Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Konstelasi Gen Alpha, Wujud Perkembangan Bahasa dan Pemaknaan Otonom Antargenerasi

Aldi Firmansyah, Mahasiswa S1 Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada
14/2/2025 17:37
Konstelasi Gen Alpha, Wujud Perkembangan Bahasa dan Pemaknaan Otonom Antargenerasi
Ilustrasi Gen Alfa(Dok.pexels/ron-lach)

BAHASA berkembang berbanding lurus dengan kelahiran tiap generasi. Sepakat dengan Kusnul I. Q. dan Mediani D.N.(2019) bahwa ketika berbicara perihal generasi, tentu tidak dapat dilepaskan dari karakter masing-masing. Hal ini dipengaruhi oleh banyak hal, misalnya kondisi perekonomian, sosial budaya, dan penyebutan sesuatu berdasarkan kebutuhan di sebuah linimasa.

Di tahun 2025 ini, kita menyambut generasi yang baru. Mengutip dari berbagai media, generasi tersebut disebut Gen Beta. Penyebutan Gen Beta, ditengarai oleh penulis berasal dari urutan abjad huruf Yunani. Menilik generasi sebelumnya disebut Generasi Alpha/Alfa (2011–2024), maka selanjutnya (2025–rentang waktu yang disepakati) adalah B, Beta.

Sebelum mencatat hasil pengamatan terhadap karakteristik dari generasi manusia terbaru ini, nyatanya masih ada beberapa pekerjaan rumah (PR) yang belum terselesaikan dengan generasi manusia sebelumnya, yaitu Gen Alpha. Gen Alpha yang tumbuh bersama internet, memberikan sumbangsih besar terhadap siniar dunia maya.

Interaksi konten dan komunikasi publik yang terjadi, menciptakan simbol-simbol komunikasi baru yang diserap dan disepakati bersama—serupa konsep dasar bahasa, yaitu hasil konvensi sebuah kelompok–untuk memberi tanda pada sebuah hal.

Secara logika, Gen Beta juga belum dapat disebut sebagai homo semioticus. Hal ini didasarkan pada peran bahasa yang dihasilkan belum signifikan dan bersifat pasif sehingga data yang didapatkan juga begitu sedikit dan–bualan –tidak bermakna. Maka, tulisan ini akan lebih terfokus pada Gen Alpha, sebagai generasi manusia yang telah andil dalam perkembangan bahasa Indonesia dalam 15 tahun terakhir.

Arbitrer, Gen Alpha Menyingkat Kosakata

Rosdiana (2014) mengemukakan tujuh ciri bahasa manusia, salah satunya adalah bahasa manusia yang memungkinkan telekomunikasi mengenai perihal baru. Berbeda dengan satuan komunikasi hewan yang bersifat stagnan dan tetap, bahasa manusia menyampaikan konsep-konsep baru untuk memberikan simbol pada sebuah hal.  

Begitu pula Gen Alpha, dengan salah satu cirinya, yaitu bahasa yang terdiri dari 1–2 silabel/suku kata. Diambil beberapa kata yang populer di internet misalnya rizz, sigma, mewing, dan goat. Berdasarkan teori pelepasan (delesi), perluasan (dekspansi), dan penggantian (substitusi), pada kata rizz terjadi pengurangan/penghilangan beberapa unsur satuan bahasa dan penambahan sekaligus penggantian huruf dari kata asal, yaitu karisma.

Secara teoretis dijelaskan sebagai berikut: silabel ka dan ma mengalami pelesapan, kemudian terjadi penambahan sekaligus penggantian pada fonem [s] dengan -zz sehingga menjadi bentuk baru yaitu, rizz.

Bersifat manasuka, proses morfologis bahasa Gen Alpha ini ditengarai oleh penulis bertujuan untuk terlihat modern dengan menciptakan kesan gaul melalui desis alveolar yang terjadi. Pada tataran telekomunikasi, kesan gaul yang dibangun oleh gen Alpha akan terus dimodifikasi dengan satuan bahasa yang lain guna menyampaikan gagasan dalam pertumbuhannya dari hari ke hari.

Bahasa Gen Alpha, Makna, dan Konvensi Bersama

Bentuk ucapan yang memiliki makna disebut bahasa, sedangkan segala ucapan yang tidak mengandung makna tidaklah dapat digolongkan sebagai sebuah bahasa. Bahasa Gen Alpha (beberapa) belum masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Meski begitu, Bentuk-bentuk ujaran ini tetap memiliki makna yang bersifat manasuka dan seringkali bergeser. Pada konteks tertentu misalnya, kata sigma bermakna ‘keren’, ‘pemimpin’, dan ‘teladan’.

Selanjutnya, perihal kesepakatan sebuah bahasa terhadap pemakainya. Semua anggota harus mematuhinya, misal sebuah sifat yang berkenaan dengan hal minus atau jelek oleh Gen Alpha dilambangkan dengan bunyi (skibidi). Apabila suatu kelompok tidak mematuhi konvensi ini, dengan mengubahnya dengan lambang bunyi yang lain misalnya (skintot) maka komunikasi akan gagal.

Maka dengan ini, dapat diamati bahwa sebuah bahasa misalnya bahasa Gen Alpha memiliki dua sifat sekaligus, yaitu arbitrer (manasuka) dan konvensi/ kesepakatan bersama.

Skema Lanjutan Masyarakat Bahasa terhadap Bahasa Gen Alpha

Mengingat bahwa bahasa Gen Alpha memiliki sistem aksara yang sama dengan alfabetis bahasa Indonesia. Pada penggunaan praktis, bahasa Gen Alpha kemungkinan besar akan masuk–lebih banyak tidak terbatas seperti sekarang–ke dalam indeks Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pada masa yang akan datang.

Hal ini diyakini karena sebuah bahasa tidak diturunkan, melainkan dipelajari sejak bayi hingga dewasa. Bahasa Gen Alpha akan tumbuh menjadi kosakata baru yang mengandung nilai rasa kuat dan identik dengan karakteristik Gen Alpha.

Lebih lanjut, dukungan teknologi yang begitu pesat yang hadir bersama pertumbuhan Gen Alpha, akan memberikan dampak langsung pada internet. Pemakaian umum kosakata ini, akan dikaji oleh pemerhati bahasa untuk dibakukan sebagai kekayaan leksem bidang bahasa Indonesia. 

 

Sumber pustaka:
Rosdiana, Y. (2014). Hakikat bahasa. Dalam Y. Rosdiana, N. Supratmi, AN Izzati, TW Mundrati, T. Prakoso, L. Setiawati, et Al., Bahasa Dan Sastra Indonesia Di Sekolah Dasar, 1-42.

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya