Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Indonesia-Bank Dunia Sepakati Pembayaran Reduksi Emisi Karbon

Suryani Wandari Putri
05/12/2020 14:50
Indonesia-Bank Dunia Sepakati Pembayaran Reduksi Emisi Karbon
Pohon bakau ditanam di pantai Kelurahan Mamboro, Palu, untuk mencegah abrasi dan menurunkan emisi karbon, Sabtu (12/9).(ANTARA/BASRI MARZUKI)

Indonesia menandatangani kesepakatan penting pembayaran tentang Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (Forest Carbon Partnership Facility/ FCPF) yang dikelola Bank Dunia untuk menurunkan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan hingga 2025.

Kesepakatan yang tertuang dalam Dokumen ERPA (Emission Reduction Payment Agreement) Indonesia tersebut ditandatangani oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mewakili pemerintah Indonesia, dan Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, secara elektronik pada 27 November 2020.

Baca juga: Kasus Tambang Ilegal Klapanunggal, Bogor Segera Disidangkan

Dilansir dari laman Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Kmenterian Lingkunagn Hidup dan Kehutanan, dengan kesepakatan ini Indonesia berpeluang untuk menerima pembayaran berbasis hasil (Results Based Payment/RBP) hingga 110 juta USD, untuk mengurangi 22 juta ton emisi karbondioksida di Provinsi Kalimantan Timur. Kesepakatan ini juga membuka peluang Indonesia masuk call option, sebuah mekanisme untuk mengajukan kembali insentif RBP kepada World Bank apabila berhasil melampaui target pada akhir periode.

Menurut Dr. I. Wayan Susi Dharmawan, Project Manager FCPF- Indonesia melalui kegiatan implementasi program penurunan emisi FCPF Carbon Fund ini, masyarakat akan mendapatkan insentif positif berbasis kinerja penurunan emisi.

“Kegiatan yang masuk kategori sebagai upaya mencegah terjadinya deforestasi dan degradasi hutan dapat memperoleh insentif ini,” jelas Wayan pada (3/12). Selain itu juga diharapkan dapat memperbaiki mata pencaharian alternatif masyarakat.

Lebih lanjut Wayan menjelaskan, bahwa untuk memperoleh pembayaran tersebut,setelah dokumen ERPA di tandatangani, beberapa hal penting harus disiapkan. “Selain dokumen pelaporan monitoring penurunan emisi yang harus selesai pada Maret 2021 (untuk tahap I/2021), finalisasi dokumen Benefit Sharing Plan (BSP) dan dokumen Retroactives Safeguards Due Diligence juga harus segera dilakukan,”lanjutnya.

Nantinya, lanjut Wayan, pembayaran akan diterima secara bertahap sesuai target penurunan emisi yang berhasil dicapai. Pada 2021, target penurunan emisi sebesar 5 juta ton CO2 atau setara 25 juta USD, tahun 2023 sebesar 8 juta ton CO2 atau setara 40 juta USD, dan tahun 2025 sebesar 9 juta ton CO2 atau setara 45 juta USD, sehingga total mencapai 110 juta USD.

Apabila target tersebut tercapai, maka Kalimantan Timur akan berkontribusi untuk mencapai target penurunan emisi NDC (Nationally Determined Contribution) Indonesia dari sektor berbasis lahan sekitar 17%, sebagaimana tercantum dalam dokumen ERPD (Emission Reduction Program Document, 2019).

Sekretaris Jenderal KLHK, Dr. Bambang Hendroyono menyampaikan bahwa kesepakatan ini merupakan bukti kerja keras Indonesia yang secara terus menerus mengurangi deforestasi dan melindungi hutan. "Meski baru dilaksanakan di Provinsi Kalimantan Timur saja, kami optimis hasilnya akan membantu negara untuk mencapai tujuan mengurangi deforestasi dan degradasi hutan, mengatasi dampak perubahan iklim, dan menempatkan Indonesia di jalur pembangunan hijau," katanya.

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Satu Kahkonen, mengatakan bahwa hutan tropis Indonesia merupakan sumber daya yang penting dalam skala global. Kesepakatan ini menurutnya merupakan bukti upaya Indonesia dalam melindungi dan mengelola hutan tropis secara berkelanjutan, selain sebagai dukungan World Bank untuk mencapai komitmen Indonesia dalam mengurangi 41% emisi gas rumah kaca pada tahun 2030.

Dari 47 negara yang tergabung dalam FCPF, saat ini sudah ada 6 negara yang telah menandatangani ERPA, yakni Mozambique, Ghana, Chile, Lao PDR, Vietnam, dan Indonesia. Meski bukan negara pertama yang berhasil menandatangani ERPA, namun Indonesia telah menorehkan tonggak sejarah pertama kali implementasi REDD+ berbasis kinerja dengan batas yurisdiksi provinsi. 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : HUMANIORA
Berita Lainnya