Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
KETUA Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Said Abdullah menilai penerapan transaksi mata uang lokal atau Local Currency Transaction (LCT) merupakan cara paling logis dalam upaya melindungi rupiah. Said menyebut rupiah kerap terdepresiasi dalam sejarah panjang negara menggunakan dolar AS dalam pembayaran internasional. Selama setahun terakhir, sambung Said, rupiah cenderung terkoreksi hingga 9,3%.
“Hemat saya, sebelum ada perubahan sistem moneter global, pilihan paling logis menghindarkan rupiah terus terdepresiasi adalah menggunakan transaksi mata uang lokal dengan banyak mata uang,” kata Said di Jakarta, Senin (28/8).
Padahal menurut dia, neraca perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat sering kali surplus, sehingga seharusnya rupiah menguat terhadap dolar AS. Namun Said menilai akibat kebijakan moneter Federal Reserve yang terus mempertahankan kebijakan hawkish, banyak mata uang global yang tertekan terhadap dolar AS, termasuk rupiah.
Baca juga: Banggar DPR Apresiasi Progres Kereta Cepat Jakarta-Bandung Program Menko Marves
Oleh karena itu, pengurangan ketergantungan terhadap dolar AS atau dedolarisasi dapat menjadi solusi untuk mengurangi risiko depresiasi rupiah. Pernyataannya tersebut menyambung ajakan Bank Indonesia (BI) kepada bank sentral lain di ASEAN untuk menggunakan skema penggunaan mata uang lokal dalam transaksi lintas negara di kawasan.
Menurut dia, penggunaan dolar AS cukup dilakukan pada transaksi perdagangan dengan Amerika Serikat. Sementara transaksi antarnegara di kawasan dapat menggunakan mata uang lokal.Penerapan skema tersebut dapat membuat negara-negara anggota ASEAN mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS, sehingga dapat berimplikasi positif terhadap mata uang lokal di kawasan, terutama rupiah.
“Mitra dagang terbesar kita ASEAN, maka sangat masuk akal jika BI menggunakan banyak mekanisme pembayaran. Bagi kami, dalam kawasan ASEAN, ada baiknya BI tidak hanya menggunakan pembayaran bukan dolar AS, tetapi juga memikirkan pembayaran regional di kawasan ASEAN,” ujar Said.
Ketua Banggar DPR mendukung BI untuk memperluas jangkauan LCT, termasuk ke Uni Eropa. “Perlu di kaji mendalam oleh BI jika kita menggunakan mata uang bersama seperti euro seperti negara negara anggota Uni Eropa,” kata dia. (RO/S-3)
kurs rupiah kembali melemah terhadap dolar AS mencapai Rp16.601. Pelemahan tersebut dinilai banyak disebabkan oleh faktor domestik ketimbang eksternal.
Insentif ini dianggap krusial untuk mendukung pemulihan dan pertumbuhan sektor properti di tengah tantangan ekonomi yang ada.
Amortisasi mempunyai posisi sebagai aset dari tiap individu, perusahaan, ataupun negara yang akan bisa memberikan manfaat ke depannya.
Dengan berbagai perkembangan pasar keuangan global, nilai tukar rupiah hingga 22 Juni 2022, telah terdepresiasi sekitar 4,14% (ytd), dibandingkan level akhir 2021.
Nilai tukar rupiah pada perdagangan Rabu, 23 Juli 2025, menguat sebesar 49 poin atau 0,30% menjadi Rp16.271 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.320 per dolar AS.
Pelaksanaan ERB 2025 secara resmi ditandai dengan pelepasan KRI Hasan Basri-382 dari Pelabuhan Batu Ampar, Batam, Senin (22/7).
Nilai tukar rupiah pada perdagangan Senin, 21 Juli 2025, dibuka melemah sebesar 28 poin atau 0,17% menjadi Rp16.325 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.297 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah, pada perdagangan Kamis 17 Juli 2025, dibuka melemah sebesar 25 poin atau 0,15% menjadi Rp16.312 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.287 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah pada perdagangan Rabu, 16 Juli 2025, dibuka melemah sebesar 3 poin atau 0,02% menjadi Rp16.270 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.267 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah pada perdagangan Senin, 14 Juli 2025, dibuka melemah sebesar 4 poin atau 0,02% menjadi Rp16.222 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.218 per dolar AS.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved