Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Tekanan Ekonomi Terus Menerpa Tiongkok

Fetry Wuryasti
15/3/2022 14:15
Tekanan Ekonomi Terus Menerpa Tiongkok
Logo Huawei di Kantor Gedung Huawei, Dongguan, Provinsi Guangdong, Tiongkok.(Nicolas ASFOURI / AFP)

TIONGKOK telah melakukan lockdown terhadap Shenzhen, sebuah kota dengan 17,5 juta penduduk selama kurang lebih 1 pekan dan melarang masyarakatnya untuk meninggalkan Kota Changchun, Provinsi Jilin.

Pemberlakukan lockdown terkait covid-19 merupakan pertama kalinya sejak Wuhan dilakukan lockdown pada tahun 2020 silam.

Lockdown dilakukan oleh Tiongkok setelah adanya penularan kasus baru secara nasional yang menjadi 3.400 dalam waktu singkat. Sistem bus dan kereta bawah tanah ditutup.

Shenzhen yang berada di Provinsi Guangdong merupakan salah satu rumah bagi Huawei Technology Co dan Tencent Holdings Ltd tinggal di sana.

Perkembangan Omicron menjadi salah satu penyebab gelombang Covid 19 menerpa di Tiongkok yang pada membuat Tiongkok melakukan lockdown lagi untuk mencegah penularan lebih lanjut.

Baca juga: Tiongkok Laporkan Peningkatan Tajam Kasus Covid-19

Sama seperti Wuhan, Tiongkok langsung bergerak dengan membangun rumah sakit darurat di Jilin dan kota Pelabuhan timur Qingdao. Pemerintah melakukan karantina dengan melihat tingkat keparahan dari kasus tersebut.

"Hal ini diperparah dengan saham-saham Tiongkok yang terdaftar di Hong Kong harus berguguran dan merupakan hari terburuk sejak krisis keuangan global, sebagai akibat dari rasa khawatir pelaku pasar dan investor terhadap hubungan dekat Tiongkok dengan Rusia, perekonomian Tiongkok, dan peraturan peraturan terhadap perusahaan Tiongkok di bursa Amerika," kata Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus, Selasa (15/3).

Indeks Hang Seng China Enterprises ditutup turun 7,2% pada hari Senin (14/3), menjadi penurunan terbesar sejak November 2009.

Aksi jual ini merupakan kelanjutan dari kabar bahwa Rusia telah meminta bantuan militer Tiongkok untuk membantu menghadapi Ukraina. Meskipun tentu Tiongkok membantah berita tersebut.

Penasihat Keamanan Nasional Amerika, Jake Sullivan yang sedang mengadakan pembicaraan di Roma dengan diplomat Tiongkok, dan menekankan bahwa akan ada konsekuensi serius bagi negara yang mendukung Rusia. Jake juga mengangkat berbagai masalah antara Amerika dengan Tiongkok khususnya terkait dengan perang yang terjadi saat ini.

Amerika berharap bahwa komunikasi terus terjadi antara Amerika dan Tiongkok, dan Tiongkok juga berjanji untuk meningkatkan pembicaraan damai antara Ukraina dengan Rusia.

Amerika berharap bahwa Tiongkok menggunakan pengaruhnya di Rusia untuk dapat mengakhiri konflik yang tengah terjadi saat ini, apalagi Amerika juga berharap Tiongkok juga dapat memberikan sanksi terhadap Rusia.

"Meski kami yakin tidak mungkin Tiongkok memberikan sanksi terhadap Rusia. Di tengah situasi dan kondisi yang penuh dengan sentimen negatif, Tiongkok akan berpikir dua kali untuk melakukan hal tersebut. Sejauh ini kami melihat tidak ada katalis positif bagi Tiongkok dalam waktu dekat," kata Nico.

Tugas dari Bank Sentral Tiongkok dan Pemerintahnya semakin berat, terutama dalam menghadapi pelemahan perekonomian yang tengah terjadi. Ditambah lagi dengan adanya lockdown, akan semakin mendorong daya beli melemah.

Padahal dulu Tiongkok selalu mengatakan ingin menggunakan dual circulation untuk mendorong daya beli dan konsumsi. Namun tampaknya, dual circulation tidak akan berjalan dengan mudah, di tengah meningkatnya berbagai sentimen negatif, hal ini akan menjadi sebuah batu sandungan terbesar bagi Tiongkok tahun ini.

Sentimen negatif ini juga telah membuat Manager Investasi yang menaruh investasinya di Tiongkok keluar sekalipun di tengah harga saham yang mengalami penurunan, dan untuk sementara waktu menghindari Tiongkok. Meskipun ada beberapa yang bertahan, namun hanya bertahan, tapi tidak menambahkan apapun ke dalam portfolionya mereka.

JPMorgan Chase & Co juga sudah menurunkan 28 peringkat saham Tiongkok yang terdaftar di Hong Kong dan Amerika, karena risiko geopolitik yang meningkat yang dimana berpotensi melibatkan Tiongkok.

Belum lagi peraturan dari Bursa Amerika terhadap perusahaan Tiongkok yang berpotensi mendelisting perusahaan perusahaan Tiongkok di Amerika.

"Hal ini yang menjadi tekanan secara jangka pendek, dan menjadi sebuah pembuktian, seberapa jauh Tiongkok mampu bertahan dan kembali bangkit," kata Nico. (Try/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya