Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Butuh Pendekatan Multidimensi Atasi Masalah Negatif di Medsos

Antara
20/6/2019 20:05
Butuh Pendekatan Multidimensi Atasi Masalah Negatif di Medsos
Ketua Presidium Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho(youtube)

PENDEKATAN multidimensi (multipronged approach) dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai problematika di media sosial, terutama masalah-masalah negatif seperti hoaks, ujaran kebencian, adu domba, fitnah, dan lain-lain. Hal—hal ini menjadi problem fundamental yang bisa mengancam keutuhan NKRI.

“Kami meyakini bahwa untuk mengatasi problem fundamental ini tak ada cara sederhana, dibutuhkan multipronged approach,” ujar Ketua Presidium Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho di Jakarta, Kamis (20/6).

Septiaji menilai bahwa peradaban digital telah mengubah pola masyarakat dalam mengonsumsi informasi, belum disertai dengan perubahan perilaku masyarakat untuk bijak bermedia sosial. Juga budaya verifikasi informasi atau tabayyun masih belum mengakar dalam hidup masyarakat, sehingga banyak yang belum bisa mengetahui cara untuk membedakan apakah informasi itu benar atau tidak.

Masalah mendasar itu diperparah oleh fanatisme politik yang berlebihan, sehingga hoaks dan kebencian semakin menggerus rasa kemanusiaan. Ini terbukti dengan meningkatnya jumlah penyebaran hoaks dari sekitar 20-an setiap bulan pada 2015, menjadi 100 per bulan di 2019 ini.

“Polarisasi akibat fanatisme politik (dan juga agama, etnis) berpotensi mengancam persatuan bangsa. Polarisasi semakin melebar di tengah kemampuannya literasi masyarakat yang belum mencukupi. Bahkan pendidikan tinggi pun tak menjamin dirinya kebal dari informasi hoaks,” jelas Septiaji.

Menurutnya, Mafindo terus berupaya untuk melawan masalah ini dengan fokus di tiga hal. Pertama upaya cek fakta untuk mengklarifikasi isu yang berpotensi meresahkan masyarakat. Ini dilakukan di grup diskusi Facebook dan hasilnya dpublikasikan di Turnbackhoax.id dan cekfakta.com.

Kedua, meningkatkan imunitas ketahanan informasi masyarakat, dengan terjun mengedukasi masyarakat dari berbagai kalangan. Berkolaborasi dengan lembaga dan organisasi lain, upaya ini sangat penting untuk memperkuat tingkat literasi digital masyarakat.

“Ketiga, untuk melawan polarisasi, kami mendorong gerakan silaturahmi. Mempertemukan para tokoh masyarakat, tokoh agama, elite politik, tokoh pemuda, melakukan rembug warga dengan topik bijak bermedia sosial, sangat penting untuk merangkul sebanyak mungkin tokoh untuk bersama menjadi agen melawan hoaks dan kedustaan,” papar Septiaji.

 

Baca juga: Revisi Aturan Impor Sampah kian Mendesak 

 

Selain itu, lanjutnya, masyarakat perlu memperbaiki keguyuban, memperbanyak interaksi dunia nyata, untuk menghindari ilusi 'kelompokku benar, kelompokmu salah' yang mudah terbangun dalam grup digital yang semakin homogen. 

Masyarakat juga harus memperbanyak aktivitas dunia nyata dengan peserta heterogen mampu mengurangi rasa curiga kepada orang lain yang dipersepsikan berbeda aspirasi

Sedangkan ketika memegang perangkat digital, ungkap dia, warganet wajib mengetahui cara membedakan informasi benar dan hoaks. Dan paham informasi mana yang masuk dalam kategori ujaran kebencian yang melanggar norma budaya dan hukum.

“Netizen perlu sering mengecek situs antihoaks seperti turnbackhoax.idcekfakta.comstophoax.id dan kanal-kanal cek fakta pada media mainstream,” pungkasnya. (RO/OL-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya