Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Kepemilikan Properti Asing di Tanah Air Masih Menemui Hambatan

Gana Buana
04/8/2023 08:30
Kepemilikan Properti Asing di Tanah Air Masih Menemui Hambatan
Kepemilikan hunian bagi orang asing masih menemui sejumlah hambatan(MI/Gana Buana)

KEPEMILIKAN properti bagi Warga Negara Asing (WNA) di tanah air rupanya tidak mudah. Meskipun, secara sah kepemilikan properti oleh WNA sudah diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) yang dilengkapi dengan PP No.18 Tahun 2021 dan Permen No.18 Tahun 2021. 

Wakil Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Ignesjz Kemalawarta menyampaikan, proses penjajakan regulasi kepemilikan hunian untuk WNA ini sudah dimulai sejak beberapa dekade yang lalu. Tetapi nyatanya, meski aturan tersebut sudah diberlakukan sejak 2021, namun hingga kini realisasinya belum terlaksana.

“Di dalam beleid-beleid tersebut sudah diatur bahwa persyaratan WNA untuk memiliki hunian di Indonesia cukup hanya dengan paspor, visa atau izin tinggal, ini sebetulnya sudah ada aturannya,” ungkap Ignesjz acara Sosialisasi Peraturan Kepemilikan Hunian untuk Orang Asing yang diselenggarakan REI di Jakarta. 

Baca juga: 3 Wilayah Ini jadi Favorit WNA Miliki Hunian di Tanah Air

Ignesjz menyampaikan, transaksi efektif pembrlian hunian bagi WNA di Indonesia masih menemui sejumlah hambatan. Ada dua hal terpenting yang harus segera dituntaskan. 

Pertama, berkaitan dengan syarat validasi untuk pembayaran BPHTB akibat pemerintah daerah masih mensyaratkan WNA sebagai subjek pajak luar negeri (SPLN) harus memiliki nomor peserta wajib pajak (NPWP). 

Baca juga: Pemerintah akan Batasi Jumlah Hunian bagi WNA

“Padahal, sudah ada surat dari Dirjen Pajak yang menetapkan untuk WNA SPLN cukup memberikan nomor paspor yang berlaku dan tidak memerlukan NPWP untuk melaporkan pajaknya,” jelas Ignesjz.

Hambatan kedua, tambahnya, terkait pemegang hak pengelola lahan (HPL) yang belum bersedia untuk memberikan rekomendasi transaksi untuk WNA. Padahal, mengacu kepada Permen No.18 tahun 2021 (pasal 13 dan 71) maka seharusnya tidak ada masalah bagi pemegang HPL untuk memberikan rekomendasi transaksi untuk Warga Negara Indonesia (WNI) dan WNA.

“Permasalahan tersebut secara bertahap terus dibahas REI bersama Kemendagri yakni Ditjen Keuangan Daerah dan Ditjen Bangda, Kementeran ATR/BPN dan Pemda se-Jabotabek  yang difasilitasi oleh Kementerian PUPR,” kata dia.

Selain itu, dalam waktu dekat juga akan dilakukan sosialisasi dengan pemda lainnya seperti di Bali, Jawa Timur, Lombok dan sebagainya untuk menyamakan persepsi terkait validasi BPHTB dan tanah HPL.  Apalagi, saat ini di Batam sudah terjadi transaksi dan ada sekitar 40 perikatan jual beli yang dalam proses penerbitan sertifikat. 

“Semoga ini dapat menjadi pembuka jalan bagi realisasi transaksi hunian bagi WNA di daerah lain di Indonesia,” kata dia.

Menurut Ignesjz, Indonesia memiliki potensi besar dari segi pasar, stabilitas politik dan ekonomi, infrastruktur, kondisi iklim tropis, dan keindahan  alam yang memesona. Namun, secara implementatif Indonesia tertinggal jauh dalam pemanfaatan potensi pertumbuhan ekonomi dari sektor ini. 

“Kita jauh tertinggal dari negara lain, padahal setidaknya ada tiga wilayah di Indonesia yang diminati dan disukai orang asing yakni Jakarta, Bali dan Batam,” tambah Ignesjz.

Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida mengatakan, REI akan terus mendorong dan memperjuangkan agar berbagai kendala yang masih menjadi masalah dalam realisasi pemilikan hunian bagi WNA dapat diselesaikan, sehingga regulasi yang sudah diterbitkan tersebut dapat berjalan di lapangan. 

“Beberapa hambatan sudah dapat kita selesaikan seperti penafsiran KITAS (Kartu Izin Tinggal Terbatas) sebagai syarat pembelian yang kini sudah clear dengan acuan PP 18/2021. Juga soal pembukaan rekening bank untuk WNA, serta terkait kewajiban pajak bumi dan bangunan (PBB), sudah ada usulan dan solusinya,” kata Totok.

Selain itu, menanggapi masih banyaknya perjanjian nominee dalam transaksi WNA terutama di Bali dan Lombok yang merugikan negara, REI mendukung agar semua perjanjian nominee tersebut dibatalkan dan selanjutnya mengacu pada aturan yang diatur dalam PP No18/2021 dan Permen No.18/2021. 

“Dengan upaya itu, maka regulasi yang ada saat ini akan memacu pajak masuk deras ke negara. Selain itu, pasar baru akan terbuka, menambah lapangan kerja, menggerakkan sektor konstruksi dan 174 sektor riil lainnya sehingga membawa dampak ekonomi yang besar untuk Indonesia,” lanjut Totok.

Sebagai salah satu pengembang di kawasan industri Director PT Jababeka Tbk, Suteja Sidarta Darmono mengaku, dengan senang hati mendukung kemudahan kepemilikan hunian bagi WNA. Apalagi, di kawasan industri banyak ekspatriat tinggal dan bekerja. 

“Secara garis besar pasti kami mendukung, apalagi jika lebih mudah,” katanya singkat. 

Pertumbuhan Ekonomi

Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN, Suyus Windayana mengakui pemilikan hunian bagi orang asing seperti diamanahkan UUCK akan membuka peluang peningkatan perekonomian Indonesia dan penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat. 

“Lomitmen pemerintah adalah mempercepat penyelesaian beberapa masalah yang masih menghambat transaksi pemilikan hunian bagi orang asing dapat diselesaikan dan aturan yang ada bisa direalisasikan dengan efektif,” tegasnya.

Beberapa langkah yang sudah diberikan pemerintah untuk mengefektifkan regulasi diantaranya untuk memiliki hunian di Indonesia WNA cukup hanya memiliki dokumen keimigrasian seperti paspor, visa atau izin tinggal.

“Ini agak berbeda, karena sebelumnya kita meminta KITAS dan KITAP (Kartu Izin Tinggal Tetap) terlebih dahulu. Tetapi sekarang KITAS dan KITAP nanti diberikan setelah orang asing tersebut membeli properti di Indonesia. Jadi posisinya dibalik,” kata Suyus.

Selain itu, agar Indonesia tidak ketinggalan dari negara-negara lain dalam memudahkan kepemilikan hunian untuk WNA, maka saat ini rumah susun (rusun) yang berdiri di atas hak guna bangunan (HGB) bisa juga dimiliki oleh WNA. Berbeda dengan aturan sebelumnya, dimana orang asing hanya dapat memiliki rusun di atas surat Hak Pakai.

“Tetapi tetap ya, ada pembatasan harga batas bawah hunian yang bisa dibeli WNA. Untuk harga rumah tapak (landed house) saat ini ditetapkan minimal Rp5 miliar, dan untuk rusun minimal Rp3 miliar,” tegas dia. 

WNA juga hanya diperbolehkan memiliki satu bidang rumah tapak dengan luas tidak lebih dari 2.000 meter persegi (m2) sesuai izin Menteri ATR/BPN. Namun, orang asing tersebut harus membawa dampak positif bagi ekonomi dan sosial di Indonesia seperti membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya. (Z-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana
Berita Lainnya