Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Bank Dunia: Ekonomi RI Pascapandemi tidak akan Seperti Dulu

M. Ilham Ramadhan Avisena
17/12/2020 14:02
Bank Dunia: Ekonomi RI Pascapandemi tidak akan Seperti Dulu
Foto udara gedung perkantoran di kawasan Sudirman, Jakarta.(MI/Ramdani)

BANK Dunia menilai kondisi ekonomi Indonesia pascapandemi covid-19 sulit kembali seperti posisi sebelumnya. Sebab, terjadi pergeseran aktivitas ekonomi dari konvensional ke digital.

“Sulit dibayangkan, tapi memang tidak akan mungkin kembali seperti sebelum covid-19. Memang ada tren dari ekonomi Indonesia yang bergantung pada e-commerce,” ujar Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia Ralph van Doorn dalam konferensi pers, Kamis (17/12)

“Covid-19 ini menyebabkan banyak orang bertransaksi secara daring dan setelah covid-19 ini akan terus terjadi,” imbuhnya.

Baca juga: ADB Ubah Proyeksi Ekonomi RI Jadi Minus 2,2% pada 2020

Di era pascapandemi, lanjut Ralph, beberapa sektor ekonomi akan sulit untuk tumbuh lantaran pergeseran transaksi. Namun pada saat yang sama, sektor seperti kesehatan dan pendidikan memiliki peluang untuk tumbuh lebih tinggi.

Mengingat, beberapa pelayanan di dua sektor tersebut juga berpotensi bergeser ke ranah digital. Pada era pascapandemi, penggunaan teknologi dalam penyediaan layanan berpotensi berpotensi menarik perhatian masyarakat.

Adapun faktor lain yang menyebabkan ekonomi nasional sulit kembali ke posisi semula ialah persoalan anggaran. Menurutnya, paket kebijakan stimulus fiskal yang digulirkan pemerintah secara otomatis menambah beban utang negara.

“Ini berarti perlu mengubah cara mendapatkan dana untuk anggaran. Memang akan ada perubahan pada struktur ekonomi fiskal,” terang Ralph.

Baca juga: Menkeu: Anggaran PEN Sudah Terserap Rp440 Triliun

Bertambahnya utang negara di masa pandemi covid-19 sejalan dengan pelebaran defisit anggaran. Hal itu tecermin dari kebijakan pemerintah yang memperlebar batas defisit anggaran di atas 3% dari PDB hingga 2022 mendatang.

“Indonesia perlu meningkatkan pendapatannya, supaya negara ini dapat kembali ke defisit fiskal di bawah 3%. Pertahankan kemampuan belanja di sektor prioritas,” pungkas Ralph.

Dia berpendapat Indonesia harus memanfaatkan potensi belanja yang berkualitas. Sehingga, melahirkan dampak positif bagi perekonomian. Merujuk laporan Bank Dunia pada Juni 2020, Indonesia memiliki potensi besar dalam hal belanja untuk mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi.(OL-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya