Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
PENDEKATAN multidimensi (multipronged approach) dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai problematika di media sosial, terutama masalah-masalah negatif seperti hoaks, ujaran kebencian, adu domba, fitnah, dan lain-lain. Hal—hal ini menjadi problem fundamental yang bisa mengancam keutuhan NKRI.
“Kami meyakini bahwa untuk mengatasi problem fundamental ini tak ada cara sederhana, dibutuhkan multipronged approach,” ujar Ketua Presidium Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho di Jakarta, Kamis (20/6).
Septiaji menilai bahwa peradaban digital telah mengubah pola masyarakat dalam mengonsumsi informasi, belum disertai dengan perubahan perilaku masyarakat untuk bijak bermedia sosial. Juga budaya verifikasi informasi atau tabayyun masih belum mengakar dalam hidup masyarakat, sehingga banyak yang belum bisa mengetahui cara untuk membedakan apakah informasi itu benar atau tidak.
Masalah mendasar itu diperparah oleh fanatisme politik yang berlebihan, sehingga hoaks dan kebencian semakin menggerus rasa kemanusiaan. Ini terbukti dengan meningkatnya jumlah penyebaran hoaks dari sekitar 20-an setiap bulan pada 2015, menjadi 100 per bulan di 2019 ini.
“Polarisasi akibat fanatisme politik (dan juga agama, etnis) berpotensi mengancam persatuan bangsa. Polarisasi semakin melebar di tengah kemampuannya literasi masyarakat yang belum mencukupi. Bahkan pendidikan tinggi pun tak menjamin dirinya kebal dari informasi hoaks,” jelas Septiaji.
Menurutnya, Mafindo terus berupaya untuk melawan masalah ini dengan fokus di tiga hal. Pertama upaya cek fakta untuk mengklarifikasi isu yang berpotensi meresahkan masyarakat. Ini dilakukan di grup diskusi Facebook dan hasilnya dpublikasikan di Turnbackhoax.id dan cekfakta.com.
Kedua, meningkatkan imunitas ketahanan informasi masyarakat, dengan terjun mengedukasi masyarakat dari berbagai kalangan. Berkolaborasi dengan lembaga dan organisasi lain, upaya ini sangat penting untuk memperkuat tingkat literasi digital masyarakat.
“Ketiga, untuk melawan polarisasi, kami mendorong gerakan silaturahmi. Mempertemukan para tokoh masyarakat, tokoh agama, elite politik, tokoh pemuda, melakukan rembug warga dengan topik bijak bermedia sosial, sangat penting untuk merangkul sebanyak mungkin tokoh untuk bersama menjadi agen melawan hoaks dan kedustaan,” papar Septiaji.
Baca juga: Revisi Aturan Impor Sampah kian Mendesak
Selain itu, lanjutnya, masyarakat perlu memperbaiki keguyuban, memperbanyak interaksi dunia nyata, untuk menghindari ilusi 'kelompokku benar, kelompokmu salah' yang mudah terbangun dalam grup digital yang semakin homogen.
Masyarakat juga harus memperbanyak aktivitas dunia nyata dengan peserta heterogen mampu mengurangi rasa curiga kepada orang lain yang dipersepsikan berbeda aspirasi
Sedangkan ketika memegang perangkat digital, ungkap dia, warganet wajib mengetahui cara membedakan informasi benar dan hoaks. Dan paham informasi mana yang masuk dalam kategori ujaran kebencian yang melanggar norma budaya dan hukum.
“Netizen perlu sering mengecek situs antihoaks seperti turnbackhoax.id, cekfakta.com, stophoax.id dan kanal-kanal cek fakta pada media mainstream,” pungkasnya. (RO/OL-1)
Pada kasus ekstrem, berbagai ujaran kebencian dapat berujung pada aksi genosida atau pembunuhan massal yang disengaja dan sistematis terhadap suatu kelompok.
Snoop Dogg merespons kebencian yang diterimanya setelah tampil di acara Inauguration Ball Presiden Donald Trump melalui sebuah video Instagram.
PENTING meningkatkan kesadaran tentang bahaya ujaran kebencian dan diskriminasi di media sosial.
Sebagai prinsip moral yang memandu perilaku individu dalam menggunakan teknologi digital, etika sangat penting karena dapat menciptakan ruang digital yang positif dan aman.
Anggota Bawaslu RI Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas, Lolly Suhenti mengingatkan bahwa DIY termasuk dalam daerah yang memiliki kerawanan pemilu.
Festival Komunitas Informasi Masyarakat (KIMFest) dapat menjadi penetralisir kesimpangsiuran informasi pada masa Pilkada Serentak 2024.
Tanpa pemahaman dan kontrol diri yang baik, kebiasaan membagikan informasi dan konten di media sosial bisa mengganggu dan merugikan orang lain.
Oversharing di media sosial berkaitan dengan kebutuhan mendapatkan validasi dari orang lain.
AKTRIS Tissa Biani kini tengah menyambut perilisan film terbaru yang dibintanginya, Norma Antara Mertua dan Menantu saat Lebaran.
Melansir dari situs Times of India, terdapat 5 alasan yang membuat sejumlah orang jarang posting foto dengan pasangan di medsos, ini daftarnya.
Tantangan sebenarnya adalah apakah bisa platform media sosial betul-betul mendeteksi secara akurat, bahwa akun tersebut merupakan akun media sosial dari anak-anak.
Bila aturan tersebut perlu diperkuat, maka PP yang sudah disahkan bisa dijadikan Undang-Undang (UU)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved