Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Lindungi Tekstil, Pemerintah Perlu Kerjakan Dua Cara Ini

Insi Nantika Jelita
31/10/2024 18:54
Lindungi Tekstil, Pemerintah Perlu Kerjakan Dua Cara Ini
Buruh berjalan keluar dari pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (24/10/2024).(Antara/Mohammad Ayudha)

HEAD of Center of Industry, Trade and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho berpandangan untuk melindungi industri tekstil, pemerintah perlu memberikan insentif lewat kebijakan yang bisa menekan biaya produksi dan membantu pengembangan pasar sektor usaha tersebut.

"Beberapa biaya yang menekan industri ini perlu dikurangi. Misalnya, dari sisi biaya energi dan biaya logistik perlu ditekan," ujar Andry saat dihubungi Media Indonesia, Kamis (31/10).

Selain itu, yang tidak kalah penting, pemerintah juga dituntut memperkuat pasar tekstil dalam negeri. Jangan sampai, pemerintah tidak bisa membendung gempuran produk impor tekstil yang dijual dengan harga murah. Hal ini dikhawatirkan dapat mematikan industri dalam negeri. 

"Pemerintah harus bisa menjamin pasar domestik tekstil tersedia luas. Selama ini kita tidak manfaatkan pasar domestik secara baik, karena masih besarnya tekanan produk-produk impor yang ada," ucap Andry.

Ekonom Indef itu pun mendorong pemerintah untuk segera mengevaluasi Peraturan Menteri Perdangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 merupakan perubahan ketiga atas Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Pada awalnya aturan ini dikeluarkan untuk mengatasi masalah penumpukan kontainer di sejumlah pelabuhan. Namun, aturan itu justru dituding menjadi celah masuk produk tekstil asal Tiongkok membanjiri pasar Indonesia. 

Ganasnya gempuran produk impor tersebut pun disinyalir melumpuhkan perusahaan-perusahaan tekstil di Tanah Air, seperti yang dialami PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang beberapa waktu lalu. 

"Kita tahu bahwa industri yang dirugikan dari Permendag No.8/2024 itu ya Sritex. Mereka kalah saing dengan produk impor. Maka dari itu, perlu dilakukan evaluasi terhadap aturan itu karena memberi tekanan besar terhadap industri tekstil dalam negeri," ucapnya. 

Kejatuhan sang raja tekstil itu dianggap menjadi alarm bagi pemerintah bahwa industri padat karya dalam negeri sedang tidak baik-baik saja dan perlu upaya penyelematan segera.

"Dengan Stritex dinyatakan pailit, kita harapkan pemerintah bisa membuka mata bahwa satu-satunya industri padat karya berorientasi ekspor ini terpuruk dan butuh penyelamatan," pungkasnya. (Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya