Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Nilai Tukar Petani Naik Tipis, Didorong Kenaikan Harga Komoditas

M Ilham Ramadhan Avisena
01/8/2023 16:30
Nilai Tukar Petani Naik Tipis, Didorong Kenaikan Harga Komoditas
Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit.(Antara)

NILAI Tukar Petani (NTP) tercatat naik 0,21% dari 110,41 di Juni 2023 menjadi 110,64 pada Juli 2023. Kenaikan terjadi karena indeks harga yang diterima petani lebih besar ketimbang indeks harga yang dibayarkan petani.

"Indeks harga yang diterima petani naik sebesar 0,34% lebih besar dari kenaikan indeks harga yang dibayarkan petani sebesar 0,13%," ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Pudji Ismartini dalam konferensi pers, Selasa (1/8).

Indeks harga yang diterima petani pada Juli 2023 tercatat di level 129,58. Komoditas yang dominan mempengaruhi kenaikan tersebut ialah kelapa sawit, kopi, gabah, dan kakao atau coklat biji.

Baca juga : Nilai Tukar Petani Naik Jadi 110,41 di Juni 2023

Sedangkan indeks harga yang dibayarkan petani tercatat ada di level 117,12. Komoditas utama yang mendorong kenaikan itu ialah cabai merah, bawang putih, daging ayam ras, dan telur ayam ras.

Pudji menambahkan, terdapat tiga NTP subsektor yang mengalami kenaikan pada Juli 2023. Pertama ialah NTP subsektor tanaman rakyat perkebunan yang naik 1,34% dari 124,73 pada Juni 2023 menjadi 126,40 di Juli 2023.

Baca juga : Pemerintah Diminta Tindak Tegas Perkebunan Sawit Dalam Kawasan Hutan

Indeks harga yang diterima petani di NTP subsektor tanaman perkebunan rakyat mengalami kenaikan 1,52%, lebih besar dari kenaikan indeks harga yang dibayarkan petani, yaitu 0,18%.

"Komoditas yang dominan mempengaruhi kenaikan indeks harga diterima petani di subsektor tanaman perkebunan rakyat ini adalah kelapa sawit, kopi, kakao atau coklat biji dan juga karet," jelas Pudji.

Selain itu, NTP subsektor tanaman pangan juga tercatat mengalami kenaikan 0,28% dari 104,38 menjadi 104,67. Kenaikan berikutnya juga terjadi pada NTP subsektor peternakan, yakni sebesar 0,21% dari 104,12 menjadi 104,35.

Di saat yang sama, BPS juga mencatat terjadi penurunan di dua NTP subsektor. NTP subsektor hortikultura tercatat mengalami penurunan terdalam, yakni 3,22% dari 112,93 menjadi 109,30.

Penurunan terjadi karena indeks harga yang diterima petani di subsektor hortikultura turun sebesar 3,09%, sedangkan indeks harga yang dibayar mengalami kenaikan sebesar 0,13%.

Adapun empat komoditas yang dominan mempengaruhi penurunan indeks harga yang diterima petani di subsektor hortikultura adalah bawang merah, cabai rawit, tomat, dan petai.

Sejalan dengan kondisi NTP, BPS juga mencatat adanya kenaikan pada Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) sebesar 0,27% dari 111,11 di Juni 2023 menjadi 111,41 pada Juli 2023.

"Ini terjadi karena indeks harga yang diterima petani naik sebesar 0,34%, lebih tinggi dari kenaikan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal atau BPPBM yang mengalami kenaikan sebesar 0,07%," tutur Pudji.

Adapun hal yang membedakan NTP dan NTUP yakni penghitungan yang dilakukan oleh BPS. Pada NTP, BPS menghitung indeks yang diterima petani dengan indeks yang dibayarkan petani, mencakup seluruh pengeluaran petani seperti pengeluaran rumah tangga, biaya produksi, sekolah, berobat, kebutuhan sandang, papan, sehingga tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi riil pengeluaran usaha petani.

Sementara pada NTUP, BPS mengeluarkan konsumsi rumah tangga, alias hanya menghitung pengeluaran terkait kegiatan produksi usaha petani. NTP dan NTUP di atas 100 menunjukkan kondisi petani mengalami surplus dan di bawah 100 menggambarkan petani merugi. (Z-4)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya