Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

PVMBG: Kaitannya Tsunami dengan Letusan Gunung Anak Krakatau Masih Didalami

Cahya Mulyana
23/12/2018 11:10
PVMBG: Kaitannya Tsunami dengan Letusan Gunung Anak Krakatau Masih Didalami
(ANTARA FOTO/Fikri Yusuf)

PUSAT Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengungkapkan bahwa kejadian tsunami di Selat Sunda belum dapat dipastikan dari erupsi Gunung api Anak Krakatau.

Gunung ini terletak di Selat Sunda yang muncul dalam kaldera. Pascaerupsi paroksimal tahun 1883, kompleks vulkanik Krakatau itu mengalami getaran tremor tertinggi namun tidak menimbulkan gelombang terhadap air laut bahkan hingga tsunami.

"Aktivitas terkini, tanggal 22 Desember, seperti biasa hari-hari sebelumnya, Gunung Anak Krakatau terjadi letusan. Secara visual, teramati letusan dengan tinggi asap berkisar 300-1.500 meter di atas puncak kawah. Secara kegempaan, terekam gempa tremor menerus dengan amplitudo overscale (58 mm)," terang Kepala PVMBG, Kasbani dalam keterangan resmi yang diterima Media Indonesia, Minggu (23/12).

Baca juga: Korban Tsunami Terus Berdatangan ke Puskesmas Panimbang

Ia memaparkan, aktivitas erupsi pascapembentukan dimulai sejak tahun 192. Saat tubuh gunung api masih di bawah permukaan laut, muncul ke permukaan laut sejak tahun 2013. Sejak saat itu, Gunung Anak Krakatau berada dalam fasa konstruksi atau membangun tubuhnya hingga besar. Saat ini Gunung Anak Krakatau mempunyai elevasi tertinggi 338 meter dari muka laut, demikian data pengukuran September 2018.

Karakter letusannya adalah erupsi magmatik yang berupa erupsi ekplosif lemah (strombolian) dan erupsi epusif berupa aliran lava. Pada tahun 2016 letusan terjadi pada 20 Juni 2016. Sedangkan pada tahun 2017, letusan terjadi pada tanggal 19 Februari 2017 berupa letusan strombolian. Tahun 2018, kembali meletus sejak tanggal 29 Juni 2018 sampai saat ini berupa letusan strombolian.

Letusan pada tahun 2018, precursor letusan 2018 diawali dengan munculnya gempa tremor dan penigkatan jumlah gempa Hembusan dan Low Frekuensi pada tanggal 18-19 Juni 2018. Jumlah Gempa Hembusan terus meningkat dan akhirnya pada tanggal 29 Juni 2018 Gunung Anak Krakatau meletus.

Lontaran material letusan sebagian besar jatuh di sekitar tubuh Gunung Anak Krakatau atau kurang dari 1 km dari kawah, tetapi sejak tanggal 23 Juli teramati lontaran material pijar yang jatuh di sekitar pantai, sehingga radius bahaya Gunung Krakatau diperluas dari 1km menjadi 2 km dari kawah.

Menurut dia, pada pukul 21.03 WIB terjadi letusan, selang beberapa lama ada info tsunami. "Kaitannya dengan aktivitas letusan, hal ini masih didalami, karena ada beberapa alasan untuk bisa menimbulkan tsunami. Saat rekaman getaran tremor tertinggi yang selama ini terjadi sejak bulan Juni 2018 tidak menimbulkan gelombang terhadap air laut bahkan hingga tsunami," ujarnya.

Material lontaran saat letusan yang jatuh di sekitar tubuh gunung api masih bersifat lepas dan sudah turun saat letusan ketika itu. Untuk menimbulkan tsunami sebesar itu, perlu ada runtuhan yang cukup masif yang masuk ke dalam kolom air laut.

Kemudian, kata Kasbani, untuk merontokan bagian tubuh yg longsor ke bagian laut diperlukan energi yang cukup besar, ini tidak terdeksi oleh seismograph di pos pengamatan gunungapi. "Maka masih perlu data-data untuk dikorelasikan antara letusan gunungapi dengan tsunami," tegasnya.

Potensi Bencana Erupsi Gunung Krakatau, berdasarkan Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) menunjukkan, bahwa hampir seluruh tubuh Gunung Anak Krakatau yang berdiameter ± 2 Km merupakan kawasan rawan bencana. Berdasarkan data-data visual dan instrumental potensi bahaya dari aktifitas Gunung Anak Krakatau saat ini adalah lontaran material pijar dalam radius 2 km dari pusat erupsi. Sedangkan sebaran abu vulkanik tergantung dari arah dan kecepatan angin.

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data visual maupun instrumental hingga tanggal 23 Desember 2018, tingkat aktivitas Gunung Anak Krakatau masih tetap Level II (Waspada). Sehubungan dengan status Level II (Waspada) tersebut, direkomendasikan kepada masyarakat tidak diperbolehkan mendekati Gunung Krakatau dalam radius 2 km dari Kawah.

"Masyarakat di wilayah pantai Provinsi Banten dan Lampung harap tenang dan jangan mempercayai isu-isu tentang erupsi Gunung Anak Krakatau yang akan menyebabkan tsunami, serta dapat melakukan kegiatan seperti biasa dengan senantiasa mengikuti arahan BPBD setempat," pungkasnya. (OL-6)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya