Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Makmur Berkesinambungan tanpa Kayu

DENNY SUSANTO
25/11/2020 01:05
Makmur Berkesinambungan tanpa Kayu
Personel Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan polisi hutan menggagalkan penyelundupaan kayu hasil operasi pemberantasan pembalakan liar(MI/DENNY SUSANTO)

HUTAN tidak hanya kayu. Para petani di pinggiran hutan di Kalimantan Selatan sudah membuktikannya

Mereka tidak menggasak kayu untuk dijual. Para petani menanami kawasan hutan dengan tanaman lain atau hasil hutan bukan kayu alias HHBK.

Dari pinggiran hutan, mereka mampu menambah kocek dari panen madu alam, kopi lokal, gula merah, beras merah, dan minyak kemiri. “Selain itu, ada juga olahan jamur, minyak sereh, minyak buah ulin, kayu manis, jamu-jamuan, tikar lampit, serta kursi rotan,” kata Kepala Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan, Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan, Warsita.

Hutan di Kalsel dikenal memiliki sumber daya keanekaragaman hayati yang sangat potensial dikembangkan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan serta pendapatan daerah. Salah satu strategi pemanfaatan kawasan hutan yang mengedepankan konsep pelestarian lingkungan ialah pengembangan HHBK.

“Salah satu konsep utama dari Revolusi Hijau adalah menyejahterakan masyarakat sekitar hutan. Selain produk hutan berupa kayu, Pemprov Kalsel saat ini gencar mengembangkan produk HHBK,” kata Irvan, Kepala Seksi Pemasaran dan Pengolahan Hasil Hutan, Dinas Kehutanan Kalsel.

Wilayah hutan di provinsi ini yang mencapai luas 1,7 juta hektare memiliki beragam jenis hasil hutan bukan kayu. Selain sudah digeluti masyarakat lokal secara turun-temurun, pemerintah daerah juga ikut mengembangkannya.

Untuk mempermudah pemasaran produk HHBK yang dihasilkan masyarakat dari beberapa Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), Irvan menyatakan pemerintah provinsi sudah membangun Pusat Pemasaran Hasil Hutan. Selain itu, tambah Warsita, berbagai produk HHBK mulai dipasarkan secara daring, seperti di
Shopee dan Bukalapak. “Ini juga merupakan bagian penting dari revolusi industri 4.0. Memiliki market e-comerce sudah menjadi kewajiban para produsen dalam memasarkan produk, termasuk dari sektor kehutanan,” jelasnya.

Warsita juga menyatakan pemasaran beberapa produk HHBK asal KalimantanSelatan sudah merambah pasar nasional dan internasional.

Pembangunan kehutanan di Kalimantan Selatan dalam waktu dekat juga akan diramaikan dengan kehadiran e-Service. Aplikasi ini memungkinkan masyarakat untuk mengetahui data seputar kehutanan, dari jasa lingkungan, destinasi wisata, hingga produk hasil hutan bukan kayu. “Dari aplikasi itu, warga mudah mencari tahu hasil hutan seperti tanaman sengon dan berapa produksinya. Atau soal destinasi wisata yang bisa dikunjungi, juga produk hasil hutan seperti gula merah dan madu,” ujar Plt Kepala Dinas Kehutanan Fatimatuzzahra.

Perhutanan sosial


Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan menargetkan pembangunan perhutanan sosial seluas 170.000 hektare atau 10% dari luas kawasan hutan yang mencapai 1,7 juta hektare. Program yang dikomandani Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan itu bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan, sekaligus menciptakan model pelestarian hutan yang efektif.

Di Kalsel, sejak 2018 sudah ada 274 kelompok masyarakat yang memperoleh izin perhutanan sosial. Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Penyuluhan,
dan Perhutanan Sosial, Dinas Kehutanan, Gde Arya Subhakti, menyatakan perhutanan sosial memiliki lima skema, yaitu hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, kemitraan kehutanan, dan hutan adat.

Program ini merupakan pengejawantahan paradigma bahwa pembangunan dapat dilaksanakan oleh masyarakat pinggiran atau masyarakat sekitar hutan.
Pemerintah memberikan akses legal bagi masyarakat dalam mengelola hutan untuk peningkatan kesejahteraan mereka.

“Perhutanan sosial sejatinya merupakan program hutan untuk rakyat agar terwujud masyarakat yang mandiri secara ekonomi,” ujar Gde.

Kisah sukses perhutanan sosial juga sudah banyak terjadi di provinsi ini. Salah satunya perhutanan sosial di Desa Haruyan Dayak, Kabupaten Hulu Sungai
Tengah.

Desa itu berhasil mengembangkan beragam potensi hutan berupa madu kelulut, kemiri, pisang, kayu manis, dan sengon. “Beragam potensi hutan telah berhasil dikembangkan masyarakat Desa Haruyan Dayak. Bagi masyarakat desa, perhutanan sosial ini sangat membantu kesejahteraan mereka,” kata M Yusri, pendamping Lembaga Pengelola Hutan Desa di Haruyan Dayak.

Program perhutanan sosial lainnya yang cukup berhasil ialah pengembangan kopi Aranio, kopi lokal di Desa Tiwingan Baru, Kabupaten Banjar. Di daerah yang sama juga ada produk madu serta serai wangi di Desa Alimpung, sebuah pulau kecil di dalam kawasan Waduk Riam Kanan. (N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya