Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Kebiri Kimia dinilai tak Efektif Beri Efek Jera

Suryani Wandari Putri Pertiwi
26/2/2021 22:01
Kebiri Kimia dinilai tak Efektif Beri Efek Jera
Ilustrasi kekerasan seksual(Ilustrasi)

KASUS kekerasan seksual masih menunjukkan tren peningkatan di Indonesia, bahkan kini motifnya pun bervariatif dan sangat kompleks . Kondisi ini semakin menguatkan asumsi Indonesia benar-benar darurat kekerasan seksual. 

Untuk memberikan efek jera kepada pelaku, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak. Namun PP tersebut ditentang beberapa pihak termasuk Komnas Perempuan. 

Alasannya, pada PP Kebiri yang ditetapkan Presiden 7 Desember 2020 tu hanya mengatur pada kekerasan seksual terhadap anak dengan terdapatnya 2 pasal yakni Pasal 76 D No 35 tahun 2014 tentang setiap orang melakukan kekerasan dan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain dan Pasal 76E UU No 35 TAhun 2014 mengenai setiap orang dilarang melakukan kekerasab atau ancaman kekerasan, memaksa melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan atau membujuk untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Sedangkan pada RUU PKS mengatiur tentang kekerasan seksual terhadap siapapun, termasuk terhadap anak. 

"Jadi RUU ini mengatur semuanya, bukan hanya pada kekerasan seksual terhadap anak," kata Valentina Sagala, Senior Independent Expert on Legal, Human Rights, and Gender; Pendiri Institut Perempuan; Tim Substansi Jaringan Masyarakat Sipil dalam webinar, Jumat (26/2). 

Tak hanya itu, pada bab VIII mengenai Ketentuan Pidana dan Pemidanaan RUU PKS, disebutkan beberapa jenis pidana yakni pidana pokok berupa pidana penjara, pidana denda, kerja sosial, ada juga pidana tambahan berupa pencabutan hak asuh anak dan pengampuan, perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, pencabutan hak politik, pencabutan hak menjalankanpekerjaan, pencabutan jabatan atau profesi dan pembayaran ganti rugi, restutusi dan kompensasi. Terakhir ada juga jenus pidana tindakan berupa rehabilitasi khusus. 

"Kalau kebiri kimia, itu sifatnya balas dendam dan tidak sepenuhnya melindungi korban," katanya. 

TAk hanya itu, dari sisi medis. kebiri kimia untuk pelaku kekerasan seksual pun ditentang. Menurut Dokter Umum dan Konsultasi Seksologi Oka Negaram pelaksanaan hukum kebiri memiliki efek negatif lantaran penyuntikan zat anti testosteron ini bisa menurunkan dorongan seksual untuk sementara waktu saja. 

Baca juga : Bantu Persiapkan Mahasiswa Hadapi Tantangan Dunia Kerja

"Ketika pemberian anti testosteron dihentikan maka kadar hormon testosteron akan meningkat lagi levelnya dan pelaku akan memiliki dorongan seksual kembali," ucapnya. 

Bukan hanya itu, efek negatif pun bukan hanya akan terjadi pada fungsi seksual dari reproduksi saja melainkan penurunan kinerja dan metabolisme tubuh yang selama ini memang dibentuk dan dijaga oleh testosteron. 

Bahkan menurut Oka, efek lainnya bisa menggerogotoi fungsi organ misalnya otak yang kognitif, memori, pengecilan fungsi otot, osteoporosis, menguirangi jumlah sel darah merah, dan memperbesar kesempatan tubuh menumpuk lemak dan kemudian meningkatkan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah. 

"Pengebirian juga menimbulkan kemungkinan pelaku menjadi lebih agresif karena faktor psikologis dan sosial, perasaan negatif, seperti sakit hati, marah, dan dendam sudah terbentuk sejak pelaku merasakan viktimiasai pada dirinya," ungkap Oka. 

Oka menyebutkan, selama ini belum banyak data yang mendukung kebiri kimiawi dapat memberi efek jera lebih dari hukuman sebelumnya ada. Ia menilai kebiri kimia merupakan bentuk hukuman, bukan pelayanan medis sehiingga ini pun yang membuat katan Dokter Indonesia (IDI) enggan menjadi eksekutornya. 

"Hal ini tidak berkaitan dengan tugas dokter dan tenaga kesehatan. Dokter disumpah untuk membantu menyembuhkan bukan memberikan hukuman apalagi dengan efek negatif seperti itu," lanjutnya. 

Oka justru menanti RUU PKS segera disahkan lantaran isinya kompels dan telah melindungi hak-hak korban. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya