Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Pangsa Pasar Unilever Indonesia Anjlok Ditekan Boikot dan Merek Lokal

Wisnu Arto Subari
12/1/2025 16:35
Pangsa Pasar Unilever Indonesia Anjlok Ditekan Boikot dan Merek Lokal
Ilustrasi.(Freepik)

SITUASI Unilever di Indonesia semakin kompleks karena perusahaan tersebut menghadapi boikot yang merugikan. Ini memperburuk erosi pangsa pasarnya di ekonomi terbesar di Asia Tenggara tersebut. Boikot tersebut, yang didorong oleh sentimen terkait tindakan genosida militer Israel di Gaza, mendorong konsumen di negara-negara yang mayoritas Muslim, termasuk Indonesia, untuk memikirkan kembali pengeluaran mereka terhadap produk-produk dari perusahaan multinasional seperti Unilever.

Data terbaru menunjukkan bahwa pangsa pasar Unilever di Indonesia turun menjadi 34,9% pada kuartal III atau turun dari 38,5% tahun sebelumnya. Penurunan ini sangat memprihatinkan mengingat pendapatan signifikan Unilever dari operasinya di Jakarta yang menyumbang US$2,39 miliar pada 2023 atau mencakup 3,8% dari keseluruhan penjualan grup. Namun, menavigasi lanskap konsumen lokal terbukti menantang karena konsumen condong ke merek lokal yang lebih terjangkau di tengah meningkatnya biaya dan tekanan ekonomi.

Meskipun menawarkan berbagai produk terkenal--seperti deodoran Axe, bumbu Royco, dan es krim Cornetto--Unilever berjuang untuk menarik pelanggan selama dekade terakhir. Analisis oleh Kantar menunjukkan bahwa banyak merek andalan Unilever, termasuk Lifebuoy dan Sunlight, pernah berada di antara 10 merek teratas di Indonesia pada 2020. 

Namun pada 2023, hanya Royco yang tersisa di daftar elite itu. Pemain lokal seperti Wings Group dan Mayora Indah mengambil alih takhta. Perusahaan itu bahkan menaikkan harga selama pandemi untuk mengimbangi inflasi yang mungkin semakin mengasingkan pembeli yang sadar anggaran.

Bukan hanya merek lokal yang menekan Unilever, pesaing baru seperti lini kecantikan halal Paragon Wardah dan merek es krim Tiongkok Skintific membuat terobosan signifikan ke pasar. Kesenjangan biaya terlihat jelas, seperti yang terlihat dari perbandingan produk. 

Misalnya, sebotol sabun cair standar 400 mililiter dari merek Nuvo milik Wings dijual dengan harga sekitar 20% lebih murah daripada Lifebuoy milik Unilever. Sebotol deterjen cucian SoKlin milik Wings berukuran 700 mililiter sekitar 7% lebih murah daripada Rinso milik Unilever.

Lanskap persaingan ini semakin rumit karena menyusutnya jumlah kelas menengah Indonesia, tren yang diperburuk oleh hilangnya pekerjaan dan berkurangnya kesempatan kerja. Asosiasi pengecer lokal Tutum Rahanta menunjukkan bahwa kontraksi ekonomi ini mendorong meningkatnya permintaan akan pilihan bahan makanan yang lebih terjangkau. 

Unilever mengakui pergeseran pasar ini dan dilaporkan berupaya merevitalisasi kehadiran merek dan strategi penetapan harga agar lebih selaras dengan kepekaan harga konsumen dan kebiasaan berbelanja yang semakin mengarah ke daring. Presiden Unilever Indonesia, Benjie Yap, menyatakan bahwa perusahaan memahami kebutuhan mendesak untuk beradaptasi dengan perubahan sosial yang signifikan ini. 

Meskipun menghadapi tantangan, ia yakin Unilever berada di jalur yang tepat untuk menavigasi lanskap pasar yang sulit ini. Tujuannya menerapkan harga yang lebih konsisten, memperluas ketersediaan produk di berbagai lingkungan ritel, dan meningkatkan operasi e-commerce.

Dampak boikot yang sedang berlangsung terhadap penjualan Unilever tidak dapat disangkal, meskipun perusahaan tersebut menyembunyikan rincian spesifik tentang konsekuensi finansialnya. Dalam laporan Oktober, PT Unilever Indonesia Tbk mengungkapkan penurunan penjualan kuartalan yang mengkhawatirkan sebesar 18,2% dengan total Rp8,4 triliun (sekitar US$533 juta). Dengan populasi yang sekitar 87% beragama Islam, sentimen konsumen terhadap perusahaan yang beroperasi di Israel telah mendorong peningkatan sentimen anti-Unilever, terutama karena kelompok pro-Palestina menganjurkan pemboikotan merek tersebut.

Alat inovatif, seperti aplikasi No Thanks, yang dikembangkan untuk mempromosikan konsumerisme yang sadar, muncul sebagai alat bagi pembeli untuk memandu keputusan pembelian mereka berdasarkan pandangan mereka tentang tanggung jawab perusahaan di tengah ketegangan geopolitik. Basis pengguna aplikasi ini mengeklaim mencakup 7 juta orang yang secara aktif menghindari merek yang terkait dengan praktik yang mereka anggap tidak menyenangkan.

Pertumbuhan pesaing Unilever di Indonesia, yang terbentuk di seputar kategori produk seperti makanan kemasan dan kecantikan, menekankan perjuangan saat ini. Pasar perawatan rumah Indonesia diproyeksikan tumbuh sebesar 11,5% menjadi US$3,4 miliar tahun ini. 

Segmen makanan kemasan diantisipasi mengalami kenaikan sekitar 11,7% mencapai sekitar US$21,8 miliar. Sementara itu, penjualan Unilever dalam perawatan rumah dan barang-barang pribadi telah mengalami penurunan yang meresahkan sebesar 20,8% dengan penjualan makanan dan minuman pokok turun 13,3% selama kuartal yang sama.

Analis Cheria Widjaja dari Bank DBS yang baru-baru ini menurunkan operasi Unilever di Indonesia dari hold menjadi fully valued menyoroti bahwa kondisi pasar telah memberikan banyak peluang bagi merek lokal dan asing untuk memanfaatkan momen dan meningkatkan kampanye pemasaran dan promosi yang agresif, terutama dalam sektor e-commerce yang sedang berkembang pesat. (Stockinvest.us/Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya