Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Bangkitkan Kreativitas Anak di Masa Pandemi

Ihfa Firdausya
27/11/2020 07:00
Bangkitkan Kreativitas Anak di Masa Pandemi
Zulvan Kheidir ‘Aliy Nurwigantara (kiri) salah satu wakil Indonesia dari SMAN 1 Yogyakarta di ajang Kompetisi Penemu Muda (YIC) 2020.(Dok. [email protected])

DAMPAK pandemi covid-19 terhadap aktivitas kreatif anak-anak bisa beragam. Di satu sisi, keterbatasan ruang kreatif akibat pengurangan aktivitas di luar rumah bisa mengakibatkan penurunan kreativitas maupun produktivitas anak. Namun, tak sedikit anak-anak atau siswa di Indonesia yang justru memanfaatkan momen pandemi untuk berkreasi.

Pengamat sosial dari Universitas Indonesia, Rissalwan Habdy Lubis, mengatakan, banyaknya waktu di rumah bersama orangtua idealnya bisa dijadikan momen bagi anak untuk berkreasi, dengan didampingi orang tua. Namun, katanya, sejumlah faktor bisa menjadi penghambat berkembangnya kreativitas anak di masa pandemi. Antara lain beban ekonomi dampak covid-19 yang dialami banyak orangtua.

“Akibatnya, orangtua kurang bisa mendampingi kreativitas dan produktivitas anak,” katanya kepada Media Indonesia, kemarin.

Rissalwan mengatakan bahwa kreatif memang merupakan ‘bahan baku’ dari semua anak. Namun, kreativitas itu harus bisa berujung pada produktivitas. Untuk itu, sambungnya, pendampingan dari orangtua menjadi krusial.

“Misalnya, anak-anak bisa kreatif di dapur melakukan banyak hal, tapi belum tentu ada hasil produktif berupa makanan enak dari kreativitas tersebut. Artinya, kreativitas anak memang butuh diarahkan agar lebih produktif,” kata Rissalwan.

Ia menambahkan, faktor utama kreativitas anak ialah dukungan dari orangtua. “Jadi default-nya adalah ‘boleh’ untuk semua permintaan anak untuk kreasi tertentu. Setelah itu, harus ada pendampingan orang tua atau paling tidak pengawasan agar kreasi tersebut menjadi produktif,» jelasnya.

Kreativitas yang berujung produktivitas ini misalnya dilakukan Zulvan Kheidir ‘Aliy Nurwigantara. Dia ialah salah satu wakil Indonesia dari SMAN 1 Yogyakarta di ajang Kompetisi Penemu Muda atau Young Inventors Challenge (YIC) 2020.

Zulvan menyebut penemuannya sebagai rompi anjing pelacak otomatis atau victims saver dog rescue vest. Rompi untuk anjing pelacak ini berguna bagi tim SAR agar tidak perlu lagi untuk mengikuti anjing pelacak.

“Jadi tinggal dipantau dari HP dari jarak jauh. Konsepnya semacam live location Whatsapp, cuma diterapkan pada anjing pelacak. Jadi lebih efektif untuk proses pencarian korban bencana,“ ujarnya kepada harian ini, kemarin.

Zulvan mengaku ide awal penemuannya ketika terjadi gempa di Palu dan Lombok pada 2018 silam. Ia pun mulai merancang rompi anjing pelacak ini sejak 2019.

Masa pandemi dipakainya untuk mempersiapkan naskah akhir dan penyempurnaan alat rompi tersebut untuk grand final YIC 2020 yang pengumumannya keluar pada 5 Desember 2020 mendatang.

“Setelah ini kemungkinan mau dikembangkan lagi alatnya, cuma kita masih rancang-rancang juga. Mau nambahin sensor gas sebagai antisipasi untuk keamanan anjing pelacaknya sendiri. Jadi selain Tim SAR-nya aman, anjing pelacaknya juga harus aman,” katanya.

Tak hanya itu, Zulvan juga menciptakan proyek mandiri semasa pandemi. Antara lain dengan menciptakan hand sanitizer otomatis.

“Jadi saya bikin hand sanitizer yang gak perlu disentuh, pakai sensor. Itu sudah jadi. Kemarin sudah saya tawarkan ke beberapa orang. Alhamdulillah ada tiga pieces dibeli oleh Kantor Kemenag Kota Yogyakarta,“ ungkapnya.

Dia menyebut bahwa sangat penting bagi anak-anak Indonesia untuk tetap produktif di masa pandemi. Menurutnya, di saat sekarang justru banyak peluang untuk berkreasi.

“Kalau dari saya sendiri karena saya aktifnya di penelitian. Karena penelitian berangkat dari sebuah masalah, di masa pandemi ini tentunya sangat banyak sekali masalah yang terjadi,” ujarnya.

“Dan di sini ada banyak potensi yang bisa jadikan topik untuk kita selesaikan dengan kreativitas kita masing-masing,” pungkas Zulvan yang baru saja diterima sebagai mahasiswa di Prodi Teknik Elektro Universitas Gadjah Mada, pertengah an tahun ini.

Produktivitas Zulvan tak lepas dari dukungan dan pengawasan orangtua. Menurut sang ayah, Gani Supriyanto, anak memang perlu dibebaskan untuk berkreasi.

“Pokoknya anak itu silakan berkreasi, orangtua mendukung. Kalau ada kekurangan biaya, kita dukung. Kita lihat untuk apa, kalau untuk riset, misalnya, boleh,” katanya.

Gani pun memang melihat keseriusan anaknya dalam penelitian khususnya di bidang robotik. Untuk itu sebagai orangtua, dia senantiasa mendorong dan berusaha mencukupi kebutuhan anaknya.

Dia pun beranggapan para orang tua sebaiknya tidak terlalu mengekang anak-anak supaya bisa terus berkreasi.

“Jadi kalau ada anak punya kreativitas, dukung dan tetap diawasi. Jadi jangan sampai anak itu dilepas. Anak-anak muda ini keterampilannya juga tinggi. Cuma kadang-kadang karena orang tua membatasi, dia gak berani maju,” tandasnya.

Seperti diketahui, kreativitas juga merupakan salah satu unsur yang terdapat dalam profil Pelajar Pancasila. Dalam hal ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) terus berupaya menguatkan karakter pelajar Indonesia supaya memiliki enam karakter Pancasila.

Antara lain berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotongroyong, bernalar kritis, mandiri, dan kreatif. Karenanya, apa yang dilakukan Zulvan dengan terus mengasah kreativitasnya harus ditularkan sebagai upaya menciptakan lebih banyak pelajar berkarak ter Pancasila. (Ifa/S2-25)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya