Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
DIREKTUR Eksekutif Center of Reform on Economics (CoRE), Mohammad Faisal turut mengomentari rencana aturan dari pemerintah yang ingin menerapkan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) dan bea masuk antidumping (BMAD) untuk memulihkan kondisi industri tekstil yang sedang terpuruk.
"Kita ini kan selama ini sejak 2015 kan terikat dengan CAFTA yang kemudian itulah yang menyebabkan selama hampir 20 tahun terakhir kita kebanjiran produk Tiongkok karena hampir seluruh jenis produk dikenakan tarif yang sangat rendah. Bahkan sebagian besar sudah hampir 0 persen," kata Faisal saat dihubungi pada Kamis (4/7).
Sebagaimana diketahui, pemerintah berencana untuk menerapkan bea masuk 200% untuk produk-produk impor asal Tiongkok selama dikenakan pada produk-produk siap pakai.
Baca juga : Kadin: Wacana Bea Masuk Impor 200% akan Menyulitkan Pengusaha
Faisal menyebut bahwa pengenaan tarif 200% tersebut akan membantu industri tekstil dalam negeri. Namun di sisi lain, ia juga menilai bahwa tindakan tersebut merupakan langkah drastis (drastic measure) yang tentunya akan berdampak terhadap kerja sama ekonomi antara Indonesia dengan Tiongkok.
"Karena ini langkah drastis, ada kemungkinan besar Tiongkok melakukan retaliasi kepada Indonesia. Seperti yang dilakukan Tiongkok kepada Uni Eropa yang baru-baru ini memasang tarif untuk produk EV mereka yang diekspor ke mereka. Itu yang menurut saya perlu diantisipasi," terang Faisal.
Oleh karenanya, Faisal meminta kepada pemerintah agar tidak menetapkan aturan pengenaan tarif 200% tersebut hanya bersifat untuk sementara atau bahkan untuk kepentingan politis menjelang akhir pemerintahan.
Baca juga : Kebijakan Bea Masuk Antidumping Segera Diterbitkan
"Lalu, yang lain juga adalah kaitannya dengan ini produk-produk apa yang secara detail akan dikenakan tarif bea masuk 200%. Yang mana, karena ini kan perlu dikaji tidak ambil generalisasi saja, harus betul-betul hati-hati karena masing-masing kebijakan ada dampak yang berbeda antara produk satu dengan produk yang lain," jelasnya.
Ia pun mengingatkan agar aturan bea masuk tersebut harus tepat sasaran. "Jangan sampai salah sasaran. Salah sasaran yang saya maksud adalah ingin menekan produk impor misalkan produk tekstil, tapi nanti malah membuat masalah ke produk yang lain yang mungkin mereka terkena secara sengaja atau tidak sengaja. (Misal) mereka butuh barang dari impor kemudian dikenakan tarif 200% yang kemudian memberikan reaksi pada industri," tandasnya.
(Z-9)
Pelaku usaha mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam mempermudah perizinan impor dengan menghapus kebijakan kuota.
Industri tekstil nasional tengah mengalami tekanan berat disebabkan massifnya impor produk jadi dari Tiongkok sehingga mengganggu daya saing industri.
Kebijakan tarif terbaru ini dijadwalkan mulai berlaku pada 7 Agustus 2025.
Kebijakan tarif tersebut mulai berlaku pada 1 Agustus 2025 dan menjadi salah satu tarif terendah yang diberikan AS untuk negara di kawasan Asia Tenggara.
Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Ilham Akbar Habibie mengingatkan Indonesia tengah menghadapi ancaman serius berupa tsunami barang impor.
Mendag Budi Santoso menyatakan belum melihat adanya indikasi kekhawatiran akan banjir impor pasca-pengaturan deregulasi dan relaksasi kebijakan impor
ANGGOTA Komisi VII DPR RI, Ilham Permana menyatakan keprihatinannya anjlonya manufaktur dan risiko serbuan produk impor.
Untuk melindungi industri tekstil, pemerintah perlu memberikan insentif lewat kebijakan yang bisa menekan biaya produksi dan membantu pengembangan pasar sektor usaha tersebut.
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 45 Tahun 2022 diharapkan mampu membendung kerugian yang ditimbulkan oleh masuknya barang-barang impor tanpa ketentuan SNI.
Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) mengapresiasi langkah pemerintah yang memperpanjang masa berlaku kebijakan gas murah untuk kelompok industri tertentu.
Presiden Joko Widodo mengatakan saat ini sudah banyak negara yang mulai khawatir dan berupaya melindungi pasar domestik dari masuknya produk impor Tiongkok yang masif dan jauh lebih murah.
Kepala Center of Industry, Trade and Investment Indef, Andry Satrio Nugroho mempertanyakan isi dari 26.000 lebih kontainer yang sempat tertahan namun sekarang diloloskan Bea Cukai.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved