Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
PALUDIKULTUR, sebuah konsep budidaya tanaman di lahan gambut tergenang memiliki implikasi positif pada keberlanjutan lahan gambut. Salah satunya pada pengendalian karhutla, karena membasahi lahan gambut (rewetting) merupakan syarat utama mengurangi potensi karhutla di areal gambut. Hal itu disampaikan Wakil Menteri LHK, Alue Dohong sebagai pembicara kunci dalam Webinar Paludikultur di tengah pandemi covid-19 dan menjelang musim kemarau 2020, Kamis (25/6).
Alue Dohong menyebutkan peran strategis Paludikultur pada lahan gambut bisa menjadi sebuah pilihan menjanjikan untuk perbaikan dan restorasi gambut. Gambut yang tidak terbakar juga akan mengurangi pelepasan gas rumah kaca, sehingga menjadi salah satu pendorong upaya mitigasi perubahan iklim.
"Dengan Paludikultur dapat mereduksi karhutla, karena Paludikultur mensyaratkan kondisi lahan yang tetap basah dan lembab. Maka lahan gambut yang basah ini akan mencegah gambut mudah terbakar akibat kekeringan pada musim kemarau," kata Wamen Alue Dohong.
Meskipun demikian Wamen Alue menekankan yang utama dari Paludikultur adalah untuk menyelamatkan ekosistem gambut dengan mendorong penanaman tanaman endemik kawasan gambut baik tanaman keras/pepohonan maupun tanaman semusim/budidaya.
Tanaman yang dibudidayakan dalam konsep Paludikultur disebutnya harus mampu mendorong terbentuknya gambut baru melalui akumulasi sisa biomassa dari budidaya dengan konsep Paludikultur, yang akhirnya akan memperbaiki ekosistem gambut terdegradasi.
"Yang paling penting itu harus berkontribusi pada pembentukan gambut, kalau tidak kita belum bisa sebut sebagai Paludikultur," sebutnya.
Wamen Alue menjelaskan saat ini telah tercatat sekitar 534 jenis spesies tanaman endemik lahan gambut seperti sagu, ramin, jelutung, belangiran, gelam, dan lain sebagainya. Dan 81 jenis dari ratusan jenis spesies tanaman endmik, merupakan jenis hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti purun, kangkung, pakis-pakisan dan lain sebagainya yang merupakan jenis yang dapat dikembangkan dalam Paludikultur. Di luar jenis-jenis endemik disebutnya tidak cocok disebut Paludikultur.
"Mis-konsepsi dan mis-interpretasi tentang Paludikultur kerap terjadi, yaitu mengartikan semua tanaman yang bisa hidup dan bertahan tumbuh di gambut dianggap Paludikultur, seperti tanaman kopi arabika, nanas, karet dan kakau," sebutnya.
Mis konsepsi ini disebutnya malah akan mengancam keberlanjutan ekosistem gambut kedepan, karena budidaya tanaman tersebut membutuhkan kondisi lahan gambut yang harus dikeringkan atau di drainase agar bisa tumbuh. Paludikultur disebut Wamen dapat menjadi sebuah peluang untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Banyak jenis tanaman Paludikultur yang bisa jadi sumber pangan.
"Di masa Covid ini banyak negara melakukan kebijakan pemenuhan kebutuhan pangan domestiknya daripada diekspor ke luar negaranya. Sehingga Indonesia harus melakukan hal yang sama terkait ketahanan pangan kita. Paludikultur ini bisa menjadi bagian dari kebijakan tersebut," ujarnya.
baca juga: Kabareskrim Pastikan Pelaku Karhutla Dapat Hukuman Berat
Saat ini pemerintah juga sedang menggodok kebijakan pengembangan food estate di lahan eks Pengembangan Lahan Gambut (PLG) 1 juta hektar di Kalimantan Tengah. Dengan food estate tersebut Pemerintah akan melakukan pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan, perikanan bahkan peternakan di suatu kawasan.
"Jadi tidak benar jika ada anggapan bahwa seluruh kawasan eks PLG akan dibuka kembali seluruhnya lahan sawah, karena Pemerintah sangat paham dan mengerti bahwa gambut-gambut dalam tidak akan cocok untuk tanam padi, melainkan akan dipulihkan dan dikonservasi," tegasnya. (OL-3)
Karhutla kembali melanda kawasan hutan lindung Bukit Suligi di Desa Pendalian, Kecamatan Pendalian IV Koto, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Toba akan menerbitkan surat edaran hingga ke tingkat desa agar masyarakat tidak membakar sampah ataupun lahan dengan sembarangan.
Karhutla kembali melanda kawasan hutan lindung Bukit Suligi di Desa Pendalian, Kecamatan Pendalian IV Koto, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau.
PULUHAN titik panas yang diduga adanya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terpantau satelit bertebaran di sejumlah Kabupaten di Provinsi Bangka Belitung (Babel), Kamis (17/7).
BMKG Stasiun Meteorologi El Tari Kupang, NusaTenggara Timur (NTT), mengeluarkan peringatan dini ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menyusul aktifnya angin monsun timur pekan ini.
Karhutla kembali melanda wilayah Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Kali ini, lahan gambut seluas 4 hektare (ha) di Rimbo Panjang, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar
‘’Kolaborasi, termasuk dengan kerja sama dengan pihak swasta menjadi kunci untuk membangun sistem pengelolaan sampah yang efektif, bernilai ekonomis dan ramah lingkungan,”
KEPALA Subdit Ditjen KLHK Yuli Prasetyo Nugroho menuturkan terdapat beberapa kearifan lokal dari masyarakat adat yang dapat menjadi contoh dalam pengelolaan sampah sisa makanan (food waste).
Kayu itu dikumpulkan untuk kemudian direbus. Sebanyak 10 kg kayu mangrove, direbus dengan 10 liter air untuk menghasilkan 7 liter cairan tinta.
Program pembagian bibit pohon gratis yang digagas KLHK menjadi langkah penting dalam upaya pelestarian lingkungan di Indonesia.
Dalam mengelola sampah kemasan, GCPI bekerja sama dengan Indonesia Packaging Recovery Organisation (IPRO),
Pendanaan konservasi ini memerlukan anggaran besar sehingga memerlukan kontribusi semua pihak untuk menutup gap antara anggaran dengan kebutuhan yang tersedia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved