Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Guru Besar IPB : Talas Solusi Pangan Hadapi Perubahan Iklim

Zubaedah Hanum
15/11/2020 14:10
Guru Besar IPB : Talas Solusi Pangan Hadapi Perubahan Iklim
Petani merawat umbi Talas Beneng di Desa Sarinten, Lebak, Banten. Talas ini diolah jadi tepung tapioka untuk di ekspor ke sejumlah negara.(Antara)

UPAYA diversifikasi pangan dengan ragam biodiversitas tanaman penghasil karbohidrat perlu dikembangkan dalam mendukung ketahanan pangan nasional, terlebih dalam menghadapi dampak perubahan iklim.

Hal itu ditegaskan oleh Prof Dr Edi Santosa, Guru Besar IPB University dari Fakultas Pertanian. Saat ini, Prof Edi bersama dengan Malaysian Agriculture Research and Development Institute (MARDI), Philipina, Fiji dan didanai oleh Food and Agriculture Organization (FAO) melalui Centre of Agriculture and Bioscience (CAB) Internasional membangun konsorsium talas sebagai pangan masa depan antisipasi perubahan iklim.

“Yang kita kembangkan adalah talas-talas yang tidak gatal dan cocok dengan lidah Indonesia. Secara potensi, IPB University punya koleksi talas yang banyak. Kami kumpulkan dari berbagai daerah seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) dan sebagainya. Kita sudah punya aksesi yang bagus, lalu kita lakukan percobaan-percobaan di lapangan," beber Edi Santosa, dilansir dari laman IPB University.

Ia menjelaskan tanaman talas memiliki nutrisi yang sangat lengkap dibanding dengan umbi-umbi yang lain. Ada protein, mineral dan indek glikemiknya juga lebih rendah dibandingkan beberapa umbi-umbian yang lain.

Produksi talas juga terbilang mudah karena hanya membutuhkan sedikit air dan cukup dengan pupuk kandang maka sudah dapat hidup dan bisa diandalkan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prof Edi, satu pohon talas menghasilkan satu kilogram lebih dengan produktivitas 40 ton per hektare dengan harga talas di petani sekitar Rp5.000 per kilogram.

Saat ini Prof Edi sedang mencari umur talas yang lebih genjah agar panen talasnya dapat lebih cepat dengan produktivitas yang terus bertambah.

Menurut Prof Edi, talas termasuk tanaman yang bandel, karena daya adaptasi ekologinya lebih luas dan fleksibel dibandingkan tanaman pangan yang sudah ketat prosedur produksinya. Talas juga dapat ditanam tanpa pestisida dan pupuk pabrik. Sehingga biaya inputnya akan jauh lebih feasible bagi petani kecil dibandingkan dengan komoditas lain.

Oleh karena itu, Prof Edi berharap pihak-pihak terkait dapat terpanggil untuk membangun diversifikasi pangan dari masyarakat yang paling membutuhkan. Untuk produksi yang lebih besar, butuh adanya dukungan hilirisasi dari sisi pemasaran dan industri pengolahannya.

"Harapannya talas bisa menjadi tanaman penting untuk daerah-daerah yang rawan perubahan iklim, menjadi pilar rumah tangga untuk menaikkan pendapatan serta dapat menjadi aktivitas industri di skala rumah tangga. Pilihan varietas terus dikembangkan.

Prof Edi menambahkan, IPB University, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen) saat ini sudah mengumpulkan koleksi ragam jenis dan varietas talas di Indonesia.

"Kita usahakan agar keragaman genetik itu bisa kita kembalikan ke petani. Sehingga petani secara riil terlibat dalam perakitan varietas secara mandiri, yang biasanya kita sebut on farm conservation dan participatory breeding. Talas ini adalah kekayaan alam kita, tapi saat ini, pada khazanah pangan kita belum terlalu diperhatikan. Padahal perannya di ekonomi dan ketahanan pangan pada masyarakat sangat dirasakan," tutup Prof Edi. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya