Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Peserta Vaksinasi dengan Komorbid Harus Berkonsultasi ke Dokter

Ferdian Ananda Majni
27/3/2021 21:00
Peserta Vaksinasi dengan Komorbid Harus Berkonsultasi ke Dokter
Penyuntikan vaksin Covid-19(Antara/Teguh Prihatna)

DOKTER Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Alergi Imunologi, Iris Rengganis mengatakan peserta vaksinasi covid-19 yang mempunyai penyakit bawaan (komorbid) dan riwayat risiko pengentalan darah diperlukan melakukan konsultasi dengan dokter guna meminimalisir terjadi hal-hal yang tak diinginkan.

"Kasus pengentalan darah pada peserta vaksinasi dengan vaksin AstraZeneca di Inggris sudah dipastikan tidak dipicu oleh vaksin. Namun akan lebih baik jika hal-hal yang dapat mencetuskan terjadinya pengentalan darah bisa dihindari. Karenanya, berkonsultasi pada dokter dulu akan lebih baik," kata Prof Iris dalam dialog seri 2 Covid-19: Mengenali Risiko Covid-19 dan Rehabilitasi Medik Bagi Penyitas, Sabtu (27/3).

Dia menambahkan, para peserta vaksinasi yang memiliki komorbid seharusnya juga mempersiapkan diri dan memastikan penyakit penyertanya dalam keadaan terkontrol atau stabil sebelum hari penyuntikan.

"Vaksin itu untuk orang sehat, harus diberikan kepada orang dengan kondisi prima dan sehat, jadi untuk orang dengan komorbid selama terkontrol, itu boleh,” sebutnya. 

Dia tak memungkiri bahwa pada masa-masa awal vaksinasi tentunya banyak item komorbid yang tidak dianjurkan untuk mendapatkan vaksinasi. Namun rekomendasinya terus diperbarui, seperti untuk komorbid diabetes yang sampai mengalami empat kali perubahan. 

"Kini calon peserta dengan komorbid diabetes, sudah diperbolehkan mendapatkan vaksinasi. Dengan catatan gula darahnya terkontrol dalam sebulan terakhir sebelum vaksinasi," jelasnya. 

Bagi peserta vaksinasi dengan komorbid hipertensi, dia menyebut bahwa tensinya harus terkontrol saat akan mendapatkan vaksinasi. Apalagi untuk memastikan kondisi tubuh memang siap untuk divaksinasi, maka dianjurkan berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. 

"Sebab tidak semua komorbid bisa disamakan kasusnya. Beda pasien tentu beda penanganan dan beda kondisinya, sehingga dokter bersangkutan yang akan lebih paham," terangnya. 

Iris mencontohkan orang dengan komorbid diabetes harus mengecek kondisi gula darah minimal terkontrol dalam kurun 1 bulan. Oleh karena itu, pengecekan sangat penting dilakukan lebih awal agar orang dengan komorbid tidak perlu mengambil risiko datang ke lokasi vaksinasi, namun ternyata tidak diizinkan menerima vaksin. 

"Persiapan vaksinasi untuk orang dengan komorbid sama dengan orang lain pada umumnya yaitu tidur dan makan yang cukup. Jadi, pada dasarnya orang dengan komorbid masih diizinkan mengonsumsi obat-obatan saat akan divaksinasi, namun semua kembali kepada dokter yang merawat," tegasnya.

Baca juga : Ada Embargo, Kemenkes Perpanjang Jeda Penyuntikan Vaksin Covid-19

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tu menambahkan, masyarakat yang sudah menerima vaksinasi Covid-19 tidak perlu melakukan tes antibodi untuk memastikan apakah kekebalan terhadap virus korona sudah terbentuk atau belum.

"Alasannya, pemeriksaan antibodi yang ada saat ini hanya mengukur antibodi keseluruhan, belum mampu memeriksa antibodi khusus yang terbentuk dari vaksinasi Covid-19," lanjutnya.

Menurutnya, antibodi yang terbentuk dari vaksinasi Covid-19 disebut sebagai antibodi netralisasi. Sehingga antibodi tersebut berfungsi menetralkan atau menghambat virus corona yang masuk ke dalam tubuh.

Dia menegaskan pemeriksaan antibodi justru akan membingungkan bahkan menyesatkan karena bukanlah hasil sebenarnya. Apalagi pemeriksaan antibodi netralisasi membutuhkan reagen khusus yang belum beredar di laboratorium umumnya.

“Banyak membingungkan, antibodi saya jadi nol setelah vaksinasi. Antibodi vaksin Covid-19 terbentuk setelah 28 hari suntikan kedua. Tetapi bisa terlihat dengan reagen khusus, bukan yang ada di pasaran untuk melihat antibodi keseluruhan,” paparnya 

Saat ini telah menjadi kesepakatan agar tidak perlu melakukan pemeriksaan sebelum atau sesudah vaksinasi Covid-19 kecuali untuk kepentingan penelitian atau apabila alat standar pemeriksaan antibodi netralisasi sudah tersedia di Indonesia.

"Vaksinasi Covid-19 tetap akan membentuk antibodi di dalam tubuh penerima, namun tidak perlu diukur kadar atau keberadaannya. Pemeriksaan antibodi netralisasi atau antibodi yang terbentuk setelah vaksinasi, baru dilakukan oleh Bio Farma," tegasnya.

Iris memastikan kadar antibodi mulai meningkat setelah suntikan pertama vaksin Covid-19 dan semakin optimal saat suntikan kedua. Namun, pada vaksinasi kedua, barulah antibodi naik ke level protektif atau antibodi netralisasi yang bisa melindungi tubuh dari virus dengan rentang waktu 14-28 hari setelah suntikan kedua vaksin Covid-19.

“Vaksin mati tidak bisa mereplikasi sendiri dalam tubuh sehingga perlu dirangsang lagi. Pada suntikan pertama muncul antibodi tahap tertentu, lalu dirangsang lagi baru muncul antibodi netralisasi,” pungkasnya.

Meskipun demikian, waktu pembentukan antibodi netralisasi tentunya berbeda-beda dan tergantung respons imun setiap orang. Namun, pada orang dengan usia lebih muda mungkin bisa terbentuk lebih cepat. Sedangkan kelompok lansia bisa lebih lambat membentuk antibodi netralisasi. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya