Headline

Konsistensi penegakan hukum perlindungan anak masih jadi tantangan

Fokus

Di Indonesia, cukai rokok sulit sekali naik, apalagi pada tahun politik.

AS Tuntut TKDN Dihapus, Indef: Waspadai Risiko Keran Impor!

Insi Nantika Jelita
23/7/2025 17:55
AS Tuntut TKDN Dihapus, Indef: Waspadai Risiko Keran Impor!
Presiden Amerika Serikat Donald Trump.(ANTARA/Xinhua )

KEPALA Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman mengingatkan risiko pencabutan syarat tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dapat membuka keran impor tanpa imbal balik.

Menurutnya, kebijakan tersebut logis jika segera dikonversi menjadi alat dorong (leverage) untuk mempercepat industrialisasi. Bukan, merugikan industri dalam negeri.

“Kebijakan ini masuk akal jika segera dikonversi menjadi leverage industrialisasi, bukan cek kosong yang membuka keran impor tanpa imbal balik nilai tambah domestik,” tegas Rizal kepada Media Indonesia, Rabu (23/7).

Rizal menyoroti dalam kesepakatan dagang terbaru, Indonesia memang memperoleh keuntungan berupa penurunan ancaman tarif dari Amerika Serikat menjadi 19% serta peluang ekspor yang lebih pasti. Namun, sebagai imbalannya, Indonesia menghapus lebih dari 99% tarif dan berbagai hambatan nontarif, termasuk persyaratan local content (TKDN) bagi produk asal AS.

Ia menekankan, tanpa adanya arsitektur offset atau mekanisme imbal balik, seperti pembangunan pabrik, program pengembangan pemasok lokal, transfer teknologi, dan aturan ketat asal barang untuk mencegah masuknya konten dari negara ketiga, industri komponen nasional mulai dari baja, pipa, otomotif/EV, hingga alat kesehatan berisiko tersingkir sebelum sempat naik kelas.

Rizal kemudian menduga pemerintah telah mulai memberi sinyal fleksibilitas dalam kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), ditandai dengan penurunan ambang batas TKDN dalam pengadaan barang dan jasa dari 40% menjadi 25%.

Melihat arah tersebut, Rizal mendorong agar Indonesia segera beralih dari pendekatan kuota yang kaku ke model performance-based localization. Dalam model ini, insentif fiskal dan preferensi pengadaan pemerintah tidak lagi sekadar didasarkan pada angka TKDN formal, tetapi harus dikaitkan langsung dengan realisasi investasi industri, kandungan rekayasa dan teknologi lokal, serta penyerapan tenaga kerja nasional.

Lebih lanjut, ia menekankan perlunya diterapkan time-bound review (evaluasi berkala dalam batas waktu tertentu) dan mekanisme safeguard (pengamanan).

"Hal ini untuk mengantisipasi potensi lonjakan impor sebagai konsekuensi dari pelonggaran aturan," ucap ekonom Indef itu.

Dengan desain kebijakan seperti itu, menurut Rizal, liberalisasi TKDN justru dapat menjadi katalis peningkatan daya saing industri nasional, alih-alih menjadi jalan menuju deindustrialisasi dini. (Ins/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irvan Sihombing
Berita Lainnya