Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KARYA novel yang diadaptasi menjadi sebuah film tidak harus memiliki kesamaan yang persis, karena keduanya berada pada ranah yang berbeda dan tidak bisa dibandingkan.
Para penggemar novel sering kali memberikan reaksi ketika novel yang dibaca diadaptasi jadi sebuah film. Banyak penikmat karya sastra ini, setelah menonton filmnya, kemudian memberikan tanggapan bahwa karya asli lebih bagus (novel), karena di dalam filmnya ada beberapa item yang ditambah atau dikurangkan. Hal ini tentu memberi warna tersendiri dalam proses alih wahana tersebut.
Jastis Arimba, salah satu sutradara tanah air mengatakan, novel dan film itu tidak bisa dibandingkan karena dua hal yang berbeda dan mereka berdiri masing-masing disatukan oleh visi-misi atau ensensi cerita.
Baca juga : Novel Puthut EA Cinta Tak Pernah Tepat Waktu Diadaptasi Jadi Film, Disutradarai Hanung Bramantyo
“Tidak bisa dibandingkan, novel berdiri sebagai novel, film berdiri sebagai film, tapi pada akhirnya ini disatukan dengan visi, misi, esensi dan diikat dengan benang merah cerita yang sama dengan maksud dan tujuan yang sama,” ungkap Jastis saat talkshow dalam acara Indonesia International Book Fair 2024 di JCC, Jakarta, Sabtu (28/9).
Ia menambahkan, proses praproduksi dalam pembuatan film menjadi penting karena di situ akan akan diskusi antara penulis skenario dan penulis novel untuk menyamakan visi.
“Yang pertama yang penting itu ketika proses praproduksi ya, itu yang menjadi sangat penting. Saat itu sebenarnya, terjadi kompromi antara penulis dan penulis skenario, produser juga sutradara untuk menyamakan visi, menyamakan persepsi. Kita akhirnya mencari jalan tengah agar penonton bisa menikmati,” kata Jastis.
Baca juga : Dilan Kembali! Novel Dilan 1983 Wo Ai Ni Dirilis, Ini Bocoran Ceritanya dari Pidi Baiq
Sutradara itu juga menceritakan pengalamannya ketika menjadi penikmat novel. Ia bercerita, saat ia menonton film yang diadaptasi dari novel yang ia baca, ia justru menikmati film tersebut dengan pengalaman baru dan tidak membandingkan antara novel dan filmnya.
“Waktu masih kuliah, saya juga termasuk penikmat novel. Salah satu novel yang paling saya sukai adalah Ayat-Ayat Cinta. Ketika novel itu difilmkan, saya langsung menggebugebu sekali nonton. Saya enjoy, saya nyaman, saya senang sekali mendapat experience baru tentang film itu. Saya akhirnya tidak-membanding-bandingkan novel dengan film itu,” tutur Jastis.
Pada kesempatan yang sama, salah satu produser film tanah air, Avesina Soebli, juga menambahkan bahwa antara novel dan film tidak perlu diparadokskan karena memiliki media yang berbeda.
Baca juga : Film Tuhan Izinkan Aku Berdosa Enggan Jadi Film Stereotip
“Antara novel sama film nggak perlu diparadokskan, karena mediumnya berbeda. Jadi kalau nonton film nggak sesuai novelnya, gitu kan. Kalau sesuai novelnya buat apa filmnya,” ungkap Avesina.
Ia juga menambahkan, selalu ada diskusi antara penulis skenario dan penulis novel tentang pesan yang mau disampaikan dalam novel. Sehingga inti ceritanya dapat tersampaikan ketika divisualisasi.
Avesina menegaskan bahwa dalam menuturkan ceritanya itu berbeda, karena memiliki medium yang berbeda pula. Itu yang membuat film dan novel itu tidak sama persis.
“Cara menuturkannya mungkin berbeda, karena media novel itu imaji, sedangkan film audiovisual, karean sebuah film itu ditangkap di mata dan di telinga. Seperti film ‘Laskar Pelangi’ misalnya, di novelnya Pak Harfan kan nggak harus meninggal, tapi kalau di film, Pak Harfan tidak kita matikan itu dramanya kurang,” tutur Avesina. (Z-1)
Film Assalamualaikum Baitullah tidak hanya menghadirkan kisah yang menguras emosi, tetapi juga menampilkan pendalaman karakter yang luar biasa dari para pemerannya
Film Kampung Jabang Mayit: Ritual Maut diadaptasi dari cerita original Kampung Jabang Mayit, yang ditulis oleh Qwertyping (Teguh Faluvie) yang menjadi sebuah thread viral pada 2022.
Angga Dwimas Sasongko percaya bahwa cerita bermuatan lokal dan inovasi dengan cerita tersebut adalah kunci yang dibutuhkan untuk membuka pintu peluang perfilman nasional menembus global.
KABAR gembira bagi para penggemar film Superman. Meski film terbarunya belum dirilis, kelanjutan dari film Superman sudah mulai dibahas.
Lebih dari sekadar karakter super hero, Patrion pun hadir sebagai gerakan baru bertajuk Pergerakan Patriot Nusantara atau Patrion Movement.
TRAILER dan poster dari film horor Kampung Jabang Mayit : Ritual Maut resmi di rilis, kemarin.
Banyak karya film yang menggaet jutaan penonton, ceritanya itu diadaptasi dari sebuah novel. Misalnya saja film Laskar Pelangi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved