Kebijakan Tax Amnesty Jilid II Dapat Mendorong Kepatuhan Wajib Pajak

Despian Nurhidayat
05/7/2021 22:13
Kebijakan Tax Amnesty Jilid II Dapat Mendorong Kepatuhan Wajib Pajak
Ilustrasi pajak(Ilustrasi)

ANGGOTA Komisi XI DPR M. Sarmuji mengatakan,  program pengampunan pajak (tax amnesty) yang dilakukan pemerintah dapat mendorong kepatuhan wajib pajak.  

Seperti diketahui, pemerintah telah mengajukan tax amnesty jilid II yang menjadi bagian dari Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (RUU KUP). Revisi UU ini juga akan mengatur tentang PPN, Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM).  

Menurut dia, pembahasan tentang tax amnesty sudah dilakukan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dengan Komisi XI DPR, pada 28 Juni 2021 lalu. 

Dia mengatakan, Tax Amnesty Jilid II yang kembali diajukan pemerintah, menjadi salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan pajak negara. Hal itu layak dilakukan mengingat tax ratio Indonesia masih tergolong rendah, yakni di kisaran 10%.   

“Kita memahami usulan pemerintah melalui RUU KUP adalah meletakkan fondasi sistem perpajakan yang lebih sehat, lebih adil, dan berkesinambungan dengan beberapa pilar, yakni penguatan administrasi perpajakan, program peningkatan kepatuhan Wajib Pajak (WP), upaya perluasan basis pajak, dan menjadikan perpajakan sebagai instrumen untuk menciptakan keadilan di masyarakat. Kita membutuhkan peningkatan basis pajak tanpa memberatkan kalangan masyarakat kecil,” ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Senin (5/7). 

Sarmuji menambahkan, dalam paparannya ke DPR, Sri Mulyani mengklaim program Tax Amnesty yang dijalankan pemerintah pada 2016-2017 sebagai yang paling sukses dibandingkan yang telah dilakukan negara-negara lain di dunia. 

Selain total deklarasi harta yang mencapai Rp4.884 triliun atau mencapai 39,3 persen PDB, uang tebusan dari program tersebut juga sangat besar. Menurut Menkeu, tax amnesty telah mendorong tingkat kepatuhan pajak yang tinggi di masyarakat. 

Melihat kesuksesan tersebut, Sri Mulyani, kembali mengusulkan tax amnesty jilid kedua. Usulan tentang tax amnesty ini memang menjadi bagian dari tugas dan wewenangnya sebagai Menkeu.  

Tax Amnesty sendiri adalah bagian dari reformasi perpajakan yang dilakukan oleh pemerintah. Kondisi keuangan negara yang membutuhkan pemasukan dana memerlukan adanya terobosan pajak seperti memberlakukan tax Amnesty.  

Apalagi program yang sama yang sudah dilakukan pada 2016 dan 2017 terbukti telah memberikan kontribusi besar kepada pemerintah lewat pelaporan pajak yang ada. Melihat kesuksesan itu, maka sangat wajar jika Sri Mulyani kembali akan memberlakukannya. 

Baca juga : PPKM Darurat, Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Direvisi

Perlu diingat jika, sistem perpajakan di Indonesia dinilai belum mampu mendukung sustainabilitas pembangunan dalam jangka menengah dan panjang. Hal ini dapat dilihat dari kondisi APBN beberapa tahun terakhir.  

Belanja negara terus meningkat sesuai perkembangan kebutuhan bernegara dan kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Namun, penerimaan perpajakan belum optimal untuk mendukung pendanaan negara tersebut. 

“Tax ratio di Indonesia saat ini masih rendah. Bahkan  beberapa tahun terakhir hanya berada di kisaran 10% ke bawah. Ini menyebabkan defisit anggaran meningkat. Terlebih dalam masa pandemi covid-19,  yang masih membutuhkan dana lebih untuk menangani masalah kesehatan dan program pemulihan ekonomi. Kita membutuhkan terobosan peningkatan pendapatan untuk menekan pertambahan utang dengan cara yang tidak memberatkan,” ujar Sarmuji. 

Dia menilai, hal ini juga perlu guna memenuhi ketentuan UU Nomor 2 Tahun 2020 agar defisit APBN harus dikembalikan pada level di bawah 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). 

Sarmuji mengatakan, Komisi XI DPR juga mengapresiasi program tax amnesty yang diselenggarakan pemerintah pada 2016 karena sukses dengan jumlah deklarasi harta mencapai Rp 4.884,26 triliun.  

Apalagi setelah adanya tax amnesty, terjadi peningkatan kepatuhan penyampaian SPT Tahunan, dengan rasio kepatuhan WP peserta tax amnesty lebih tinggi dibandingkan rasio kepatuhan nasional.  

Penyampaian SPT Tahunan oleh peserta tax amnesty mencapai 91 persen, sementara kepatuhan nasional di rentang 62 persen hingga 75 persen, PPh Tahunan OP peserta tax amnesty juga melonjak signifikan dari 23,3 persen pada tahun 2016 menjadi 132,5 persen di tahun 2017. Kemudian, melonjak lagi sebesar 35,4 persen pada tahun 2018. 

Sebelumnya, Menteri Keuangan juga menyatakan bahwa reformasi perpajakan mendesak untuk segera dilakukan agar terciptanya sistem pajak yang adil, sehat dan efisien. 

Melalui reformasi perpajakan yang tertuang dalam RUU KUP, pemerintah berharap penerimaan perpajakan dapat meningkat guna mendukung program pembangunan nasional. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya