Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Bonus Demografi Harus Dibarengi Perubahan Sistem Perpajakan

Mediaindonesia.com
13/10/2021 14:31
Bonus Demografi Harus Dibarengi Perubahan Sistem Perpajakan
Konsultan pajak Hadi Poernomo yang juga pernah menjabat Direktur Jenderal Pajak periode 2001-2006.(Antara)

INDONESIA pada 2045 adalah momentum bersejarah. Mengapa demikian? Pada saat itu, negeri ini genap berusia 100 tahun alias satu abad. Inilah yang menjadi salah satu alasan munculnya ide, wacana, dan gagasan Generasi Emas 2045.

Pada periode itu, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi yaitu 70% jumlah penduduknya adalah usia produktif (15-64 tahun), sedangkan sisanya 30% merupakan penduduk yang tidak produktif (14 tahun dan di atas 65 tahun) pada periode. 

Direktur Jenderal Pajak periode 2001-2006, Hadi Poernomo, menyebut bonus demografi ini merupakan pedang bermata dua. Jika tidak dimanfaatkan dengan baik akan membawa dampak buruk. 

“Melihat dari fakta yang akan dihadapi Indonesia tersebut bonus demografi memang tidak bisa dihindari,” ujarnya dalam sebuah webinar bertema Peran Profesi Konsultan Pajak dalam Menyongsong Indonesia Emas 2045, Rabu (13/10). 

Untuk dapat memanfaatkan bonus demografi tersebut, lanjutnya, negara memerlukan modal yang memadai. Dewasa ini, modal utama negara adalah sektor perpajakan. Namun ironisnya sektor ini terus menerus mengalami penurunan performa, dibuktikan menurunnya tax ratio. 

Untuk itu, Hadi yang sekarang menjadi Tenaga Ahli Kemenko Perekonomian menyebut diperlukan adanya sebuah perubahan dalam sistem perpajakan, salah satunya adalah penggunaan teknologi dalam sebuah bank data perpajakan.

Untuk itulah, DJP di eranya mencoba mewujudkan SIN (single identity number) pajak dalam bank data perpajakan yang digunakan sebagai data pembanding bagi petugas pajak atas laporan-laporan pajak dari wajib pajak.

UU Nomor 19 Tahun 2001 disebutnya merupakan undang-undang pertama yang memuat pengaturan mengenai SIN Pajak dalam bank data perpajakan. Kemudian berlanjut sampai akhirnya disahkannya UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan UU KUP yang memuat pengaturan mengenai SIN Pajak dalam bank data perpajakan dalam Pasal 35A. 

Namun Pasal 35A UU Nomor 35 Tahun 2007 masih menemui ganjalan terkait pengaturan kerahasiaan yang tercantum dalam undang-undang lainnya.

Bertahun-tahun berikutnya, SIN Pajak dalam bank data perpajakan tersebut belum juga terwujud sampai akhirnya disahkannya UU Nomor 9 Tahun 2017 sebagai bentuk pengesahan dari Perppu Nomor 1 Tahun 2017. 

“(Padahal) SIN Pajak dalam bank data perpajakan memberikan solusi dalam rangka pencapaian target penerimaan perpajakan baik melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi perpajakan," jelasnya.

"Dengan menggunakan data SIN Pajak dalam bank data perpajakan, DJP dapat memetakan sektor-sektor mana yang belum tersentuh pajak atau celah dalam perpajakan,” tegas Hadi.  

SIN Pajak mampu menyediakan data-data wajib pajak yang belum membayar kewajiban perpajakannya. Pemetaan tersebut adalah dengan konsep link and match. Artinya, tidak ada harta yang dapat disembunyikan oleh seorang wajib pajak. 

Sehingga WP akan patuh membayar kewajiban perpajakannya, karena tidak adanya celah untuk menghindar dari kewajiban perpajakan. Dengan ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan tentu penerimaan perpajakan akan dapat mencapai target dan bahkan dapat melebihi target. 

“Imbasnya adalah surplus tersebut akan dapat digunakan sebagai investasi negara dalam rangka menyongsong Indonesia Emas 2045,” tuturnya. (RO/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya