Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Komisi VII Fraksi NasDem Dorong Pengelolaan Tambang yang Baik di Pulau Gag

Andhika Prasetyo
12/6/2025 13:39
Komisi VII Fraksi NasDem Dorong Pengelolaan Tambang yang Baik di Pulau Gag
Anggota Komisi VII DPR RI Rico Sia(NasDem)

Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai NasDem Rico Sia mengungkapkan duduk perkara dicabutnya empat perusahaan tambang di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya. Menurutnya, itu dilakukan agar masyarakat adat setempat khususnya dan masyarakat pada umumnya bisa memahami betul apa yang sesungguhnya terjadi.

"Sebelumnya sudah disampaikan Pak Menteri ESDM Bahlil Lahadalia bahwa yang memiliki izin lengkap untuk beroperasi adalah PT Gag Nikel yang berada di Pulau Gag. Itu merupakan anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PT Antam," ungkap Rico Sia dalam keterangannya, Kamis (12/6).

Pernyataan ini berarti, empat perusahaan tambang yang terdiri dari  PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) dan PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), adalah tidak memiliki izin lengkap.

"Ini artinya, empat perusahaan tersebut ilegal dan yang mempunyai izin tambang yang lengkap adalah PT Gag," tandas Rico.

Legislator NasDem dari Dapil Papua Barat Daya ini menerangkan, pada akhir 2024, Kementerian Lingkungan Hidup (LHK) melaporkan, dalam survei yang mereka lakukan sejak tanggal 26-30 Mei 2025, masih ada perusahaan Kawei Sejahtera Mining yang beroperasi. Begitupun dengan perusahaan MRP yang masih melakukan pengeboran. Sementara, ASP sudah meninggalkan wilayahnya yang luasan di dalam izin melebihi luas pulau itu sendiri. Untuk perusahaan Nurham sendiri baru terbit dan belum melakukan operasi apa-apa. 

"Ini artinya, tiga perusahaan tersebut jelas melakukan ilegal mining yang apabila tidak dicabut izinnya maka akan menimbulkan kerugian negara," jelas Rico. 

Pada saat kerugian negara terjadi, tambah Rico, pihak aparat penegak hukum akan turun tangan untuk melakukan lidik yang bisa ditingkatkan ke penyelidikan.

"Lalu siapa yang akan ditangkap, tentunya mereka yang memiliki usaha yang akan berproses lebih lama. Tapi yang juga berurusan dengan aparat penegak hukum adalah masyarakat adat, termasuk masyarakat setempat," terang Rico.

Rico yang sejak awal mendengarkan aspirasi masyarakat Papua Barat Daya dan memperjuangkan berdirinya provinsi tersebut, sangat menyayangkan jika masyarakat adat ikut terlibat dalam masalah hukum.

"Kami sayang mereka. Saya mendengar aspirasi masyarakat dan ikut memperjuangkan provinsi tersebut makanya kami juga memperjuangkan agar perusahaan ilegal dicabut izinnya. Ini karena saya tidak mau mereka jadi korban di kemudian hari dan berdampak hingga ke anak cucu dengan rusaknya lingkungan. Semoga mereka bisa memahami hal ini," tutur Rico.

Ia juga mengingatkan agar Pemerintah memikirkan masyarakat setempat sebagai garda terdepan dan pemilik wilayah untuk menjaga kebersihan lingkungannya, menjaga pariwisatanya agar tetap bagus. Untuk itu, dibutuhkan insentif melalui program-program wisata yang berjalan di sana.

"Oleh karenanya, kami juga mendorong agar politeknik pariwisata untuk segera dibangun di Papua Barat Daya," tukas Rico.

Dijelaskan Rico, pada saat komisi VII DPR melakukan kunjungan ke Politeknik Pariwisata di Bandung, Kementerian Pariwisata sudah memiliki keinginan untuk membangun politeknik pariwisata di Papua Barat Daya.

Namun mereka butuh bantuan dari Pemerintah Daerah setempat agar disiapkan lahannya, mungkin bentuknya bisa hibah kepada mereka supaya Kementerian Pariwisata bisa membangun politeknik pariwisatanya. 

"Nah kolaborasi dan kerja sama ini tentunya akan menguntungkan daerah dan menguntungkan pemilik petuanan petuanan, hak ulayat, hak adat yang ada di sana. Bisa melalui dana otsus (otonomi khusus) atau Corporate Social Responsibility. Kalau mereka diberikan hak seperti ini, tentunya kesejahteraan berkelanjutan sampai antar generasi anak cucu cicit dan seterusnya akan terjaga, bukan hanya pada saat ini saja," tegas Rico.

Kedepannya, Rico berharap akan lebih besar lagi pembangunan infrastruktur-infrastruktur kepariwisataan bisa dibangun oleh BUMN atau anak-anak perusahaannya di Raja Ampat.

"Ini menandaskan ada negara hadir melalui perusahaan milik negara. Jadi tidak ada lagi yang perlu diperdebatkan, karena ini semua sudah menyelamatkan pemilik hak ulayat dari gugatan hukum, bila hal seperti ni terus berlangsung," tegas Rico.  

Terakhir, ia menekankan bahwa kelestarian alam harus betul-betul terjamin sehingga destinasi wisata dunia yang dimiliki Raja Ampat tetap elok di mata dunia.

"Yang harus diingat betul adalah pertambangan hanya menguntungkan segelintir pihak, tapi kerusakan lingkungan akan berkepanjangan dirasakan. Yang penting hari ini adalah membangun parisiawata di Raja Ampat tanpa melupakan masyarakat adat," pungkas Rico. (E-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika
Berita Lainnya