Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Menkeu: DAU, DBH dan Dana Desa Boleh Dipakai untuk Covid-19

Despian Nurhidayat
21/6/2021 14:36
Menkeu: DAU, DBH dan Dana Desa Boleh Dipakai untuk Covid-19
Dana desa(Ilustrasi)

MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa untuk membantu pemerintah daerah menangani pandemi covid-19, pemerintah telah mengeluarkan beebagai kebijakan yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah.

Salah satunya ialah penggunaan dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH) sebesar 8% untuk penanganan covid-19 baik dalam hal vaksinasi dan lainnya.

"Untuk dukungan vaksinasi, vaksin sendiri gratis dan menggunakan anggaran pemerintah pusat. Namun program kalau kita mau capai 1 juta (masyarakat yang tervaskinasi) per hari itu pasti butuh dukungan pemerintah daerah dalam mengorganisir. Oleh karena itu kita perbolehkan DAU dan DBH dipakai untuk membantu program vaksinasi termasuk membantu kelurahan/desa untuk melaksanakan protokol kesehatan dan pembatasan skala mikro. Insentif tenaga kesehatan yang bekerja di RS Daerah juga diperbolehkan menggunakan porsi DAU dan DBH ini. Serta belanja kesehatan lain," ungkapnya dalam Rapat Kerja (Raker) Komite IV DPD RI secara virtual, Senin (21/6).

Selain itu, Sri Mulyani menambahkan bahwa pihaknya juga telah memperbolehkan penggunaan dana insentif daerah (DID) untuk mendukung bidang kesehatan termasuk penanganan covid-19.

Dia juga memperbolehkan penggunaan dana desa sebesar 8% atau Rp3,84 triliun dari anggaran sebesar Rp72 triliun yang diperuntukkan dalam rangka membantu penanganan covid-19.

"Contohnya di desa Kudus itu ada 60 desa dan seharusnya desa bisa menggunakan dana desa itu untuk membantu pemerintah kabupaten atau pemerintah pusat, TNI, Polri yang semuanya turun langsung untuk mengendalikan tersebarnya covid-19 di beberapa desa atau kelurahan di berbagai daerah yang saat ini alami zona merah," ujar Sri Mulyani.

Lebih lanjut, dia menambahkan bahwa untuk dana desa yang dipakai untuk membantu masyarakat yang kehilangan pekerjaan atau menurun pendapatannya, bisa diberikan BLT (Bantuan Langsung Tunai) Dana Desa seperti tahun 2020.

Baca juga : Komisi IV Apresiasi Capaian Program Kementan Tahun 2021

BLT tersebut diberikan untuk kelompok miskin yang belum mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat yaitu melalui Kartu Sembako Kementerian Sosial atau BST (Bantuan Sosial Tunai) atau PKH (Program Keluarga Harapan), mereka harus diberikan bantuan oleh pemerintah desa dengan menggunakan dana desa dalam bentuk BLT desa.

"Kita lihat mayoritas yang menerima itu para petani dan buruh tani. Kemudian sisanya nelayan dan buruh nelayan dan sisanya lainnya seperti pedagang dan UMKM. Jadi kalau kita targetkan pada level grassroot itu biasanya program yang langsung diberikan pada akar rumput akan langsung dinikmarti oleh rakyat dan mayoritas terutama di desa adalah petani, buruh tani, nelayan serta buruh nelayan," tuturnya.

Meskipun demikian, Sri Mulyani menegaskan bahwa penyaluran BLT desa ini masih mengalami berbagai kendala. Di antaranya ialah terdapat daerah yang peraturan kepala daerah nya masih dalam proses verifikasi di dalam penggunaan rincian dana desa per desa.

Selain itu, terdapat pula pemerintah daerah yang memberikan persyaratan untuk desa melakukan revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) sehingga menyebabkan halangan untuk penggunaan dana desa.

"Kemudian juga kendala lain peraturan daerah terkait APBD belum dibahas dan ditetapkan, sehingga tidak memungkinkan APBD bisa dieksekusi termasuk dana desanya. Lalu juga surat kuasa dan peraturan kepala daerah masih menunggu untuk pelantikan Bupati yang belum definitif," ucap Sri Mulyani.

Di level desa, juga saat ini dikatakan masih diidentifikasi beberapa persoalan penggunaan dana desa untuk membantu masyarakat dan penanganan covid-19. Di antaranya ialah penyusunan dan penetapan APBDes yang belum ditetapkan di tingkat desa.

Selain itu, terjadi pergantian kepala desa dan kepala desa baru yang definitif belum ada. Lalu APBDes masih dalam proses verifikasi di tingiat kecamatan, APBDes masih menunggu pengesahan dari DPMB (Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa) dan penyusunan serta penetapan atau revisi peraturan kepala desa terutama terkait BLT Desa belum selesai karena menunggu perbaikan data terpadu dari Kemensos yang sedang berjalan dan juga perubahan jumlah kelompok penerima serta konflik internal desa.

"Oleh karena itu, memang dalam rangka menangani covid-19 dan pemulihan ekonomi ini, persoalannya tidak selalu ada atau tidak tersedia dana. Banyak faktor birokrasi, teknis dan bahkan konflik kepentingan yang muncul dalam proses pelaksanaan yang harus terus kita adress dan awasi," pungkasnya. (OL-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Baharman
Berita Lainnya