Headline
RI-AS membuat protokol keamanan data lintas negara.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
KETUA Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anne Patricia Sutanto menilai kebijakan perdagangan Amerika Serikat di bawah Donald Trump, termasuk kenaikan tarif secara resiprokal, seharusnya tidak menjadi alasan Indonesia untuk bersikap reaktif.
Sebaliknya, ia menyebut hal ini sebagai momentum untuk mendorong akselerasi deregulasi dan transformasi industri di dalam negeri.
"Dampak dari AS ke Indonesia secara total ekspor kita itu kurang lebih hanya 2% dari PDB kita. Pemerintah tidak melakukan retaliasi, tapi respons positif, karena kita masih punya potensi untuk menaikkan PDB," ujarnya, Jumat (11/4).
Anne menekankan, posisi Indonesia yang netral dalam hubungan internasional memberi ruang bagi pengusaha dan pemerintah untuk melihat tekanan eksternal ini sebagai peluang, bukan semata ancaman.
"Virus Trump 2.0 ini bisa mengguncangkan. Tapi apakah kita bisa survive, tergantung kita mau terima vaksinnya atau tidak. Vaksinnya adalah deregulasi dan transformasi," kata Anne.
Menurutnya, selama ini dunia usaha sudah menyampaikan daftar peraturan yang membebani biaya usaha. Ia menyebut bahwa beberapa industri harus mengurus hingga 77 izin hanya untuk memulai operasi, dengan proses yang bisa memakan waktu hingga tiga tahun.
Hal itu kontras dengan negara lain seperti Vietnam atau Tiongkok yang bisa memproses dalam waktu jauh lebih singkat. "Yang penting bukan cuma jumlah izinnya, tapi juga waktunya. Kalau industri mau masuk tahun depan, tapi urus izinnya tiga tahun, ya momentumnya lewat," jelasnya.
Anne juga menyoroti beban biaya perpanjangan izin bagi perusahaan yang sudah beroperasi dan patuh pajak. "Apa gunanya perusahaan yang patuh, legal, tapi perpanjangan izin saja harus keluar biaya tambahan? Bukannya dari pajak sudah cukup?" tuturnya.
Menyoal diversifikasi pasar, Anne menyambut baik upaya pemerintah memperkuat kerja sama dagang dengan negara lain, termasuk Turkiye. Namun, ia menegaskan kerja sama dagang hanya efektif jika ada kesesuaian produk dan jasa yang saling melengkapi.
"Kalau memang ada complementary sama kita, kenapa tidak? Tapi kalau tidak ada, ya jangan dipaksakan," ujar dia.
Untuk prospek perdagangan tahun ini, Anne menggarisbawahi pentingnya kecepatan akselerasi reformasi regulasi yang sudah lama diusulkan dunia usaha. "Mungkin dampak positifnya bukan tahun ini, tapi tahun depan. Tapi kalau sebelum semester satu tahun ini sudah ada pembenahan, saya optimis target kenaikan yang diinginkan Pak Prabowo bisa tercapai di akhir masa jabatan," pungkas Anne. (Mir/M-3)
Penguatan kebijakan penting dilakukan agar pelaku industri tidak terdampak oleh potensi pengalihan pasar dari negara-negara yang terimbas ketentuan dagang baru.
Secara keseluruhan, Indonesia bakal impor energi dari 'Negeri Paman Sam' sebesar US$15 miliar atau sekitar Rp245,1 triliun (kurs Rp16.340 per dolar AS).
Donald Trump pada hari Kamis (10/7) menyatakan rencananya untuk menetapkan tarif menyeluruh sebesar 15% atau 20% untuk sebagian besar negara mitra dagang.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara resmi menaikkan tarif impor terhadap barang dari 22 negara.
Apindo menekankan pentingnya menjaga posisi tawar Indonesia agar tidak dipukul rata dengan negara-negara BRICS lainnya.
Regulasi yang tidak menghambat juga diharapkan mampu mendorong pertumbuhan bisnis waralaba di Tanah Air.
Langkah pemerintah melakukan deregulasi terkait impor dan kemudahan berusaha diapresiasi.
Kadin Indonesia menyoroti pentingnya pengawasan lapangan untuk mencegah masuknya barang ilegal yang selama ini kerap lolos dari pengawasan.
Paket deregulasi dinilai tidak hanya menyederhanakan aturan, tetapi juga memperkuat efisiensi dan menekan biaya tinggi yang selama ini menjadi hambatan dunia usaha.
Kemenperin siap melakukan penyesuaian kebijakan internal untuk menghindari tumpang tindih regulasi, sekaligus menyesuaikan dengan arah deregulasi nasional yang kini tengah bergulir.
Presiden secara tegas juga meminta agar setiap proses perizinan tidak boleh menciptakan birokrasi yang panjang, tidak efisien, dan menimbulkan biaya tinggi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved