Headline
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.
KEBIJAKAN pemerintah mengenai pemotongan gaji karyawan swasta atau buruh untuk simpanan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) atau iuran Tapera mendapat penolakan dari berbagai pihak. Pakar kebijakan publik dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Jakarta Achmad Nur Hidayat berpendapat dengan adanya penambahan iuran, pekerja dan pemberi kerja akan menghadapi beban ganda.
Dia menyebut saat ini pemberi kerja sudah menanggung beban pungutan sebesar 18,24%--19,74% dari penghasilan pekerja untuk berbagai program jaminan sosial. Dari sisi pekerja, mereka sudah dibebani dengan iuran BPJS Kesehatan, iuran Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan, hingga penghitungan dan pemungutan pajak penghasilan (PPh) 21.
Potongan iuran Tapera itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat yang diteken Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2024. Dalam beleid itu disebutkan besaran simpanan peserta Tapera ditetapkan sebesar 3% dari gaji. Dengan rincian iuran dibayarkan 0,5% oleh pemberi kerja dan 2,5% ditanggung pekerja.
Baca juga : Asosiasi Pengusaha Minta Aturan Pemotongan Gaji Pegawai Swasta Kepesertaan Tapera Dikaji Kembali
"Ketentuan iuran ini harus ditolak karena berbagai alasan yang kuat seperti adanya beban ganda bagi pekerja dan pemberi kerja," ujar Achmad dalam keterangannya, Rabu (29/5).
Menurutnya, iuran Tapera bagi pekerja swasta memerlukan penyesuaian agar lebih tepat sasaran dan tidak membebani pekerja serta pengusaha. Selain itu, ihwal pembelian perumahan juga harus mempertimbangkan preferensi dan kebutuhan nyata masyarakat agar benar-benar memberikan manfaat yang maksimal.
"Banyak masyarakat berpendapat bahwa kebijakan iuran Tapera ini tidak efektif karena preferensi perumahan setiap orang berbeda-beda, dan rumah yang disediakan Tapera mungkin tidak sesuai dengan keinginan mereka," imbuhnya.
Baca juga : Iuran Tapera sejak 2018 Belum Efektif Atasi Backlog Perumahan
Dari kalangan pengusaha, Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Arsjad Rasjid mendesak pemerintah tidak menyamaratakan penerapan PP No.21/2024. Dia menegaskan tidak semua perusahaan memiliki kemampuan finansial untuk menyokong iuran Tapera.
"Ada perusahaan-perusahaan yang tidak sehat. Jadi, gak bisa itu dipukul rata aturan iuran Tapera. Kita mesti teliti dengan aturan ini," ungkapnya di Jakarta.
Menurutnya, harus ada keseimbangan antara tenaga kerja dengan perusahaan terkait penambahan iuran supaya tidak memberatkan beban operasional perusahaan dan berkurangnya upah yang didapat pekerja.
Baca juga : Iuran Tapera pada Pegawai Swasta Diprediksi Berdampak pada Daya Beli Masyarakat
"Penting sekali adanya kesinambungan antara yang namanya pengusaha dengan pekerja. Pekerja harus mengerti apa tantangan pengusaha dan pengusaha juga mesti mengerti apa diperlukan pekerja," imbuhnya.
Ketua Umum (Ketum) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani secara terang-terangan menolak PP No.21/2024. Program Tapera dinilai memberatkan beban iuran baik dari sisi pelaku usaha dan pekerja atau buruh.
"Apindo dengan tegas keberatan diberlakukannya PP tersebut," katanya.
Baca juga : BP Tapera Genjot Penyaluran FLPP 2023
Menurutnya, tambahan beban bagi pekerja dan pengusaha terkait iuran Tapera tidak memiliki urgensi untuk diterapkan. Untuk mendapatkan fasilitas perumahan, pekerja bisa memanfaatkan Manfaat Layanan Tambahan (MLT) dari sumber dana program JHT BPJS Ketenagakerjaan atau program lainnya yang tidak memberatkan kantong pekerja. Apindo pun mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan kembali PP No.21/2024.
Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal juga menentang kebijakan pemotongan gaji 3% karena dapat membebani pekerja swasta atau buruh.
"Partai Buruh dan KSPI menolak program Tapera dijalankan saat ini karena akan semakin memberatkan kondisi ekonomi buruh," tegasnya.
Iqbal juga berpandangan tidak ada jaminan pekerja mendapatkan rumah lewat program Tapera. Saat ini upah rata-rata buruh Indonesia adalah Rp3,5 juta per bulan. Bila dipotong 3% per bulan maka iurannya sekitar Rp105.000 per bulan atau Rp1.260.000 per tahun. Karena Tapera adalah tabungan sosial, maka dalam jangka waktu 10 tahun sampai 20 tahun ke depan, uang yang terkumpul adalah Rp12.600.000 hingga Rp25.200.000. Meski, ditambahkan keuntungan usaha dari tabungan sosial Tapera tersebut, uang yang terkumpul dinilai tidak mungkin bisa digunakan buruh untuk memiliki rumah
“Secara akal sehat dan perhitungan matematis, iuran Tapera sebesar 3% yang dibayar pengusaha 0,5% dan dibayar buruh 2,5% tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun,” tutup Iqbal.
(Z-9)
Mendikdasmen Abdul Mu'ti membahas rencana pembangunan rumah untuk guru. Mendikdasmen menyoroti rencana pembangunan rumah untuk guru agar dapat memberikan semangat dalam mengajar
Bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), terutama Pegawai Negeri Sipil (PNS), impian memiliki rumah kini bisa diwujudkan melalui program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
BNI akan menyalurkan pembiayaan rumah subsidi melalui skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Tabungan Perumahan Rakyat.
Forum Jamsos, yang terdiri dari sejumlah serikat pekerja, memperingatkan pemerintah agar tidak menggunakan DJS BPJS Ketenagakerjaan untuk program Tapera.
PER 29 November 2024 bertempat di Istana Negara Presiden Prabowo mengumumkan, rata-rata penaikan upah minimum 2025 sebesar 6,5%, angka itu tidak akan meningkatkan daya beli keluarga buruh
DPR dan Pemerintah menunjukkan komitmen tegas dalam mendukung BP Tapera dan program Tapera untuk memperluas akses masyarakat terhadap perumahan layak dan terjangkau.
DPR RI melakukan efisiensi anggaran hingga Rp1,3 triliun. Sejumlah pos dilakukan penghematan. Bahkan untuk gaji anggota dewan sampai pegawai.
Bagi ASN yang sudah mendapatkan tunjangan kinerja sebesar 100% dianggap tidak pantas mendapatkan kenaikan gaji
MENTERI Koordinator bidang Perekonomian (Menko Perekonomian), Airlangga Hartarto turut mengomentari soal gaji karyawan yang akan dipotong sebesar 3% untuk iuran Tapera.
LPS menyatakan menyatakan bahwa peraturan terkait iuran kepesertaan Tapera bagi pegawai swasta akan mempengaruhi daya beli masyarakat dan tren tabungan di bawah Rp100 juta.
Ketum Apindo meminta pemerintah untuk mengkaji kembali perihal aturan pemotongan gaji karyawan swasta atau buruh untuk simpanan Tapera
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved