Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Butuh Kalkulasi Matang dalam Negosiasi Tarif AS

Insi Nantika Jelita
08/7/2025 03:48
Butuh Kalkulasi Matang dalam Negosiasi Tarif AS
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok.(MI/Usman Iskandar)

KETUA Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menilai rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberlakukan tarif tambahan sebesar 10% terhadap negara-negara BRICS perlu diantisipasi dengan kalkulasi yang matang dan strategi yang terukur.

Menurut Shinta, bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS adalah langkah strategis dalam memperkuat jejaring global south, memperluas akses pembiayaan alternatif, serta mendiversifikasi pasar ekspor nasional. Namun, langkah ini juga menghadirkan tantangan baru, terutama dalam bentuk respons proteksionis dari negara seperti AS.

Shinta menegaskan negosiasi di bawah pemerintahan Trump membutuhkan kewaspadaan tinggi karena kebijakan bisa berubah secara mendadak seiring kepentingan politik domestik AS.

"Negosiasi dengan pihak AS, khususnya di era Trump, selalu menuntut kalkulasi yang tepat dan kewaspadaan tinggi karena keputusan kebijakan dapat berubah sewaktu-waktu," ujarnya, Senin (7/7).

Pemerintah, ungkapnya, telah mengajukan proposal second offer atau penawaran kedua yang telah diterima oleh perwakilan resmi pemerintah AS, yakni United States Trade Representative (USTR). 

Shinta menekankan pentingnya menjaga posisi tawar Indonesia agar tidak dipukul rata dengan negara-negara BRICS lainnya, mengingat perbedaan mendasar dalam profil komoditas dan struktur industrinya.

Menurutnya, keberhasilan negosiasi dalam mengantisipasi potensi tarif tambahan dari AS akan sangat bergantung pada kapasitas diplomasi ekonomi yang terstruktur, berpijak pada kepentingan jangka panjang industri dalam negeri. Pemerintah sebagai negosiator memiliki peran utama dalam menyusun strategi.

"Sementara, dunia usaha siap memberikan masukan tambahan yang dibutuhkan kapan pun diperlukan," ucapnya.

Dalam konteks ini, Shinta mengatakan Apindo telah menjadi mitra strategis pemerintah sejak awal, mengawal jalannya proses negosiasi kebijakan tarif resiprokal yang kini memasuki tenggat krusial pada 9 Juli 2025.

Selama 90 hari terakhir, pihaknya bersama para pelaku usaha telah aktif menyampaikan berbagai masukan, baik secara tertulis maupun langsung dalam berbagai forum resmi. Salah satu usulannya ialah membuka peluang impor komoditas penting seperti kapas, kedelai, produk susu, jagung, dan crude oil sebagai bagian dari strategi win-win, guna menjaga kebutuhan industri dalam negeri sekaligus menjawab kekhawatiran defisit perdagangan AS.

Menekan industri
Di satu sisi, Shinta mengingatkan jika tarif tambahan benar-benar diberlakukan AS di luar skema tarif resiprokal yang tengah dinegosiasikan, dampaknya bisa sangat terasa bagi Indonesia. Yakni, dapat menekan sektor industri padat karya seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), furnitur, alas kaki, dan mainan. Ini menjadi sektor-sektor yang masih sangat bergantung pada pasar AS. 

Meskipun ekspor Indonesia ke AS hanya sekitar 10% dari total ekspor dan kontribusi ekspor terhadap PDB masih relatif rendah (sekitar 21%), tekanan global, masuknya barang ilegal, dan biaya produksi yang tinggi tetap menjadi risiko nyata yang tidak bisa diabaikan.

"Risiko ini yang mesti diwaspadai pemerintah," imbuh Shinta.

Meski demikian, Apindo melihat di balik risiko selalu ada peluang. Keanggotaan Indonesia di BRICS membuka akses lebih luas ke New Development Bank dan potensi integrasi pasar intra-BRICS. Oleh karena itu, pelaku usaha Indonesia didorong untuk fokus pada keunggulan kompetitif, penguatan rantai nilai (value chain), serta menjaga keberlanjutan dan ketahanan industri dalam jangka panjang.

Dengan konsolidasi kebijakan resiprokal yang solid, diplomasi dagang yang berbasis data dan bukti (evidence-based), serta partisipasi aktif dunia usaha, Indonesia diyakini dapat memitigasi dampak negatif kebijakan proteksionis AS sambil tetap memanfaatkan peluang dari BRICS. (Ins/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Mirza
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik