Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Mutasi D614G pada Virus SARS-CoV-2 Miliki Daya Infeksius Tinggi

Agus Utantoro
02/9/2020 21:58
Mutasi D614G pada Virus SARS-CoV-2 Miliki Daya Infeksius Tinggi
covid-19(ilustrasi)

KELOMPOK Kerja Genetik Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada bersama tim berhasil mengidentifikasi  WGS (Whole Genome Sequencing) empat isolat dari DI Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Ketua Pokja Genetika Gunadi menjelaskan virus korona yang bermutasi dengan nama D614G dinilai memiliki adaptasi paling tinggi untuk bisa hidup di manusia.

Ia mengungkapkan, mutasi D614G pada virus SARS-CoV-2 memiliki daya infeksius 10 kali lebih tinggi dan telah tersebar di hampir seluruh pelosok dunia.

"Mencapai 77,5% dari total 92.090 isolat mengandung mutasi D614G," kata Gunadi didampingi Dekan FKKMK Prof. Ova Emilia, Rabu (2/9).

Meski memiliki daya infeksi 10 kali lipat lebih cepat tertular, lanjut Gunadi, mutasi ini tidak bisa dikaitkan dengan tingkat paparan yang terjadi.

Kelompok Kerja Genetik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM merilis temuan mutasi korona. Usai penelitian, dari 11.250 sampel yang berasal dari DI Yogyakarta dan 4.311 sampel Jateng, ditemukan empat virus yang mengalami mutasi.

"Hanya tiga virus yang terlihat jelas bermutasi menjadi D614G berasal dari dua sampel DI Yogyakarta dan satu Jawa Tengah," ungkapnya.

Baca juga: Waspadalah, Mutasi D614G sudah Menyebar

Ia kemudian mengutip teori evolusi Charles Darwin dengan menjelaskan mutasi virus ini sesuai teori untuk keberlangsungan hidupnya. Mutasi yang terdeteksi ini dinilai paling sesuai dengan kondisi inangnya atau host yaitu manusia.

Dikatakan, temuan mutasi pada korona ini sudah diketahui pada Februari lalu di Eropa dengan nama D614. Saat itu penyebaran di sana sebatas 35% dari jumlah yang terpapar.

Kemudian menyebar ke seluruh dunia lewat Oceania dan ke Asia sehingga tingkat persebaran virus mutasi mencapai 77,5% pada akhir Agustus lalu.

"Mutasi ini cara ngeles virus dari sistem imun tubuh manusia. Tingginya angka persebaran karena adanya pergerakan manusia yang tidak dibatasi," jelasnya.

Meski memiliki memiliki 10 kali lebih tinggi tingkat penularan, tapi tim Pokja Genetik belum berani menghubungkan dengan tingkat keparahan saat ini, terutama di DIY-Jateng.

Berkaca pada penelitian di Inggris yang melibatkan hampir seribu orang, mutasi virus korona ternyata tidak berpengaruh pada derajat atau persebaran paparan.

"Apakah temuan ini bisa mengambarkan persebaran paparan, kami menjawab bisa jadi ya dan bisa jadi tidak. Tapi tidak bisa disimpulkan," tuturnya.

Yang pasti, ungkapnya, virus korona yang bermutasi ini telah ada di Indonesia. Gunadi pun meminta masyarakat lebih disiplin menerapkan protokol kesehatan, seperti cuci tangan, menggunakan masker dan menghindari kerumunan.

Anggota Tim Laboratorium Diagnostik FK-KMK UGM Titik Nuryastuti mengatakan temuan mutasi virus hingga kini belum bisa dikaitkan dengan vaksin yang tengah diujicoba.

Menurut dia, masyarakat tidak khawatir karena laporan penelitian menyatakan vaksi korona akan memberikan perlindungan terhadap bentuk virus apapun.

Sementara Dekan FKKMK Ova Emilia menyatakan temuan ini penting untuk menyingkap satu penyakit yang belum banyak dimengerti. Penemuan selanjutnya yakni guna melihat tingkat penyebaran dan kemungkinan mutasi yang lebih ganas.

"Tentu saja berkaitan dengan upaya ke depan pengembangan vaksin dan terapi. Yang kita lakukan menjadi modal besar ke depannya seperti apa," ucap Ova.(OL-5)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya