Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Membaca Jadi Kekuataan Utama Ekranisasi Karya Novel ke Film

Ernest Narus
29/9/2024 10:00
Membaca Jadi Kekuataan Utama Ekranisasi Karya Novel ke Film
Talkshow Tantangan dan Peluang proses ekranisasi karya novel menjadi karya film di acara Indonesia International Book Fair 2024 di JCC, Jakarta, Sabtu (28/9).(MI/Ernest Narus)

PROSES alih wahana sebuah novel menjadi film (Ekranisasi) bukanlah hal yang mudah. Membaca menjadi faktor penting agar cerita yang ada dalam novel mampu divisualisasikan dalam bentuk film.

Ekranisasi karya novel menjadi karya film bukan menjadi hal yang baru lagi dalam dalam dunia perfilman indonesia. Banyak karya film yang menggaet jutaan penonton, ceritanya itu diadaptasi dari sebuah novel. Misalnya saja film Laskar Pelangi, yang diadaptasi dari novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dan masih menjadi salah satu film terlaris sepanjang masa di Indonesia.

Pengalihwahanakan karya novel menjadi karya film dikatakan berhasil karena melalui proses yang begitu panjang. Salah satu faktor pentingnya adalah membaca.

Baca juga : Alih Wahana (Ekranisasi) Karya Novel ke Karya Film: Keduanya tidak Bisa Dibandingkan

Avesina Soebli, salah satu produser film di Indonesia, mengatakan, membaca itu adalah hal yang sangat penting, karena lewat membaca mampu membangkitkan imajinasi yang kuat.

“Sesuatu yang tertulis itu bertahan lama, menikmati (membaca) novel terlebih dahulu agar mendapatkan imaji-imaji. Jika film sudah ditayangkan dan ditonton mampu memperkaya imaji-imaji itu,” ungkap Aves saat talkshow di acara Indonesia International Book Fair 2024 di JCC, Jakarta, Sabtu (28/9).

Ia menambahkan membaca itu memiliki dunia dan imajinya tersendiri.

Baca juga : Novel Puthut EA Cinta Tak Pernah Tepat Waktu Diadaptasi Jadi Film, Disutradarai Hanung Bramantyo

“Membaca itu punya dunianya tersendiri, punya imajinya tersendiri,” tegasnya.

Aves juga meceritakan pengalamannya saat menjadi produser yang memfilmkan novel Laskar Pelangi. Ia mengaku, saat membaca novelnya, ia memiliki imajinasi yang kuat sebelum film itu diproduksi.

“Saya ingat, ketika kami memulai membuat film Laskar Pelangi itu ya, saya suatu berkesempatan membaca bukunya, itu seperti keringat bercucuran yang luar biasa gitu. Bagaimana dahsyatnya sebuah bacaan bisa mempengaruhi seseorang. Buku itu menjadi sesuatu, kita punya subyektifitas terhadap sebuah nilai,” paparnya.

Baca juga : Dilan Kembali! Novel Dilan 1983 Wo Ai Ni Dirilis, Ini Bocoran Ceritanya dari Pidi Baiq

Pada kesempatan yang sama, Aves juga mengajak semua orang agar bersama-sama mengkampanyekan literasi dan selalu ingat akan budaya membaca.

“Kita sama-sama kampanyekan literasi, kita sama-sama untuk orang-orang untuk membaca dan membaca. Mari kita kembali melihat buku dan membaca novel,” tuturnya.

Dalam jumpa pers itu juga menjelaskan, selain membangkitkan daya imajinasi, kekuataan membaca juga penting untuk melihat setiap detail cerita. 

Ekranisasi dianggap “berhasil”, itu dilihat dari cerita dan setiap tokohnya mampu dibawa atau divisualisasikan. Perlu diketahui juga, bahwa setiap dialog yang ada dalam cerita tidak harus sepenuhnya dibawakan dalam film. Dialog-dialog tersebut dapat diwakilkan hanya dalam beberapa tampilan visual. (Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya