Headline

Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.

Fokus

Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.

Soal Kesepakatan Tarif, Luhut Bantah Beri Karpet Merah ke AS

Insi Nantika Jelita
17/7/2025 09:43
Soal Kesepakatan Tarif, Luhut Bantah Beri Karpet Merah ke AS
Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan(DEN)

Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan membantah pemerintah Indonesia memberikan perlakuan istimewa kepada pemerintah Amerika Serikat (AS). Dalam kesepakatan tarif, ekspor Indonesia ke AS dikenakan tarif sebesar 19%, sementara produk-produk asal AS mendapatkan akses penuh ke pasar Indonesia tanpa beban tarif. 

Dia menuturkan penyesuaian tarif Indonesia terhadap produk AS merupakan bagian dari kebijakan yang bersifat strategis untuk memperkuat rantai pasok, menarik investasi berbasis nilai tambah, dan memperkuat posisi Indonesia sebagai mitra dagang yang dihormati.

“Kita tidak sedang memberi karpet merah untuk pihak luar, tetapi justru membuka jalan yang lebih besar bagi produk dan pelaku usaha Indonesia untuk bersaing di pasar global," ungkap Luhut dalam keterangan resmi, Kamis (17/7).

Luhut menjelaskan Indonesia mengambil langkah strategis dengan menyederhanakan tarif terhadap sebagian besar produk impor dari AS, sebagai bagian dari pendekatan timbal balik yang terukur dan menguntungkan kedua belah pihak. Kebijakan ini bukanlah konsesi sepihak, melainkan strategi untuk membuka peluang investasi, mendorong transfer teknologi, dan memperluas akses pasar ekspor Indonesia secara lebih kompetitif.

"Ini adalah diplomasi ekonomi dengan visi jangka panjang yang jelas, yang berlandaskan kepentingan nasional,” klaimnya.

DEN, lanjutnya, telah melakukan simulasi ekonomi dengan dua skenario utama. Pada skenario pertama, tarif tambahan terhadap produk Indonesia tetap tinggi di angka 32%, sebagaimana sebelum kesepakatan dicapai. Sementara pada skenario kedua, tarif berhasil diturunkan menjadi 19%, disertai dengan penyesuaian tarif impor Indonesia terhadap sebagian besar produk dari AS. Kedua skenario ini dianalisis untuk mengukur dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi, investasi, tenaga kerja, dan kesejahteraan masyarakat.

Kata Luhut, hasil simulasi menunjukkan skenario kedua memberikan dampak ekonomi yang jauh lebih positif. Produk domestik bruto (PDB) diprediksi naik sebesar 0,5%, didorong oleh peningkatan investasi dan konsumsi. 

"Penyerapan tenaga kerja tumbuh sebesar 1,3%, sementara kesejahteraan masyarakat meningkat sebesar 0,6%," terangnya.

Simulasi juga memperkirakan lonjakan investasi hingga 1,6%, yang menunjukkan potensi relokasi industri global ke Indonesia, terutama di sektor-sektor padat karya seperti tekstil, garmen, alas kaki, furnitur, serta perikanan.

Luhut menambahkan, Indonesia menjadi negara dengan tambahan tarif AS paling rendah dibandingkan negara yang memiliki surplus perdagangan dengan AS dan juga diantara negara ASEAN lainnya. 

"Ini tentunya memberikan kesempatan yang besar bagi Indonesia.” pungkas Luhut.

Penurunan tarif dari 32% ke 19% dianggap membuka peluang besar bagi industri padat karya di Indonesia seperti tekstil dan produk tekstil, alas kaki, serta furnitur untuk memperluas akses pasar di Amerika Serikat dengan hambatan biaya yang lebih rendah. Selain mendorong ekspor, kebijakan ini juga berpotensi menarik minat investor asing untuk merelokasi industrinya ke Indonesia, demi memanfaatkan keunggulan tarif dalam mengakses pasar AS. 

DEN juga melihat kesepakatan ini sebagai pijakan penting untuk mempercepat agenda deregulasi dan menurunkan biaya logistik serta produksi di dalam negeri (high cost economy). Dengan demikian, bukan hanya ekspor yang terdorong, tetapi juga daya saing ekonomi nasional secara menyeluruh. (E-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika
Berita Lainnya