Headline
Sebaiknya negara mengurus harga barang dulu.
DENDA impor beras sebesar Rp 294,5 miliar dinilai memiliki konsekuensi hukum yang harus dipertanggung jawabkan diperkuat dengan keberadaan 1.600 kontainer berisi beras yang tertahan di pelabuhan.
“Demurrage itu terjadi kenapa? Kelalaian administrasi, teknis atau ada niat dari mafia impor untuk melakukan penggelembungan. Jika bicara mafia maka ini bukan hanya bicara Bulog, tapi lebih besar yakni mafia lintas kementerian,” kata Direktur Narasi Institute Achmad Nur HIdayat, Kamis,(15/8).
Dia menambahkan, bahwa konsekuensi hukum tersebut harus dipertanggung jawabkan para mafia lintas sektor sekalipun kelalaian baik yang disengaja ataupun tidak hingga menyebabkan demurrage atau denda impor beras sebesar Rp 294,5 miliar tersebut sudah dibayarkan.
Baca juga : Menyentuh Banyak Sektor, Denda Impor Beras Harus Diusut Tuntas
“Asuransi itu bisa karena ada premi yang dibayar. Dibayarnya oleh negara. Jadi walaupun sudah dibayar oleh asuransi tidak menggugurkan pasal kelalaiannya, ketidakefiesiensi lembaga negara,” tegas dia.
Pakar kebijakan publik ini mengaku yakin penelurusan dan penyelidikan terkait dengan demurrage sebesar Rp 294,5 miliar oleh aparat penegak hukum akan dapat membuka pintu atas skandal-skandal terkait impor pangan yang lebih besar lagi.
“Karena ini bisa saja menjadi pintu masuk untuk membuka skandal impor yang lebih besar lagi,” tandas dia.
Baca juga : Denda Impor Beras Dinilai Merusak Sektor Politik-Ekonomi
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mengungkapkan terdapat 1.600 kontainer dengan nilai demurrage Rp 294,5 miliar berisi beras yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya.
Kemenperin menyebut 1.600 kontainer beras itu merupakan bagian dari 26.415 kontainer yang tertahan di dua pelabuhan tersebut.
Keberadaan 1.600 kontainer berisi beras itu didapat dari data yang diperoleh melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Ribuan kontainer yang tertahan termasuk di dalamnya adalah berisi beras dan belum diketahui aspek legalitasnya. (Nov)
PUBLIK disibukkan oleh pembahasan rencana pemerintah menghapus beras premium dan medium saat ini. Ke depan, hanya ada beras umum atau beras reguler dan beras khusus.
Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth, mendesak Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Food Station bersikap terbuka terkait beras oplosan.
Pemerintah tengah melakukan transformasi standar mutu dan harga eceran tertinggi (HET) beras untuk menjawab tantangan perberasan saat ini.
Pendistribusian beras cadangan pangan pemerintah pusat telah diperiksa secara langsung guna memastikan kualitas harum, warna baik.
Pemerintah resmi mengubah klasifikasi penjualan beras dari sebelumnya berdasarkan kualitas (medium dan premium) menjadi dua kategori baru.
Total proyeksi produksi beras sampai Agustus dapat mencapai 24,96 juta ton, sementara total konsumsi beras Januari-Agustus membutuhkan 20,66 juta ton.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved