Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
CHIEF Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Katarina Setiawan melihat keputusan Bank Indonesia yang menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis point (bps) menjadi 6,25% pada April 2024 dilakukan untuk memperkuat stabilitas rupiah dan menjaga pertumbuhan inflasi hingga akhir tahun ini.
"Dampaknya pasti ada, seperti pertumbuhan kredit akan sedikit mengerem. Namun, sisi positifnya rupiah akan lebih terjaga sehingga angka inflasi juga akan terjaga di level 3,2% - 3,3% hingga akhir tahun," ujarnya dalam keterangan resmi, Sabtu (27/4).
BI disebut memiliki beragam instrumen untuk mengupayakan penguatan nilai tukar rupiah, seperti intervensi langsung di pasar, menghimpun dana melalui sekuritas rupiah Bank Indonesia (SRBI), sekuritas valuta asing Bank Indonesia (SVBI) dan sukuk valuta asing Bank Indonesia (SUVBI), aktif di pasar non-deliverable forward (NDF) dan mengeluarkan kebijakan makroprudensial.
Baca juga : BI Naikkan Suku Bunga Antisipasi Dampak Ekonomi Global
Katarina juga berpandangan meredanya tensi politik dalam negeri pasca putusan Mahkamah Konstitusi dan Komisi Pemilihan Umum yang mengesahkan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang Pilpres tahun 2024, serta cukup tingginya cadangan devisa Indonesia, membuat BI memiliki modal yang cukup untuk menjaga nilai tukar rupiah ke depan.
“Saat ini kenaikan suku bunga acuan dipandang efektif dan perlu. Untuk tahun ini, suku bunga acuan BI Rate diperkirakan masih di kisaran 5,75%-6,25%. Adapun untuk nilai rupiah di kisaran Rp15.400–16.000 per dolar AS,” imbuhnya.
Ia menjelaskan ada dua hal yang melatarbelakangi kenaikan BI Rate di pekan ini. Pertama, kondisi perekonomian di AS, yang mana data-data perekonomian AS menunjukkan inflasi yang masih tinggi, pertumbuhan sektor tenaga kerja yang masih solid, dan kuatnya penjualan ritel. Kesemuanya membuat The Fed harus menunggu sedikit lebih lama dalam pemangkasan suku bunga.
Baca juga : Tok! BI Naikkan Suku Bunga Acuan Sebesar 0,25 Persen
Hal lainnya adalah kondisi geopolitik di Timur Tengah yang dipicu ketegangan antara Iran dan Israel. Jika terus tereskalasi, dapat meningkatkan potensi inflasi global lewat kenaikan harga minyak dunia. Dua penyebab utama ini yang menyebabkan mata uang dolar AS menguat terhadap mata uang lain di dunia, termasuk Indonesia.
"Melemahnya rupiah membuat membuat BI mengambil langkah preemptif dengan menaikkan suku bunga acuan menjadi 6,25%," terangnya.
Katarina menambahkan saat ini pasar finansial masih cenderung volatil terutama dalam jangka pendek. Kendati demikian, masih ada peluang yang bisa diambil investor di pasar saham ataupun pasar obligasi. Di pasar saham, dapat memanfaatkan peluang investasi di sektor-sektor yang pendapatannya dalam mata uang dolar AS dan perusahaan dengan utang yang lebih terbatas.
Baca juga : BI Putuskan Tetap Tahan Suku Bunga Acuan di Level 6%
Sementara untuk pasar obligasi, Katarina menyebut saat ini imbal hasil pasar obligasi sedang mengalami kenaikan yang cukup signifikan setelah sebelumnya ada ketidakpastian dari The Fed, dimana asing sudah banyak yang keluar dari pasar Indonesia.
"Investor bisa mencermati peluang di obligasi tenor pendek yakni 2 tahun yang kenaikan imbal hasilnya paling lebar di antara tenor-tenor lainnya," pungkasnya.
(Z-9)
Keputusan Bank Indonesia (BI) yang menurunkan suku bunga acuan (BI rate) menjadi 5,5% akan disambut positif sektor perbankan dan sektor riil.
Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, menyambut baik keputusan Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan ke 5,5%.
Menurutnya, perbankan juga perlu menyesuaikan struktur biaya dana, termasuk dana pihak ketiga dan bunga kredit, agar penyaluran kredit semakin efektif.
DALAM Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Selasa-Rabu, 20-21 Mei 2025 memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,5%.
Bulan ini, Mei 2025, jadi waktu yang tepat bagi Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan (BI Rate). Pasalnya, nilai tukar rupiah mulai stabil.
Bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed) pada Rabu (7/5) waktu setempat, memutuskan mempertahankan suku bunga acuan (fed fund rate/FFR) tetap di level 4,25-4,50%.
Lima pulau yang didatangi ialah Pemana di Kabupaten Sikka, Riung di Pulau Flores, Palue di Sikka, Warwerang di Pulau Adonara, dan Lamalera di Pulau Lembata.
Oleh sebab itu, Setyo menegaskan tidak ada kendala bagi KPK untuk memanggil Gubernur BI sebagai saksi kasus tersebut.
KEPALA Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman mengungkapkan rumah tangga Indonesia semakin tertekan.
Pada Mei 2025, kondisi pendapatan konsumen tergerus. Sementara itu, proporsi pembayaran cicilan atau utang justru mengalami peningkatan.
Penyidik KPK sedang menyelidiki aliran dana tahunan Bank Indonesia (BI) terkait kasus dana tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR Bank Indonesia
Bank Indonesia mencatat posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Mei 2025 sebesar US$152,5 miliar atau setara Rp2.482,5 triliun.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved