Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
INDEKS harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan Kamis (15/2) naik 1,3%. Sektor Finansial dan Material Dasar menjadi pendorong. Investor asing masih melakukan pembelian bersih Rp1,2 triliun, pada saham Bank Mandiri (BMRI), Bank BCA (BBCA) dan Bank BRI (BBRI) di pasar reguler, serta BMRI di pasar nego senilai Rp 252 miliar sendiri.
Indeks saham AS pun bergerak positif. Indeks Dow Jones naik 0,9%, S&P 500 naik 0,6%, Nasdaq naik 0,3%. Data ekonomi cenderung bervariasi. Penjualan ritel AS untuk Januari tercatat turun secara bulanan (MoM), namun klaim pengangguran awal turun di bawah estimasi.
"Di akhir pekan ini, investor global masih akan menantikan pidato dari beberapa pimpinan bank sentral AS The Fed yang diperkirakan dapat memberi petunjuk mengenai arah kebijakan moneter ke depannya," kata analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Robertus Hardy, Jumat (16/2).
Baca juga : Rekam Keuangan Bisnis Lebih Praktis dengan Cash Management QLola by BRI
Utang luar negeri Indonesia pada kuartal IV-2023 naik 2,7% YoY menjadi Rp6.359 triliun terutama dari sektor publik dan juga dipengaruhi oleh pelemahan Rupiah. Angka ini setara 29,7% dari Produk Domestik Bruto (GDP).
Analis makro Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto mengatakan pasar global mengantisipasi pertumbuhan ekonomi yang moderat dengan potensi pelonggaran kebijakan moneter.
Perkembangan pasar di tahun 2024 akan sangat dipengaruhi oleh seberapa cepat dan seberapa besar The Fed menurunkan suku bunga. Langkah The Fed masih akan tetap dipengaruhi oleh perkembangan data ekonomi dalam beberapa bulan ke depan.
Baca juga : IHSG Awal Pekan Masuk Zona Hijau
"Kami memandang dengan tren saat ini, kemungkinan The Fed akan mulai menurunkan suku bunga pada bulan Juni, sebanyak 25 bps, dan secara total tahun ini the Fed akan menurunkan suku bunga sebanyak 100 bps ke level 4,50%," kata Rully.
Dia memperkirakan perekonomian dunia tahun 2024 dan 2025 akan tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan rata-rata 20 tahun terakhir sebelum pandemi disebabkan oleh suku bunga yang tinggi saat ini.
Risiko geopolitik yang masih ada dan perlambatan perekonomian Tiongkok masih terjadi. Dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi global, proses disinflasi akan berjalan lebih cepat dan membuka ruang penurunan suku bunga di berbagai negara, termasuk AS.
Baca juga : IHSG dan Rupiah Kompak Melemah Pagi Ini
"Salah satu risiko yang perlu diwaspadai adalah kondisi geo politik, terutama di laut merah yang dapat menimbulkan gangguan pasokan dan menyebabkan inflasi bertahan tinggi," kata Rully.
Dia memandang perlunya pelonggaran moneter dari BI di tengah banyaknya ketidakpastian. Kinerja ekonomi Indonesia pada tahun 2023 mencerminkan pertumbuhan yang cukup baik sebesar 5,0%, meski menghadapi tantangan seperti tingginya suku bunga dan penurunan harga komoditas.
Mirae berpendapat suku bunga kebijakan BI sudah mencapai puncaknya dalam siklus pengetatan moneter saat ini. Mereka memandang BI akan melakukan pelonggaran moneter, mengingat kondisi inflasi yang stabil.
Baca juga : IHSG Pagi Ini Dibuka di Zona Merah
"Di sisi lain kondisi sektor finansial di Indonesia cenderung mengetat. Selain itu kami memandang bahwa risiko yang ditimbulkan oleh perlambatan ekonomi dunia, terutama Tiongkok masih sangat perlu untuk diwaspadai," kata Rully.
Perlambatan ekonomi global, terutama di Tiongkok, dapat memengaruhi kinerja ekspor, neraca perdagangan, dan pertumbuhan PDB Indonesia, karena Tiongkok telah menjadi tujuan ekspor utama Indonesia yang lebih besar selama dekade terakhir, meningkat dari 19,4% pada tahun 2012 menjadi 25,7% pada tahun 2023, sehingga meningkatkan sensitivitas ekonomi Indonesia terhadap kondisi di Tiongkok. (Z-3)
POLEMIK kebijakan pascapandemi, dan memanasnya konflik geopolitik menjadi faktor pembeda jika dibanding dengan pemicu krisis ekonomi sebelumnya, seperti pada 1998 dan 2008.
SEJAK pandemi covid-19 hingga saat ini dan seterusnya, inflasi telah menjadi perhatian utama bagi para pengambil kebijakan ekonomi dan moneter di seluruh dunia.
Penutupan sebagian pemerintah AS (shutdown) selama lima pekan, merusak kinerja ekonomi domestik pada kuartal I 2019. Namun, dampak gangguan diprediksi akan segera pulih.
Suku bunga saat ini "sesuai", kata Powell dalam sebuah wawancara luas, acara berita selama 60 menit di CBS tv.
Orang nomor satu di Federal Reserve System (The Fed) akan memberikan petunjuk terkait prospek suku bunga AS.
Bank sentral AS (The Fed) telah meluncurkan kebijakan agresif untuk mendukung pasar di tengah pandemi Covid-19. Akan tetapi, nilai tukar dolar AS masih melemah.
Bank sentral Singapura pada Jumat (14/10) memperketat kebijakan moneter untuk keempat kalinya tahun ini guna mengendalikan inflasi.
Suku bunga deposito lebih cepat dalam merespons penurunan suku bunga kebijakan.
Bank Indonesia juga terus memantau arah kebijakan moneter The Fed. Termasuk, rencana melakukan tapering off atau pengetatan likuiditas.
Di lain sisi, pelambatan terjadi pada mayoritas komponen M1 dan uang kuasi. Adapun M1 meliputi uang kartal yang dipegang masyarakat dan giro rupiah.
Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan stabilitas sistem keuangan, karena ketidakpastian pasar keuangan global.
Bank Sentral Tiongkok mengatakan akan membuat kebijakan moneter yang memiliki jangkauan jauh ke depan dan memiliki target yang harus dicapai.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved