Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

PP 28 Tahun 2024 Ancam Sektor Padat Karya, Potensi Rugi Ratusan Triliun

Despian Nurhidayat
30/6/2025 10:37
PP 28 Tahun 2024 Ancam Sektor Padat Karya, Potensi Rugi Ratusan Triliun
Ilustrasi(Antara)

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 memicu kekhawatiran serius di kalangan legislatif dan pelaku ekonomi nasional. Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun memperingatkan bahwa regulasi ini berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi hingga ratusan triliun rupiah serta mengancam kedaulatan kebijakan nasional.

Misbakhun menyoroti kontribusi besar sektor tembakau terhadap penerimaan negara. Pada 2024, Cukai Hasil Tembakau (CHT) tercatat mencapai Rp216,9 triliun atau sekitar 72% dari total penerimaan kepabeanan dan cukai. “Yang menjadi pertanyaan, apakah pemerintah sudah menyiapkan strategi pengganti penerimaan cukai hasil tembakau sebesar Rp300 triliun di industri hasil tembakau ini?” ujarnya dilansir dari keterangan resmi, Senin (30/6). 

Ia menilai PP 28/2024 sebagai pukulan telak terhadap industri hasil tembakau (IHT), yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi di berbagai daerah. Menurutnya, sektor ini tidak hanya terkait dengan isu kesehatan, tetapi juga menyangkut industri, pertanian, dan ketenagakerjaan padat karya.

Misbakhun secara khusus menyoroti pentingnya melindungi sigaret kretek tangan (SKT) sebagai kekuatan ekonomi lokal. Ia menegaskan bahwa sektor ini menghidupkan ekonomi rakyat, dari petani hingga pelaku industri kecil. “Ini soal amanat konstitusi untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia mempertanyakan legitimasi PP 28/2024 yang dinilai menyimpang dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan sebagai kebijakan induknya. Ia menilai PP tersebut mengatur hal-hal yang tidak secara eksplisit diatur dalam UU, bahkan melampaui kewenangannya.

“PP 28/2024 ini sangat jelas apa yang tidak ada dalam UU diatur di dalam PP-nya,” ujarnya.

Ia mencontohkan sejumlah ketentuan seperti pembatasan TAR dan nikotin, zonasi larangan iklan, hingga rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), aturan turunan PP 28/2024, yang menurutnya tidak memiliki dasar hukum kuat dalam UU Kesehatan.

“Apakah boleh PP itu sebagai pelaksana UU mengatur hal yang berbeda dengan UU-nya? Inilah yang harus dijadikan acuan kita,” tegasnya.

Misbakhun juga mengkritik Rancangan Permenkes yang mengatur lebih lanjut soal penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek. Ia menilai hal ini sebagai bentuk pelanggaran terhadap disiplin konstitusi dan berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.

“Negara jangan hanya memikirkan aspek kesehatan dan ini tidak adil,” imbuhnya.

Misbakhun mengungkapkan kekhawatiran atas indikasi konsolidasi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ingin membatasi industri tembakau dengan dalih isu kesehatan. Ia menyoroti potensi intervensi asing melalui adopsi prinsip-prinsip Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), meskipun Indonesia secara resmi tidak meratifikasi konvensi tersebut.

“Jangan sampai kita diinjak oleh konspirasi global yang menginfiltrasi kebijakan nasional untuk kepentingan pihak tertentu,” pungkasnya.

Ia mengingatkan bahwa Presiden RI Prabowo Subianto telah menegaskan pentingnya menjaga kedaulatan kebijakan nasional dari intervensi asing, termasuk dalam pidato Hari Lahir Pancasila pada 2 Juni 2025. Dalam pidato tersebut, Presiden menyinggung adanya pendanaan asing terhadap LSM yang berpotensi memecah belah bangsa. Misbakhun menegaskan bahwa pemerintah harus berdiri di garis depan untuk melindungi sektor strategis seperti industri tembakau dari tekanan global yang tidak berpihak pada kepentingan nasional. (E-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik