PUBLIK diminta untuk lebih peka dan menyadari kemampuan ekonominya. Kalangan yang berkecukupan atau mampu secara ekonomi, diminta untuk tidak menikmati subsidi yang dikucurkan pemerintah.
Hal itu ditekankan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers terkait kebijakan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. "Masyarakat yang mampu mungkin harus berkontribusi lebih baik atau lebih banyak, dibandingkan masyarakat tidak mampu yang harus kita bantu. Mulai dari bansos sampai dengan subsidi yang tepat sasaran," jelasnya, Jumat (26/8).
Pemerintah dikatakannya telah menyediakan dana cadangan yang berasal dari anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp18 triliun. Dana cadangan tersebut akan dimanfaatkan, ketika ada sesuatu peristiwa tak terduga untuk menyalurkan tambahan bantalan sosial.
"Kita juga masih mencadangkan tambahan bansos dari sisi belanja non-K/L (Kementerian/Lembaga), dalam rangka berjaga-jaga untuk menghadapi shock yang luar biasa," imbuh Ani, sapaan akrabnya.
Baca juga: Menkeu: Subsidi Rp502 Triliun bisa Bangun 3.333 RS atau 227.886 SD
Pernyataan itu terkait dengan polemik BBM dalam beberapa waktu terakhir. Sejauh ini, pemerintah masih mencari skema terbaik dari kebijakan subsidi BBM. Sebab, berdasarkan hitungan Bendahara Negara, alokasi dana subsidi energi yang telah ditambah pada Juli lalu, akan habis pada Oktober mendatang.
Saat itu, pemerintah dan DPR menyepakati penambahan alokasi dana subsidi dan kompensasi energi, dari awalnya Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun. Penambahan itu untuk subsidi BBM dan elpiji sebesar Rp74,9 triliun menjadi Rp149,4 triliun. Lalu, subsidi listrik bertambah Rp3,1 triliun menjadi Rp59,6 triliun.
Adapun penambahan juga dilakukan untuk alokasi kompensasi Pertamina sebesar Rp234 triliun menjadi Rp252,5 triliun dan kompensasi untuk PLN sebesar Rp41 triliun. Dalam perubahan itu, pemerintah berasumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) di level US$100 per barel, sedangkan saat ini harga minyak di kisaran US$104-US$105 per barel.
Baca juga: Tingkat Inflasi Indonesia Masih Terkendali
Pemerintah juga berasumsi nilai tukar rupiah bakal berada di level Rp14.350 per dolar Amerika Serikat (AS). Namun kenyataannya, posisi rupiah saat ini bergerak di kisaran Rp14.450-14.700 per dolar AS.
Dari hitungan Kementerian ESDM dan BPH migas, konsumsi BBM jenis Pertalite per bulan berkisar 2,4-2,5 juta kilo liter. Per Juli 2022, total konsumsi Pertalite sudah mencapai 16,8 juta kiloliter. Sementara, kuota yang disediakan hanya 23 juta kilo liter.
Adapun penyaluran BBM subsidi jenis Solar telah mencapai 9,9 juta kilo liter, dari kuota yang disediakan sebesar 14,9 juta kilo liter. "Berarti dana subsidi dan kompensasi yang sudah ditambah menjadi Rp502,4 triliun, itu akan habis di Oktober," pungkasnya.
"Kami menghitung, apabila tren ini dibiarkan terus, maka setidaknya secara total dana itu akan bertambah menjadi Rp698 triliun," tambah Ani.(OL-11)