 26,6°C. Anomali suhu udara di Indonesia September 2020 ini merupakan anomali tertinggi ketiga sepanjang periode data pengamatan. Meningkatnya suhu udara, konsentrasi gas karbondioksida dan gas-gas lainnya di atmosfer akan menyebabkan efek rumah kaca.

World Resources Institute pada tahun 2021 mencatat Indonesia termasuk ke dalam sepuluh negara penyumbang gas rumah kaca terbesar di dunia. Gas ini dihasilkan dari berbagai kegiatan manusia seperti emisi bahan bakar fosil, kehutanan dan penggunaan lahan & gambut, pertanian, lahan gambut, limbah dan juga kegiatan industri. Pada tahun 2017, dua sektor pertama yang disebutkan sebelumnya menyumbang 73% emisi gas rumah kaca di Indonesia. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : HUMANIORA
Berita Lainnya