Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Naiknya Tarit Cukai tak Efektif Tekan Konsumsi Rokok

M. Ilham Ramadhan Avisena
18/1/2021 14:10
Naiknya Tarit Cukai tak Efektif Tekan Konsumsi Rokok
Ilustrasi(Antara)

PENAIKAN tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) dinilai tidak efektif untuk mengurangi bahkan menghentikan konsumsi rokok. Itu karena perokok meyakini rokok merupakan kebutuhan primer yang perlu untuk dipenuhi.

Demikian disampaikan peneliti bidang ekonomi The Indonesian Institute Rifki Fadilah melalui keterangan tertulisnya yang diterima, Senin (18/1). "Kendati, harga rokok sudah meningkat, nyatanya permintaan terhadap rokok tetap saja tinggi," tuturnya.

Dia merujuk laporan survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2019 tentang rata-rata pengeluaran rumah tangga per kapita per bulan. Tercatat, pengeluaran untuk membeli rokok dalam sebulan mencapai 6,05% secara rerata nasional.

Pengeluaran uang untuk membeli rokok ini lebih besar dibanding uang yang dipakai untuk membeli beras, yakni sebesar 5,57% per bulan. "Dengan demikian, data ini menunjukkan bahwa rokok saat ini seolah menjadi kebutuhan primer yang urgensinya sama seperti beras," terang Rifki.

Karena sifatnya yang primer, imbuh Rifki, permintaan terhadap rokok berubah menjadi inelastis. Dus, besadan kenaikan harga rokok akibat naiknya tarif cukai tidak akan sebandinh dengan penurunan permintaannya.

Alih-alih mengurangi konsumsi rokok, dampak mengular dari naiknya tarif cukai rokok akan melahirkan peredaran rokok ilegal.

"Hal ini juga terbukti secara empiris, bahwa berdasarkan data yang dicatat oleh Direktorat Bea dan Cukai, sepanjang tahun 2020, penindakan terkait rokok ilegal telah dilakukan sebanyak 8.155 kali atau meningkat 41,23% dibanding tahun 2019," jelas Rifki.

Menurutnya, kementerian kesehatan perlu memikirkan skema baru untuk menurunkan tingkat konsumsi rokok di Tanah Air. Pendekatan behavioral (perilaku) dapat menjadi salah satu solusinya.

Baca juga : Ekonomi Kreatif Sumbang PDB hingga Rp1.100 T

Untuk menyukseskan skema pendekatan perilaku itu, Rifki menilai perlunya kerja sama dengan pemengaruh (influencer) guna mengampanyekan bahaya merokok.

Peran influncer saat ini dirasa penting untuk memberikan dorongan penciptaan kondisi berhenti merokok. Dengan menciptakan kondisi bahwa merokok di kalangan remaja sudah tidak popular, maka para remaja pun sedikit demi sedikit akan mulai mengikuti tren tersebut.

"Memang perlu adanya upaya anti-mainstream untuk benar-benar membuat kebiasaan merokok khususnya di kalangan remaja untuk berhenti. Terlebih di kalangan seusia mereka, perilaku merokok menjadi seolah menjadi hal yang lazim dilakukan," imbuh Rifki.

"Oleh sebab itu, pendekatan perilaku diperlukan untuk menangani hal ini alih-alih pendekatan eksternal, seperti pengenaan cukai yang justru berefek tidak langung terhadap persoalan baru seperti peredaran rokok ilegal," pungkasnya.

Diketahui pemerintah melalui Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 198/PMK.010/2020 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Dalam aturan itu, pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau sebesar 12,5% dan berlaku mulai 1 Februari 2021. (OL-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Baharman
Berita Lainnya